Author: Koen (Page 35 of 87)

Lomba Karya Jurnalistik

Tahun ini, Telkom memperluas Lomba Karya Jurnalistik-nya, dengan ditambahi lomba tingkat daerah. Untuk Jawa Barat, penyelenggaranya tentu Divre III. Dan karena semua orang Telkom (selain aku) itu terlalu sibuk, maka aku kebagian tugas sebagai salah satu juri. Dewan Juri terdiri dari tiga orang, yaitu dari kalangan akademis, kalangan pers, dan dari Telkom. Tulisan para peserta harus dimuat di media daerah antara September hingga awal November tahun ini. Dan pada pertengahan November, amplop besar berisi kumpulan artikel itu sampai di mejaku. Aku rada serius dengan tugas ini. Artikel2 itu aku bawa ke mana2, termasuk ke rapat di Puncak segala. Dibaca, direview, baca lagi, dan akhirnya diberi skor berdasarkan empat kriteria. Laporan ditulis di suatu pagi ditemani Kopi Toraja tanpa gula (hidup itu pahit, kawan — tapi wangi).

Sidang Dewan Juri dilangsungkan tanggal 17 November. Anggota Dewan yang lain adalah Sahala Tua Saragih dari Fikom Unpad, dan M Ridlo Eisy dari Kelompok Pikiran Rakyat. Berbincang tentang kriteria, kemudian menyetarakan skor, dan akhirnya menyusun skor akhir. Artikel yang aku pilih sebagai Rank 1 harus dicoret, karena sudah telanjur menag di lomba yang tingkat nasional (whew, aku memang nggak salah pilih). Dan akhirnya, tugas selesai. Berita acara dibuat. Kopi (Indocafe) dihabiskan. Dan hari ditutup dengan jalan ke Toko Buku Togamas di Supratman.

Hasil penjurian? Baca deh di media2 daerah di Jawa Barat hari2 ini. Berbincang dengan juri yang lain, kita juga sepakat untuk menyelenggarakan Editor Gathering secara rutin.

n² & n•log(n)

Sebuah opini di majalah Spectrum, Metcalfe’s Law is wrong, menggugat statement yang kemudian dinamai sebagai Hk Metcalfe, bahwa nilai sebuah network akan berlipat sebanding dengan kuadrat jumlah pemakainya. Konon hukum itu bukan cuma salah, tetapi juga berbahaya. Jika dibayangkan bahwa biaya pembangunan network itu linear, maka tak lama nilai network akan jauh melampaui biaya pembangunan dan operasi network itu. Kesalahan Metcalfe, kata para penulis, diawali pada asumsi bahwa setiap hubungan pada network memiliki nilai yang sama. Sebagai alternatif para penulis menyarankan a.l. bahwa nilai network sebanding bukan dengan n², melainkan lebih dekat pada n•log(n), dengan n jumlah pemakai network itu.

Dari mana nilai n•log(n)? Ini diambil dari pendekatan Zipf. Zipf mengisahkan bahwa secara umum, jika pada sebuah populasi, hal yang paling populer memiliki tingkat kepopuleran k, maka yang menempati ranking kedua memiliki tingkat k/2, dan yang ketika memiliki tingkat k/3. Jumlah deret ini hingga suku ke n kemudian bisa didekati dengan log(n). Plus konstanta. Dan jumlah n user dalam network menjadikannya n kali log(n).

Robert Metcalfe sendiri kemudian menjawab (dan ini menariknya) melalui sebuah entry weblog. Sayangnya dia cuman nitip di web temannya: VC Mike. Dalam sanggahannya, Metcalfe mengingatkan bahwa ‘sebanding’ itu berarti V=An², tetapi belum ada yang mau mengukur nilai A, dan bahkan belum ada yang benar2 membandingkannya dengan network yang sesungguhnya. Maka ia menantang untuk membuktikan pada sebuah network real, bahwa dapat terjadi V=A•n•log(n). Jawaban yang cukup fair, tentu.

A, dalam hal ini, disebut afinitas network, yaitu nilai setiap koneksi dalam sebuah network. Menjawab kritik mengenai nilai kritis sebuah network, Metcalfe menulis bahwa nilai kritis dapat dihitung dengan Cn=An², dengan C biaya setiap koneksi dan A nilai setiap koneksi dalam network. Pada titik kritis itu, n=C/A. Jika nilai network tinggi, titik kritis makin cepat tercapai. Sebaliknya, jika biaya network tinggi, titik kritis makin sulit tercapai. Titik kritis ini adalah titik saat nilai network sudah melampaui biayanya.

