Author: Koen (Page 35 of 86)

Anti String 2006

Kira-kira bulan lalu, Amazon menawari buku “The Trouble with Physics” dari Lee Smolin. Aku pernah baca Smolin, dan sempat sedikit diulas di web ini juga. Jadi cukup tertarik juga sama judul ini. Subjudulnya berbunyi “The Rise of String Theory …” Amazon juga menawarkan buku itu berpasangan dengan “Not Even Wrong” dengan subjudul “The Failure of String Theory …” oleh Peter Woit. Gara2 ditawari buku2 ini, jadilah kita menjelajahi lagi Teori String dan para penerusnya.

Peter Woit termasuk kaum skeptik kawakan terhadap Teori String. Sejak awal dasawarsa ini, ia giat mengetengahkan sanggahan atas Teori String. Dari yang judulnya rada netral “String Theory: An Evaluation” sampai yang mulai menonjok: “Is String Theory Even Wrong?” Istilah terakhir ini mencontek fisikawan masyhur Wolfgang Pauli, yang suka memberi predikat atas teori-teori tanpa dasar sebagai “It is not right. It is not even wrong.” Dan justru tonjokan inilah yang kemudian dijadikan judul buku Woit. Woit juga menjelaskan pikiran2nya dalam weblognya, yang juga dijuduli Not Even Wrong.

Kubu Teori String ternyata ogah ditonjok tanpa perlawanan. Salah satu yang melakukan pembalasan adalah Luboš Motl. Di weblognya yang berjudul The Reference Frame, ia menyerang balik para penentang Teori String, terutama Woit, dan tentu juga Smolin. Tapi memang fisikawan muda ini rada keras :). Weblognya juga menentang teori Global Warm, dan menyatakan patriotisme luar biasa buat Amrik.

Di lain pihak, Lee Smolin menyatakan keberatannya, dalam sebuah surat terbuka, di mana ia menyatakan bahwa ia masih mendukung diteruskannya riset atas Teori String. Yang ia sampaikan adalah bahwa orang harus ingat bahwa Teori String belum mencapai tahap yang memuaskan, sehingga belum dapat disebut sebagai teori yang final, seperti yang mulai banyak digembargemborkan orang. Cover bukunya memang provokatif, kata Smolin. Tetapi itu dibuat pihak lain. Dan ilmuwan selayaknya tidak pernah menilai buku dari covernya. Posisi Smolin ini juga bisa dirujuk dari paper-papernya di arxiv.

Trus … bersambung. Aku masih penasaran mau baca bukunya dulu :).

Parton

Pernahkah aku cerita sekaligus tentang Gell-Mann dan Feynman? Oh, ternyata pernah. Ada satu buku Gell-Mann (“Kisah Kuark dan Jaguar”) di rak bukuku, dan beberapa Feynman (“Becanda Ya, Pak Feynman”; “Kenapa Ngurusin Pikiran Orang Lain”; dll). Tentu di buku Gell-Mann ada sedikit nama Feynman disebut. Di buku Feynman (yang becanda itu), Gell-Mann disebut beberapa kali. Tapi dari buku2 mereka, kita tidak akan tahu bahwa dari 1960-an sampai Feynman meninggal di di tahun 1980-an akhir, mereka berdua bekerja dalam ruang yang nyaris bersebelahan, di Caltech. Raksasa kembar Caltech, begitu orang pernah menyebut mereka. Sifat mereka yang rada-rada mirip (kecerdasan amat tinggi, integritas tinggi, toleransi rendah terhadap ignorance, rada takut publik tapi sekaligus ingin menonjol, dll) menjadikan mereka tidak komplementer: mereka bersaing ketat seperti dua petarung yang bisa menggentarkan fisikawan yang berani beraudisi di Caltech. Setiap perbedaan jadi seperti jurang yang sengaja diperlebar untuk mencari titik ketepatan di antaranya.

