Author: Koen (Page 25 of 86)

Blog Readability

Aang: “Loh, Koen, kamu di mana?” (via telepon –red)
Koen: “Masih di kantor. Kenapa?”
Aang: “Di kantor kamu kok bisa ada kata ekstrapolasi?”
Koen: “Hush, nguping. Ada kata asimptotik malahan, barusan.”

Komunikasi memang tidak diharuskan bersifat general. Ia hanya perlu menimbang diskursus (yang dalam terminologi Foucault lebih mirip OS atau platform dalam sistem pikiran individu maupun kelompok) para komunikan. Komunikasi, dengan demikian, hanya memiliki arti yang spesifik bagi komunikan yang terlibat, dan tidak bagi pihak lain. Masalahnya, kalau kita menulis blog, kita suka lupa siapa yang jadi tujuan tulisan. Kadang, konyolnya, kita menulis seperti menulis buat diri sendiri. Bahasa yang kita tulis adalah bahasa yang kita pahami, bukan yang dipahami 68% rakyat Indonesia. Dosa ini lebih khusus menimpa profesional IT, yang memang duluan mengenal blog, tapi akhirnya tidak lebih baik mensikapi komunikasi melalui blog. Syukurlah pada generasi2 berikutnya, blogosphere (ranah blog) banyak juga diisi penulis2 beneran, dari berbagai bidang ilmu.

Oh, di Criticsrant ada semacam tool untuk menguji keterbacaan blog kita menurut tingkat pendidikan pembaca. Blog kun.co.ro ini misalnya, memperoleh score:

Postgrad

Ada yang salah. Pasti :). Ini kan blog berbahasa Indonesia. Tapi kita coba blog Network yang berbahasa Inggris. Ini hasilnya:

Genius

Apparently, ada kegagalan berkomunikasi; secara blog itu tidak ditujukan untuk para jenius, tetapi untuk rakyat biasa yang memperhatikan perkembangan network engineering. Atau kita coba koen.telkom.us (en anglais).

High School

OK, yang ini lebih mendekati segmen pembaca Indonesia :).

Trus ingat kritik Imam Prasodjo minggu lalu, bahwa orang Indonesia amat buruk kemampuan berbahasa Inggrisnya. Beda misalnya dengan di Thailand, yang sehari2 juga warganya jarang berbahasa Inggris, tetapi kemampuan bahasa Inggrisnya sangat baik. Faisal Motik menanggapi bahwa memang kemampuan bahasa Inggris orang Indonesia itu hanya untuk special purpose.  Fisikawan Indonesia bisa berpresentasi amat baik tentang fisika, dalam bahasa Inggris, plus berdiskusi secara mendalam; tapi bahasa Inggrisnya mendadak kacau kalau membahas politik atau sekedar berbelanja.

Ssst, tapi … blog Anda dileveli apa?

INTP – The Engineer

F: “Jadi? Besok?”
K: “Besok. Tapi ..”
F: “Tapi?”
K: “Kalau ketemu aku jangan kanget ya. Aku pendiam, susah ngobrol, dan nggak serame di mail list.”

Itu kisah dengan seorang ikhwan dari Isnet 10 tahun yang lalu. Bukan sesuatu yang unik. Aku yakin, 68% dari kita pernah harus mengucapkan hal yang sama. Kaum2 antisosial, merasa bisa bersosialisasi dengan baik saat menemukan Internet, tapi ternyata masih bisa dibilang menyedihkan untuk komunikasi interpersonal yang sesungguhnya.

Tapi, well, itu sepuluh tahun yang lalu. Aku udah banyak berubah, udah belajar menyukai keramaian, belajar berani mulai mengajak bicara, belajar naik panggung tanpa menampakkan kegugupan lagi, belajar berteriak, belajar terbuka ke orang lain. Pokoknya bukan aku yang sama dengan aku yang di kampus, yang di Isnet, yang … yang itu deh.

Masa?

Click to view my Personality Profile page

Haha :). Masih :).