Klik alamat weblog di atas untuk melihat rincian jawaban Metcalfe. Blogwalking bukan melulu bergossip kok :).

Anti String 2006

Kira-kira bulan lalu, Amazon menawari buku “The Trouble with Physics” dari Lee Smolin. Aku pernah baca Smolin, dan sempat sedikit diulas di web ini juga. Jadi cukup tertarik juga sama judul ini. Subjudulnya berbunyi “The Rise of String Theory …” Amazon juga menawarkan buku itu berpasangan dengan “Not Even Wrong” dengan subjudul “The Failure of String Theory …” oleh Peter Woit. Gara2 ditawari buku2 ini, jadilah kita menjelajahi lagi Teori String dan para penerusnya.

Peter Woit termasuk kaum skeptik kawakan terhadap Teori String. Sejak awal dasawarsa ini, ia giat mengetengahkan sanggahan atas Teori String. Dari yang judulnya rada netral “String Theory: An Evaluation” sampai yang mulai menonjok: “Is String Theory Even Wrong?” Istilah terakhir ini mencontek fisikawan masyhur Wolfgang Pauli, yang suka memberi predikat atas teori-teori tanpa dasar sebagai “It is not right. It is not even wrong.” Dan justru tonjokan inilah yang kemudian dijadikan judul buku Woit. Woit juga menjelaskan pikiran2nya dalam weblognya, yang juga dijuduli Not Even Wrong.

Kubu Teori String ternyata ogah ditonjok tanpa perlawanan. Salah satu yang melakukan pembalasan adalah Luboš Motl. Di weblognya yang berjudul The Reference Frame, ia menyerang balik para penentang Teori String, terutama Woit, dan tentu juga Smolin. Tapi memang fisikawan muda ini rada keras :). Weblognya juga menentang teori Global Warm, dan menyatakan patriotisme luar biasa buat Amrik.

Di lain pihak, Lee Smolin menyatakan keberatannya, dalam sebuah surat terbuka, di mana ia menyatakan bahwa ia masih mendukung diteruskannya riset atas Teori String. Yang ia sampaikan adalah bahwa orang harus ingat bahwa Teori String belum mencapai tahap yang memuaskan, sehingga belum dapat disebut sebagai teori yang final, seperti yang mulai banyak digembargemborkan orang. Cover bukunya memang provokatif, kata Smolin. Tetapi itu dibuat pihak lain. Dan ilmuwan selayaknya tidak pernah menilai buku dari covernya. Posisi Smolin ini juga bisa dirujuk dari paper-papernya di arxiv.

Trus … bersambung. Aku masih penasaran mau baca bukunya dulu :).

Parton

Pernahkah aku cerita sekaligus tentang Gell-Mann dan Feynman? Oh, ternyata pernah. Ada satu buku Gell-Mann (“Kisah Kuark dan Jaguar”) di rak bukuku, dan beberapa Feynman (“Becanda Ya, Pak Feynman”; “Kenapa Ngurusin Pikiran Orang Lain”; dll). Tentu di buku Gell-Mann ada sedikit nama Feynman disebut. Di buku Feynman (yang becanda itu), Gell-Mann disebut beberapa kali. Tapi dari buku2 mereka, kita tidak akan tahu bahwa dari 1960-an sampai Feynman meninggal di di tahun 1980-an akhir, mereka berdua bekerja dalam ruang yang nyaris bersebelahan, di Caltech. Raksasa kembar Caltech, begitu orang pernah menyebut mereka. Sifat mereka yang rada-rada mirip (kecerdasan amat tinggi, integritas tinggi, toleransi rendah terhadap ignorance, rada takut publik tapi sekaligus ingin menonjol, dll) menjadikan mereka tidak komplementer: mereka bersaing ketat seperti dua petarung yang bisa menggentarkan fisikawan yang berani beraudisi di Caltech. Setiap perbedaan jadi seperti jurang yang sengaja diperlebar untuk mencari titik ketepatan di antaranya.

Konon sebenarnya Gell-Mann muda memilih ke Caltech di tahun 1960an a.l. karena ada Feynman di sana. Waktu itu ia sedang sibuk meneliti partikel subnuklir. Banyak fisikawan yang menyebut bahwa partikel subnuklir itu cuman hasil karya matematika saja. Tapi itu tak menyurutkan Gell-Mann. Feynman termasuk yang secara tak langsung mendukung, dengan menyebut bahwa eksperimen mutakhir masa itu menunjukkan adanya partikel yang membentuk proton misalnya. Gell-Mann akhirnya memfinalisasi karyanya, dan menamai partikel subnuklir itu kuark. Ini menarik, karena ilmuwan tidak lagi harus memakai nama berbau Yunani atau Latin. Tapi Feynman mulai jail. Ia kembali menyampaikan bahwa partikel subnuklir yang diamati dari eksperimen-eksperimen tak menampakkan sifat seperti kuark punya Gell-Mann. Feynman tidak bereksperimen lebih lanjut. Tapi ia sempat usil menamainya Parton. Jail khas Feynman. Gell-Mann menolak penamaan kayak gitu, dengan alasan yang cukup jaim, yaitu bahwa nama itu setengah Yunani setengah Latin.