Konon sebenarnya Gell-Mann muda memilih ke Caltech di tahun 1960an a.l. karena ada Feynman di sana. Waktu itu ia sedang sibuk meneliti partikel subnuklir. Banyak fisikawan yang menyebut bahwa partikel subnuklir itu cuman hasil karya matematika saja. Tapi itu tak menyurutkan Gell-Mann. Feynman termasuk yang secara tak langsung mendukung, dengan menyebut bahwa eksperimen mutakhir masa itu menunjukkan adanya partikel yang membentuk proton misalnya. Gell-Mann akhirnya memfinalisasi karyanya, dan menamai partikel subnuklir itu kuark. Ini menarik, karena ilmuwan tidak lagi harus memakai nama berbau Yunani atau Latin. Tapi Feynman mulai jail. Ia kembali menyampaikan bahwa partikel subnuklir yang diamati dari eksperimen-eksperimen tak menampakkan sifat seperti kuark punya Gell-Mann. Feynman tidak bereksperimen lebih lanjut. Tapi ia sempat usil menamainya Parton. Jail khas Feynman. Gell-Mann menolak penamaan kayak gitu, dengan alasan yang cukup jaim, yaitu bahwa nama itu setengah Yunani setengah Latin.

Tentu, kemudian Standard Model menggunakan pendekatan kuark.

Waktu kemudian Gell-Mann merekrut Schwarz yang sedang mendalami teori string ke Caltech, Feynman tidak peduli. Tapi sebenarnya ia tak mendukung teori string. Buat Feynman, teori harus menjelaskan apa yang tampak (dari mata, dari eksperimen, apa lah); bukan untuk menyusun suatu temuan agung yang merupakan esensi semesta. QED merupakan penemuan yang semacam itu. Baru di tahun2 terakhir hidupnya, Feynman mulai ikut mempelajari teori string, yang waktu itu sudah berubah jadi superstring.

Teori string dan turunannya kemudian menjadi mainstream setelah Feynman meninggal, khususnya setelah Witten merumuskan sistem matematika yang tepat sebagai platform untuk menjalankan kalkulasi teori string. Tetapi teori string bukannya sudah bebas dari kritik. Jika kritik di masa awal lebih menyoroti bahwa teori string tidak memiliki bentuk yang real dan tidak dapat memprediksi sesuatu pun, maka kritik masa kini mendamprat teori string sebagai teori yang masih juga tidak memiliki bentuk real dan tetap tidak dapat memprediksi sesuatu pun. Bisanya memposdiksi (to postdict).

Ed Witten (yang terkenal karena/sehingga memperoleh Hadiah Field) sendiri pernah mengatakan: Kalau Teori String ini sampai salah, ini adalah konspirasi besar yang barangkali melibatkan pencipta semesta.

P?teris Vasks

Latvia memiliki sejarah panjang berisi pendudukan demi pendudukan. Polandia, Swedia, dan Russia. Mereka tak pernah memiliki musik seperti Sibelius, Grieg, Nielsen. Baru setelah negeri ini kembali berdaulat, nama musisi Latvia mulai terdengar. P?teris Vasks salah satunya, dengan musiknya yang bersuara senada kabut melayang, dengan tekstur samar, dan style yang agak mirip (tapi nggak terlalu dekat) dengan Lutos?awski. Vasks menyebutnya sebagai perbincangan Latvia yang dimusikkan: mewakili bangsa yang kecil, kelam, tapi memiliki keberanian untuk tegak di tengah deru.

Vasks, yang aku juga belum pernah kenal sebelumnya, menarikku untuk menyentuh dan mengambilnya, membawa ke ruang kerjaku, dan menemani kekelaman di dalam sini dengan sentuhan yang serasa demikian empatiknya. Dia tidak mencoba mewarnai kelam dengan warna ceria, tapi mengangkat dinamika yang bangkit dari kelam itu, dan membuatnya tetap sebagai hidup yang murni dan elegan. Untuk hari ini, warnaku adalah warna Vasks.

Sekarang dia memainkan Voices. Ini dikomposisi pada 1990-1991, saat rakyat Latvia pada puncak kegentingan, dan khalayak tumpah ke jalan2, untuk mengambil alih kedaulatan mereka sendiri. Darah ditumpahkan di sana, juga di Lithuania, kalau kita masih ingat. Dan simfoni ini dicipta dengan sepenuh keyakinan. Voices of Silence, saat menatap malam berbintang di kejauhan tak terhingga. Voices of Life, saat merasakan bangkitnya alam, dengan kicau burung, yang menyadarkan tentang kehidupan. Voices of Conscience, yang membuka mata akan realita. Lalu Voices of Life dimulai lagi (atau barangkali ini masih yang tadi juga?).