Test ini aku ikuti mengikuti link dari Nita. Menarik, sebagai kegiatan yang membuka hari pertama tahun 1429. Bagaimanapun, sebelum kita menyusun target, membuat list resolusi, dll, kita perlu meluangkan waktu untuk kembali mengenali diri kita. Mencari tahu … ada di mana kita sekarang.

Hmm, ada di mana sih?

Semalam, tahun baru dirayakan bersama rekan2 Isnet di BSM. Oh ya, baik umat Muslim maupun Yahudi mengawali hitungan hari selepas Maghrib. Jadi waktu itu lah tahun baru Hijriyah dipancangkan, bukan tengah malam seperti tahun baru Masehi. Di layar ditampilkan wajah2 Isnet belasan tahun lalu — waktu aku bahkan belum pernah dengar nama Isnet. Tapi memang langsung terbayang detik2 pertama aku bergabung dengan Isnet, dan pada saat yang sama juga dengan Internet :). Isnet dulu, via BBS, baru Internet. Lucunya, bentuk bayangannya bukan semacam nostalgia. Lebih mirip list berisi visi2 yang aku perkuat, yang aku ubah, yang aku lupakan. Aku bangga ada prinsip yang aku pegang, tapi juga bangga bahwa aku punya kekuatan melepas prinsip yang pernah aku pegang. Trus, aku baru ingat: malam tahun baru memang pas untuk menimbang :). Membuat beberapa point resolusi, termasuk. Tapi, sambil minta maaf ke Nita (ya, Nita yang sama dengan yang di atas), resolusi yang aku buat nggak bersifat public. Maaf ya :).

Kembali ke hasil test. Hasilnya INTP. Lucu, kayak aku bilang tadi. Aku merasa sudah melakukan perubahan diri agak radikal. Tapi, misalnya, level introversi masih besar. Misalnya jadi 55%, aku pikir OK. Tapi 79% itu (di atas setengah akar dua!!!) menunjukkan sesuatu yang nyaris absolut. Dan justru sifat ini yang sibuk aku perangi, karena aku berpendapat bahwa interdependency lebih berharga daripada single fighter selalu. Nilai 68% untuk intuisi dan thinking, walaupun memang gue banget, juga nggak menarik; secara 68% adalah angka yang biasa diambil oleh tukang ngasal. Jadi kesannya test ini palsu juga. Hush :).

Hasil test rekan2 lain:
Anita Pratanti: INFP (beda 1 sama aku)
Arie Kusumaatmaja: INTJ (beda 1 juga)
Budi Rahardjo: ENFP (beda 2, pantesan jarang nyambung, haha)

Bagaimana dengan Anda?

Nokia Twelve Hundred

Masalah pemanasan global mulai memanas dan soal krisis energi mulai dikritisi. Tokoh politik (dalam arti positif) mulai mengingatkan masyarakat dan memperbaiki regulasi. Pembalak hutan mulai dikerasi, biarpun malah dilindung oknum menteri oon tertentu (cuma oknum). Industri2 mulai mendorong lifestyle masyarakat yang ramah lingkungan.

Di RRC misalnya, ada semacam regulasi yang mendorong produk ponsel negeri itu menggunakan charger standar. Dan tentu, standar yang tidak sulit, yang sudah ada sebelumnya, adalah USB. Maka tak heran, ponsel baru buatan RRC (dan juga Taiwan) kini menggunakan charger berinterface USB. Charger2 bisa saling dipertukarkan antar merk HP. Almarhum Xphone II punyaku bisa berbagi charger dengan Huawei misalnya. Dan tak perlu heran bahwa justru RRC yang punya ide semacam ini. Selain menjadi kekuatan baru dalam industri selular (d/h sel ular), mereka juga jadi konsumen terbesar. Bayangkan penghematan yang bisa dilakukan kalau semua merk HP yang dijual dalam skala RRC menggunakan charger yang sama, dan bayangkan penghematan bagi konsumen jika misalnya HP-HP RRC/Taiwan yang umumnya agak murah itu bisa dijual lepas tanpa charger (karena toh di rumah atau di kantor kita sudah punya charger yang cocok).