Tentu, kemudian Standard Model menggunakan pendekatan kuark.

Waktu kemudian Gell-Mann merekrut Schwarz yang sedang mendalami teori string ke Caltech, Feynman tidak peduli. Tapi sebenarnya ia tak mendukung teori string. Buat Feynman, teori harus menjelaskan apa yang tampak (dari mata, dari eksperimen, apa lah); bukan untuk menyusun suatu temuan agung yang merupakan esensi semesta. QED merupakan penemuan yang semacam itu. Baru di tahun2 terakhir hidupnya, Feynman mulai ikut mempelajari teori string, yang waktu itu sudah berubah jadi superstring.

Teori string dan turunannya kemudian menjadi mainstream setelah Feynman meninggal, khususnya setelah Witten merumuskan sistem matematika yang tepat sebagai platform untuk menjalankan kalkulasi teori string. Tetapi teori string bukannya sudah bebas dari kritik. Jika kritik di masa awal lebih menyoroti bahwa teori string tidak memiliki bentuk yang real dan tidak dapat memprediksi sesuatu pun, maka kritik masa kini mendamprat teori string sebagai teori yang masih juga tidak memiliki bentuk real dan tetap tidak dapat memprediksi sesuatu pun. Bisanya memposdiksi (to postdict).

Ed Witten (yang terkenal karena/sehingga memperoleh Hadiah Field) sendiri pernah mengatakan: Kalau Teori String ini sampai salah, ini adalah konspirasi besar yang barangkali melibatkan pencipta semesta.

P?teris Vasks

Latvia memiliki sejarah panjang berisi pendudukan demi pendudukan. Polandia, Swedia, dan Russia. Mereka tak pernah memiliki musik seperti Sibelius, Grieg, Nielsen. Baru setelah negeri ini kembali berdaulat, nama musisi Latvia mulai terdengar. P?teris Vasks salah satunya, dengan musiknya yang bersuara senada kabut melayang, dengan tekstur samar, dan style yang agak mirip (tapi nggak terlalu dekat) dengan Lutos?awski. Vasks menyebutnya sebagai perbincangan Latvia yang dimusikkan: mewakili bangsa yang kecil, kelam, tapi memiliki keberanian untuk tegak di tengah deru.

Vasks, yang aku juga belum pernah kenal sebelumnya, menarikku untuk menyentuh dan mengambilnya, membawa ke ruang kerjaku, dan menemani kekelaman di dalam sini dengan sentuhan yang serasa demikian empatiknya. Dia tidak mencoba mewarnai kelam dengan warna ceria, tapi mengangkat dinamika yang bangkit dari kelam itu, dan membuatnya tetap sebagai hidup yang murni dan elegan. Untuk hari ini, warnaku adalah warna Vasks.

Sekarang dia memainkan Voices. Ini dikomposisi pada 1990-1991, saat rakyat Latvia pada puncak kegentingan, dan khalayak tumpah ke jalan2, untuk mengambil alih kedaulatan mereka sendiri. Darah ditumpahkan di sana, juga di Lithuania, kalau kita masih ingat. Dan simfoni ini dicipta dengan sepenuh keyakinan. Voices of Silence, saat menatap malam berbintang di kejauhan tak terhingga. Voices of Life, saat merasakan bangkitnya alam, dengan kicau burung, yang menyadarkan tentang kehidupan. Voices of Conscience, yang membuka mata akan realita. Lalu Voices of Life dimulai lagi (atau barangkali ini masih yang tadi juga?).

Buku Awal November

Beberapa bulan kemarin, aku sempat mencuplik Feynman (Feynman dan Feminis). Ini diambil dari salah satu bab buku “What do you care what other people think.” Hm, judulnya gue banget ya? Haha. Tapi topiknya bukan itu. Mizan akhirnya menerbitkan terjemahan buku ini. Judulnya dikomersialkan jadi “Feynman, genius fisika paling cool sedunia.” Mirip yang terjadi pada buku pertama (Surely you’re joking, Mr Feynman), Mizan juga melakukan sensor atas beberapa adegan yang dianggap tidak indonesiawi :).