Buku Awal November

Beberapa bulan kemarin, aku sempat mencuplik Feynman (Feynman dan Feminis). Ini diambil dari salah satu bab buku “What do you care what other people think.” Hm, judulnya gue banget ya? Haha. Tapi topiknya bukan itu. Mizan akhirnya menerbitkan terjemahan buku ini. Judulnya dikomersialkan jadi “Feynman, genius fisika paling cool sedunia.” Mirip yang terjadi pada buku pertama (Surely you’re joking, Mr Feynman), Mizan juga melakukan sensor atas beberapa adegan yang dianggap tidak indonesiawi :).

Buku lain yang bisa bakal jadi kontroversi adalah “Kartun Riwayat Peradaban.” Aku baca versi Inggrisnya abad lalu, pinjam dari Perpustakaan Teh Ranti (heh-heh-heh). Terjemahan Indonesia baru terbit Jilid II-nya, setelah yang Jilid I terbit bulan kemarin. Dasar kartun, hal2 yang biasanya disebut2 sejarawan secara samar dan santun itu malah dibikin konyol dan vulgar. Kita harus bersiap melihat tokoh Moses, David, Socrates, Alexander, Asterix (!), Gautama, Konfuzi, Yeshua, Saulus, dibelejeti. Dan entah kalau Buku Jilid III keluar. Barangkali FPI harus siap2 baris lagi di depan Penerbit KPG. Syukurlah, FPI suka lupa sama 24 nabi yang lain.

gonick-12.jpg

Sebenernya, udah agak lama aku memutuskan nggak beli kartun Gonick, yang rajin diterjemahkan KPG. Pertama, kalau kita doyan baca buku sains (dan juga sejarah), buku Gonick tidak menawarkan hal2 baru atau kelucuan baru. Kedua, aku nggak suka melihat paparan kecongkakan. Lucunya, aku malah beli dua jilid ini. Lupa alasannya. Tapi bahwa seluruh tokoh agama dan filsafat sekaligus ditelanjangi oleh satu serial buku aja, aku pikir itu menarik. Efektif, daripada setiap agama dan filsafat harus saling menyinyiri satu sama lain :). Jadi kalau Anda selama ini telanjur doyan menertawai agama orang lain, beli saja buku Gonick, dan puaskan ketawa sampai agama Anda juga ditertawai. Dan kalau geram pada “ilmuwan dan kartunis yang doyan menertawai nilai2 orang lain,” percayalah bahwa yang mereka lakukan tak lebih dari menertawai kemanusiaan dan menelanjangi diri mereka sendiri. Dan kalau nggak pingin bikin kartunis kaya dengan cara kayak gini, nggak usah beli bukunya :). Tapi kalau alasan untuk nggak beli hanya gara2 nggak suka teori evolusi, mendingan dicoba untuk suka dulu :). Allah menciptakan semesta ini indah :), tanpa harus disesuaikan dengan selera2 kita yang juga beda2 ini.

Ada buku apa lagi yach. Onno W Purbo menulis tentang ADSL dan Speedy. Mizan, selain menerjemahkan Feynman, juga menerjemahkan buku Gleick: Isaac Newton. Aku belum baca versi Inggrisnya, jadi belum tahu apakah ada semacam sensor dari Mizan. Elex menerbitkan beberapa buku dari Jubilee Enterprise tentang teknik2 fotografi. Jadwal membaca weekend ini padat lah :). Buat tambahan, di Amazon, ada buku Lee Smolin yang terbaru, membuka perang baru antara pendukung String/Superstring/M dengan Loop Quantum Gravity. Bookworms are never bored.

Installing Days

Mentang2 lebaran kali ye, disuruh bersuasana serba baru. So, beberapa menit setelah WordPress 2.0.5 diluncurkan, mumpung waktu lagi luang, aku langsung upgrade site ini ke WordPress 2.0.5. Link ini membahas perubahan dari WordPress 2.0.4: Mark Jaquith. Tapi sambil sekaligus download Firefox 2.0. Beresin WordPress (edit dikit), Firefox mulai diinstal (Hal-hal baru di versi ini dibahas di link ini: Mozilla). Tapi nggak lama, trus inget bahwa Microsoft juga konon mau meluncurkan Explorer 7.0 hari2 ini juga. Jadi, berkunjung ke Microsoft, dan ternyata memang udah siap diload (Apa yang baru? Lihat di link ini: Microsoft). OK, install juga yang satu itu. Plus beberapa add on, baik untuk Firefox 2 maupun Explorer 7. Apa lagi? Ah ya: Turbo C++. Abis download yang selalu tertunda, akhirnya dapat juga file instalasi Turbo Explorer (C++, C#, Delphi — info lengkap ada di sini: Turbo Explorer) dari majalah PC Media edisi November, dalam bentuk DVD. Install lagi! Baru C++ aja sih. Install Delphi juga udah nggak punya bayangan sintaksnya kayak apa. C#, ntar deh di komputer lain, buat iseng kali ye.