Nokia punya pendekatan berbeda. Darpos (sadar posisi) sebagai pemasar HP terbesar secara global, termasuk posisi sampingnya sebagai trendsetter; Nokia mulai menampilkan lifestyle yang berbeda: HP amat hemat energi. Pertengahan tahun lalu misalnya, Nokia meluncurkan produk HP bertampilan jadul: Nokia 1200. Jangan salah: tampilannya memang jadul, dan layarnya monokrom hijau; tapi featurenya lebih jadul lagi. HP ringan, berbahan murah, dan hemat energi ini sempat menarik perhatian pasar. Review atas HP ini bukan tampil di majalah2 HP kelas tabloid, tetapi justru di majalah gadget keren, dan majalah2 sains. Majalah Science&Vie di bawah ini misalnya. Harga HP ini tak semurah HP RRC yang berlayar monokrom. Ini Nokia dengan lifestyle, bukan paket HP murah :).

nokia1200.jpg

Mungkin mirip style naik sepeda ke kantor.

“Hare gene? Ke kantor ngayuh sepeda?”
“Heit, ini bukan sepeda Oemar Bakrie, tetapi ini sepeda lifestyle.”
“Heya. Lagian guru zaman sekarang gajinya tinggi lo. Tapi kok bentuknya sama, featurenya sama? Sama2 jelek.”
“Ini lifestyle! Geto loh! Secara geto loh!”
“Sama stylishnya dengan ABG Amrik yang konon lagi gandrung knitting ya?”
“Mungkin. Eh, masa? Tapi sama dengan gaya minum kopi tanpa gula. Selain menghemat gula, mencegah diabetes, juga dilabeli gede2: LIFESTYLE.”
“Sebenernya lifestyle loe itu berkait sama pengetahuan, kesehatan, apa sekedar pamer bahwa loe bisa sewa apartemen deket kantor?”

Mungkin nantinya akan lebih mudah mengembangkan HP hemat energi ini menjadi HP 4G hemat energi, daripada membuat HP 3G boros energi saat ini menjadi HP hemat energi. Anyway, ini akan jadi menarik buat kaum2 pikoen, baik yang suka lupa melistriki HPnya setiap malam, ataupun yang suka lupa membawa charger dalam perjalanan.

Tentu saja HP ini belum menarik buat kite2 yang lebih banyak memakai HP untuk blogging dan memeriksa email, sambil mengabaikan telepon masuk dan selalu lupa membalas SMS. Dan, uh, chargernya belum USB. Lucunya, kayak sepeda lagi (karena semua relasi sudah kita balik), ini juga bisa dipakai untuk show-off: gue bukan orang yang masih mikirin email — gue bisa sukses dan tetap keren tanpa menyentuh Internet.

Ngantor dulu ah. Ngantor waktu weekend ini sebenernya lifestyle baru juga. Pesan yang disampaikan: gue tetap keren tanpa kehidupan sosial. Hush.

Welch Licht Leuchtet Dort?

“Welch Licht leuchtet dort?”
“Dämmert der Tag schon auf?”
“Loges Heer lodert feurig um den Fels. Noch ist’s Nacht. Was spinnen und singen wir nicht?”
“Wollen wir spinnen und singen, woran spannst du das Seil?”

Tiga norn itu berbisik pada pembukaan Die Götterdämmerung (non Wagnerian lebih mengenalnya sebagai Ragnarök). Wajah mereka pucat dan kaku. Ilmu mereka, tentang masa lalu, masa kini, masa depan, lebih jadi beban daripada berkah. Para manusia itu, perlukah mereka tahu? Dan para dewa itu? Dan para peri itu? Saat manusia mengira hanya tanah mereka berputar, semesta baru menghampiri dan menyelubungi mereka. Perlukah menyanyi kita saat selubung itu menghantar cahaya pagi pembawa simpul waktu? Takkah berbagi ilmu akan menjadi berbagi luka?

Wajahkukah itu, yang selalu pucat dan kaku?