Buku lain yang bisa bakal jadi kontroversi adalah “Kartun Riwayat Peradaban.” Aku baca versi Inggrisnya abad lalu, pinjam dari Perpustakaan Teh Ranti (heh-heh-heh). Terjemahan Indonesia baru terbit Jilid II-nya, setelah yang Jilid I terbit bulan kemarin. Dasar kartun, hal2 yang biasanya disebut2 sejarawan secara samar dan santun itu malah dibikin konyol dan vulgar. Kita harus bersiap melihat tokoh Moses, David, Socrates, Alexander, Asterix (!), Gautama, Konfuzi, Yeshua, Saulus, dibelejeti. Dan entah kalau Buku Jilid III keluar. Barangkali FPI harus siap2 baris lagi di depan Penerbit KPG. Syukurlah, FPI suka lupa sama 24 nabi yang lain.

gonick-12.jpg

Sebenernya, udah agak lama aku memutuskan nggak beli kartun Gonick, yang rajin diterjemahkan KPG. Pertama, kalau kita doyan baca buku sains (dan juga sejarah), buku Gonick tidak menawarkan hal2 baru atau kelucuan baru. Kedua, aku nggak suka melihat paparan kecongkakan. Lucunya, aku malah beli dua jilid ini. Lupa alasannya. Tapi bahwa seluruh tokoh agama dan filsafat sekaligus ditelanjangi oleh satu serial buku aja, aku pikir itu menarik. Efektif, daripada setiap agama dan filsafat harus saling menyinyiri satu sama lain :). Jadi kalau Anda selama ini telanjur doyan menertawai agama orang lain, beli saja buku Gonick, dan puaskan ketawa sampai agama Anda juga ditertawai. Dan kalau geram pada “ilmuwan dan kartunis yang doyan menertawai nilai2 orang lain,” percayalah bahwa yang mereka lakukan tak lebih dari menertawai kemanusiaan dan menelanjangi diri mereka sendiri. Dan kalau nggak pingin bikin kartunis kaya dengan cara kayak gini, nggak usah beli bukunya :). Tapi kalau alasan untuk nggak beli hanya gara2 nggak suka teori evolusi, mendingan dicoba untuk suka dulu :). Allah menciptakan semesta ini indah :), tanpa harus disesuaikan dengan selera2 kita yang juga beda2 ini.

Ada buku apa lagi yach. Onno W Purbo menulis tentang ADSL dan Speedy. Mizan, selain menerjemahkan Feynman, juga menerjemahkan buku Gleick: Isaac Newton. Aku belum baca versi Inggrisnya, jadi belum tahu apakah ada semacam sensor dari Mizan. Elex menerbitkan beberapa buku dari Jubilee Enterprise tentang teknik2 fotografi. Jadwal membaca weekend ini padat lah :). Buat tambahan, di Amazon, ada buku Lee Smolin yang terbaru, membuka perang baru antara pendukung String/Superstring/M dengan Loop Quantum Gravity. Bookworms are never bored.

Installing Days

Mentang2 lebaran kali ye, disuruh bersuasana serba baru. So, beberapa menit setelah WordPress 2.0.5 diluncurkan, mumpung waktu lagi luang, aku langsung upgrade site ini ke WordPress 2.0.5. Link ini membahas perubahan dari WordPress 2.0.4: Mark Jaquith. Tapi sambil sekaligus download Firefox 2.0. Beresin WordPress (edit dikit), Firefox mulai diinstal (Hal-hal baru di versi ini dibahas di link ini: Mozilla). Tapi nggak lama, trus inget bahwa Microsoft juga konon mau meluncurkan Explorer 7.0 hari2 ini juga. Jadi, berkunjung ke Microsoft, dan ternyata memang udah siap diload (Apa yang baru? Lihat di link ini: Microsoft). OK, install juga yang satu itu. Plus beberapa add on, baik untuk Firefox 2 maupun Explorer 7. Apa lagi? Ah ya: Turbo C++. Abis download yang selalu tertunda, akhirnya dapat juga file instalasi Turbo Explorer (C++, C#, Delphi — info lengkap ada di sini: Turbo Explorer) dari majalah PC Media edisi November, dalam bentuk DVD. Install lagi! Baru C++ aja sih. Install Delphi juga udah nggak punya bayangan sintaksnya kayak apa. C#, ntar deh di komputer lain, buat iseng kali ye.

Anyway, hari ini mulai ke kantor lagi. Mudah2an ada yang baru juga :).

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