Anyway, hari ini mulai ke kantor lagi. Mudah2an ada yang baru juga :).

Loebis di Kamp NAZI

Buku ini berjudul Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI. Autobiografi dari Parlindoengan Loebis. Dibeli sambil menunggu hasil X-Ray di Borromeuz, pada 26 Oktober 2006 (H+3).

Loebis berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda. Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Loebis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, dan digantikan dengan kerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).

loebis.jpgTapi kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda. Selama pendudukan Jerman ini, Loebis sempat lulus di Leiden, menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya: Jerman baru membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front).

Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.

Loebis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Loebis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.

Namun kemudian Loebis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, Loebis ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Loebis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah.

Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau. Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.

Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Loebis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, Loebis bisa berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Loebis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Loebis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, Loebis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Loebis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Loebis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.

Kembali Fitri

Bisakah?

Ah, waktu menderas tanpa ampun, dan bisik nurani mesti diabaikan. Kembali ke fitri? Cecita yang indah. Seperti saat di bening malam kita menatap jernih cecahaya bintang, sambil sadar bahwa kita tak mungkin menjangkaunya.

Tapi … tak mungkin? Kenapa mesti tak mungkin? Kenapa terus mengingkari bahwa kita juga satu dari makhluk2 bercahaya. Satu dari jiwa yang diciptakan cemerlang, mengisi ruang semesta ini, menciptakan satu dari semua cerita para bintik cahaya dengan keragaman yang arif. Dan dari segala kisah itu, kesenadaan tak lebih dari pengulangan yang membosankan. Gemerlap kita justru saat kita mengisi semesta dengan keajaiban2 dari keunikan. Dan untuk itu, nurani bukan lagi hal yang harus didengarkan dalam hening, tetapi sesuatu yang berpijar saat semangat hidup membakar jiwa kita.

Maka … selamat kembali mengenali kefitrian kita. Maaf, tanpa SMS :), karena aku dapat menangkap pijar hati kita semua dari mana aku berada. Dan mudah2an pijarku pun dapat tertangkap di hati Anda semua. Maaf juga, tanpa ucap “Maaf Lahir Batin,” karena bahasa kita adalah bahasa cahaya, bukan lagi bahasa kata-kata. Jiwa2 yang fitri, Insya Allah, Sang Maha Cahaya akan terus menggetari hati kita agar terus cemerlang bercahaya.

Huma di Atas Bukit

Seribu rambutmu yang hitam terurai
Seribu cemara, seolah menderai
Seribu duka nestapa di wajah nan ayu
Sejuta luka yang nyeri di dalam dadaku

Lagi melankolik? Bukan, wekk. Malah lagi riang: abis menemukan tiga CD God Bless dalam kunjungan singkat di DiscTarra Dago. Duh, kalau sengaja dicari, nggak pernah keliatan. Penerbitan sekaligus tiga CD ini mirip beberapa saat lalu, waktu tiga CD Karimata juga diterbitkan sekaligus. Dan menimbulkan perasaan yang sama: perasaan balik ke SMA :). Oh ya, Kantata Taqwa juga sempat terbit versi CD-nya, belum lama ini.

cd-godbless.jpg

Masih aku bertahan
Walau kupaksakan
Sampai batas waktu
Keadilan datang

Mau gagah tapi malah cengeng :). Tapi memang sense-nya agak2 gitu tahun2 itu. Dan dibanding kelompok musik cadas Indonesia masa kini, mmm, haha. Udah ah, ntar dibilang auld-lang-syne syndrome. Yang jelas sih, aku nggak punya minat beli CD para rocker Indonesia masa kini. Indie masih mending. Oh ya, CD yang baru terbit itu betul2 dari angkatan yang aku cari: akhir 1980-an, bukan yang 1970-an (masih mentah –hihi) maupun 1990-an (mulai decline –sorry). Mungkin BR bisa mulai berharap lagu2 klasik kesayangannya diterbitkan dalam CD juga. Mudah2an beliau seberuntung aku :).

Sepinya hidup dalam penjara
Tak juga hilangkan
Rasa sesal dan rasa bersalah

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