Maka hentikan nadamu. Kita punya tali yang harus kita urai. Awas, jangan putus tali itu.

LHC 2008

Musim semi 2008 tengah dinantikan para fisikawan. Di antara Perancis dan Swiss, sebuah penumbuk hadron berukuran besar (large hadron collider, LHC) yang digerakkan magnet superkonduktor siap dinyalakan. Dan hasilnya diharapkan akan membuka satu lagi teka-teki semesta.

Kita kembali dulu ke 10 tahun sebelumnya. Di sebuah konferensi teori string di Santa Barbara, para fisikawan menyisihkan sejenak waktu untuk becanda menyanyikan lagu buat Juan Maldacena.

Yet start with the brane, and the brane is BPS.
Then you go near the brane, and the space is ADS.
Who know what it means? I don’t, I confess.
Heyyy … Maldacena.

Nadanya – mungkin kita bisa menebak – diambil dari lagu Macarena. Maldacena yang sedang dirayakan itu baru saja menurunkan sebuah konjektur yang melibatkan sekaligus black hole dan kuark. Konjektur, yang disebut Konjektur Maldacena itu, cukup unik. Formula 5 dimensi direduksinya dulu menjadi 4 dimensi, ditransformasikan, lalu – uniknya – dikembalikan lagi menjadi 5 dimensi. Efek sampingan dari formulasi (yang menggabungkan mainan fisika kuantum bernama kuark dan mainan relativitas bernama black hole) ini, adalah ide-ide sampingan. Jadi 5 dimensi itu bisa direduksi jadi 4 dimensi, tanpa kehilangan arti? Jadi misalnya, ruang 3 dimensi kita ini bisa saja sebenarnya adalah 2 dimensi, dengan dimensi ketiga hanyalah kode tertanam di dua dimensi yang lain? Dari itu, lahirnya istilah semesta holografis, dan seterusnya.

Tapi, OK, itu sepuluh tahun yang lalu. Lalu sepuluh tahun ini teori string tidak lagi ke mana-mana. Bahkan Edward Witten, yang dua kali membangkitkan dan menyelamatkan teori string (sebagai superstring dan kemudian sebagai teori M, mirip Einstein yang dua kali membangun teori relativitas) hanya bisa berkata bahwa ada hari2 yang cerah, dan ada hari2 yang sulit. Witten sendiri berharap, dengan energi LHC sebesar itu, ia bisa menampilkan miniatur semesta saat berusia hanya sepersetrilyun detik setelah big bang, yakni saat simetri antara elektromagnetik dan interaksi nuklir lemah belum runtuh. Foton (pembawa elektromagnetik) dan boson W/Z (pembawa interaksi nuklir lemah) merupakan saudara dekat pada level atom, tetapi memiliki sifat yang jauh berbeda. Boson W/Z misalnya, punya massa. Konon dia bisa mengkonsentrasikan partikel Higgs, yang dispekulasikan sebagai pembawa massa. Tapi partikel Higgs sendiri belum ditemukan.

Di antara banyak (sekali) fisikawan string, Nima Arkani-Hamed memiliki riset yang agak menarik. Rekan Lisa Randall ini juga berharap banyak dari LHC. Kalau di tahun ini atau di tahun lalu aku menulis tentang kritik Lee Smolin atau Peter Woit tentang string, maka yang satu ini adalah salah satu sasaran tembaknya. Dia banyak bermain dengan yang disebut multiverse (banyakmesta, sebagai lawan dari semesta – universe). Semesta kita, katanya, hanyalah satu dari nyaris tak terhingga gelembung-gelembung semesta yang membulukutuk di sop dimensi string. Setiap semesta merupakan habitat tersendiri yang terpisah. Tidak ada satu pun partikel atau gaya yang bisa melintas antar semesta, nah, kecuali: gravitasi. Jadi, saat fisikawan lain mengherani bahwa gravitasi memiliki kekuatan amat sangat lemah dibanding gaya lainnya (dalam skala hingga kuadrilyun), maka Hamed mencadangkan satu jawaban: gravitasi jadi lemah karena sudah melintasi banyak semesta lain. Eksperimen dengan LHC ini diharapkan Hamed akan dapat mulai menampakkan permainan antar cangkang semesta. Jika hipotesis Hamed ini terbuktikan, bukan saja teka teki tentang gravitasi terjawab, tetapi juga teori string terbukti.

Mulai 2008, Hamed juga akan bergabung di IAS, bersama Witten dan Maldacena. IAS juga pernah menjadi tempat buat Einstein, saat ia berhijrah ke negeri Amrik.

Oh … Hai 2008 :).

Ephremides

Kurasa IEEE harus jadi kategori satu lagi di blog ini. Atau tag, kalau aku sudah memutuskan bermigrasi ke WordPress 2.3.x nanti. Urusan lain deh. So, hari ini aku menikmati jadi mahasiswa. Datang ke Univ Bina Nusantara untuk menghadiri IEEE Distinguished Lecture on Cross Layering Issues. Lecturenya Prof Anthony Ephremides, dari Univ of Maryland. Namanya Yunani bener ya, mengingatkan pada Empieles (tema tesisku, haha). Mantan Presiden IEEE Information Theory Society (dimana aku hanya berstatus ‘mantan anggota’) ini datang ke Jakarta hanya untuk satu sesi kuliah ini, dalam tur kuliahnya keliling Asia Tenggara.

Di dalam ruangan, aku baru sadar bahwa judul kuliahnya adalah Cross-Layer Issued in Wireless Networks. Tadinya aku pikir semacam GMPLS dalam network terkonvergensi, karena sejauh ini aku membayangkan beliau sebagai ahli traffic engineering. Kuliah ini lebih menyoroti kasus2 dalam wireless network berelemen banyak (single hop dan multi hop), dimana akhirnya keputusan untuk membentuk jalinan network (pada layer fisik) akan berkait penuh dengan layer2 di atasnya (MAC, IP, dst). Tapi tak sembarang cara dilakukan untuk melakukan cross-layering. Secara hati2, kita harus amati interaksi antar layer, melakukan eksploitasi atasnya. Selanjutnya adalah formula2 dengan huruf2 Yunani (kan …) yang bikin otak merasa muda lagi (haha). Dan kemudian ide tentang network coding. Yummie.

Buat yang berminat, materi kuliah ini bisa aku kirim via mail. Atau kontak host sesi ini: Mr Lukas Tanutama and Mr Wiejaya of Univ Bina Nusantara, Computer Engineering Department. Telusuri juga beberapa tulisan Pak Ephremides di sini: www.hindawi.com/13692679.html.

Di dekat toilet aku mendengar seorang senior berbincang tentang penanaman saham Telkom baru2 ini di sebuah perusahaan pengembang perangkat lunak. Waktu aku keluar, Mr Endang of Trisakti memperkenalkan aku ke beliau. “Ini Kuncoro, Pak. Dari Telkom.” Beliau menatapku lekat, trus … “Ya, saya melihat kuliah Anda di Trisakti minggu lalu. Saya duduk di belakang.”

The Story of Doing Nothing

Ekspresi biasa: “Lagi apa?”
Ekspresi panik: “Nggak ngapa2in, nggak ngapa2in.”

Itu salah satu standard joke antara aku sama Dewi. Trus suatu hari kita menjudulinya “The Story of Doing Nothing.”

Menemui oasis langka kesendirian di tengah riuh tak ramah minggu2 ini, aku mencoba menikmati “doing nothing.” Update MacSquirrel (bukan ke Leopard, masih Tiger, tapi 10.4.11). Scanning buku The Revenge of Gaia dari Lovelock. Tentang Gaia, aku pernah singgung dikit di blog ini. Yang ternyata masih pas, lucunya, malah baca2 jurnal IEEE. Pagi ini (atau barangkali malam tadi), IEEE Communications versi Desember 2007 datang. Biar punya waktu buat baca, kopi Siborong2 (digiling 15 detik, diseduh uap espresso stove, pas sekali) tidak ditambahi es.

gelombang-otak-gue-pagi-ini.gifHmm, coincidentally, banyak artikel di jurnal hari ini berkaitan dengan presentasi aku di Trisakti awal minggu ini (NGMS). Evolusi HSPA di 3GPP Rel 7. OFDM-based Overlay System. Perluasan jaringan 3G/WiMAX via WLAN. WiMAX versi mobile. Pertimbangan biaya untuk arsitektur 4G. Dll. Dll. Yang aku belum masukin hanya yang sifatnya pendek: ad hoc, sensor, dll. Eh, sebenernya dimasukin sih, tapi di bagian service. Ah, pagi yang menyenangkan: paduan kopi dan jurnal yang pas. Sedikit teringat bahwa aku harus bergegas pergi lagi. Ada satu alasan kenapa Telkom menghentikan promosi Telkomnet-Instan Weekend-net. Satu alasan saja. “Kita tidak punya weekend lagi.” Trus, aku pura2 belum lihat jam. Melanjutkan membuang waktu tidak untuk apa2.

Atau, barangkali aku harus sedikit membalik pikiran. Aku lagi berbuat banyak pada dunia. Bahwa aku tidak keluar dari rumah ini, berarti aku tidak menambah kekacauan di semesta di luar sana. Wow, aku menciptakan ketenangan dan perdamaian. I’m doing great thing. Kalau aku keluar, maka — percayalah — chaos akan kembali melanda. Pun — sekali lagi percayalah — tak ada yang bisa aku sumbangkan untuk mengejar target2 bersama. Aku cuman engineer salah jalan. Di tengah lelucon panjang di sana, justru aku sebenarnya “do nothing.”

Trus ingat, di tengah keriuhan “of doing nothing” minggu ini, Pak Adi (a.k.a. Mr Checklist) tak sengaja melihat versi cetax atas presentasiku tentang NGMS. Penasaran karena tidak ada satu checklistpun yang berisi judul aneh semacam itu, beliau mulai menginterogasi: siapa yang buat, kapan, nyontek dari mana? Wakaka. Aku betul2 hidup di ruang yang salah. Secara gitu loh.

Scanning selesai. Kopi tinggal dikit. Blogging ah. “The World of Doing Nothing” masih bisa menunggu sedikit lagi.

Trisakti

So sesuai rencana, aku sedang berada di Universitas Trisakti (Grogol, Jakarta) hari ini. Judul acaranya IEEE Distinguished Lecture on Mobile Telecommunications and Enery Efficient Systems. Ini merupakan bagian dari Dies Natalis Universitas Trisakti. Undangan untuk acara ini diterbitkan oleh Jur Teknik Elektro, Fak Teknologi Industri. Acara dibuka oleh Ibu Ir. Docky Saraswati, MEng, dekan FTI; dan Bapak Ir Chairul G Irianto, MT, Kajur Tek Elektro pada pukul 9.00. Wuih, jadi rajin nulis gelar. Udah ah.

Seperti biasa, presentasi dalam IEEE Roadshow dimulai dengan mengenalkan kembali IEEE; oleh Mas Ary (Chairman of Indonesia Comsoc chapter). Dan berikutnya aku memaparkan tema Next Generation Mobile System, yang berisi ringkasan aspek2 dalam komunikasi mobile masa kini ke depan, baik network maupun servicenya. Di network ada quality of service (QoS), di service ada quality of context (QoC).

Hall di Gedung F-G Kampus A itu penuh sesak. Rupanya kuliah umum ini diwajibkan oleh pihak jurusan kepada Mahasiswa Elektro. Umumnya mahasiswa yang hadir dari Semester 6 ke atas: sudah cukup kritis, tetapi tetap bergaya sopan. Barangkali karena ada Kajur di antara mereka, haha. Puluhan pin IEEE yang aku bawa dari Bandung kelihatannya kurang cukup, jadi akhirnya dibagikan hanya ke penanya, panitia, dan peminat IEEE.

Acara berakhir pukul 12.00. Lalu ramah tamah di Kantor Jurusan Elektro, dan kunjungan ke Lab Telekomunikasi. Hmm, terasa sangat singkat, dan kami meluncur ke Bandung lagi. Sekitar Purwakarta, hujan deras sekali. Nyaris tak nampak apa pun di luar jendela. AWGN :p

Prague

Hah? Novel? Haha, semua orang — pun kala tidur pun tak sempat — perlu pelarian. Novel ini sendiri dibeli gara2 aku mendadak demam Ceska: dapat surat perpanjangan hosting koen.cz, baca Milan Kundera lagi, termasuk akhirnya mengintip filmnya, Unbearable Lightness of Being, dan membuat web pi.koen.cc dengan tagline mempelesetkan Kundera yang lain: The Blog of Laughter on Forgetting. Dalam suasana seperti itu, buku berjudul Prague terasa pas. Biarpun sekilas aku merasa … jangan2 pelesetan dari Plague (Albert Camus).

Novel ini ditulis oleh Arthur Phillips, dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia sebagai Praha, dengan nama Prague tetap ditulis di sampul buku. Setting cerita di Budapest (yang, btw, terdiri atas Buda dan Pest), beberapa bulan setelah jatuhnya komunisme. Hongaria mengajarkan rakyatnya menganggap diri perlu ditolong (mereka dijajah Jerman pada PD II, dihancurkan dan dimusuhi semua pasukan yang berperang, lalu dijajah komunis sejak itu). Sebagian besar tokoh cerita ini adalah para expat pencari peruntungan. Sebagai expat pencari peruntungan, tentu saja mereka punya pola pikir tipikal expat pencari peruntungan (haha). Dengan satu atau cara lain, mereka merasa hilang. Ah, post-eksistensialisme, post-Plague :). Yang menarik, dengan demikian, adalah bahwa cerita ini tidak perlu mengangkat tokoh protagonis dan antagonis. Sekedar hidup di tempat yang sedang menata definisi, termasuk tokoh2nya sendiri.

John Price, tokoh yang paling sering diceritakan, selalu merasa punya visi, mengejar entah apa itu, yang dia yakin … tidak di sini. Dia terus mengejar integritas dirinya, somehow, sambil kadang terjebak seperti yang akhir2 ini seringkali aku pikirkan, bahwa sebenarnya apa yang kita lakukan bukan sepenuhnya kehendak bebas. Sebetulnya gue banget, kecuali …

Ada game sincerity di bagian awal: para tokoh bertemu di sebuah meja, bergantian membuat pernyataan (yang tak dapat dibuktikan dengan mudah), lalu semua saling menilai mana di antara pernyataan yang disebut itu yang benar, dan mana yang bohong. Aku sisipkan juga cara berpikir game itu di sini :p.

Maka di tengah cerita, Charles muda (Karoly, anak imigran Hongaria yang lari ke Amrik saat Soviet menyerbu kembali negeri itu di 1956. “Tak benar bahwa kita salah mengerti tentang para komunis. Mereka benar2 pembunuh, dan jahat.”) berkongsi dengan Imre (pengusaha Hongaria yang telah melewati seluruh penderitaan negerinya). Modal Charles diperoleh dari kongsi dengan banyak partner, yang terkesan atas tulisan John tentang Charles (Dia tak selalu menulis yang sesuai dengan hatinya. Tapi inilah hidup: kita tidak tahu mana yang sesuai hatinya dan mana yang tidak). Masalahnya, Imre mengalami koma. Dan Charles menjual perusahaan mereka ke perusahaan asing dengan keuntungan luar biasa. Saat transaksi ditepuktangani, Imre bangun: lumpuh tetapi bisa berkomunikasi. Terjadi ledakan kemarahan dan penyesalan atau tuduhan jahat? Tentu tidak. Ini, sekali lagi, bukan sinetron Indonesia.

“Kayak apa sih rasanya?” tanya John. Untuk mana Charles mengejek, “Hare gene? Mikirin perasaan?” Sebenernya begitulah seringkali kita berpikir: sesekali mencoba berempati dan di kali lain mengabaikan perasaan. Hidup toh harus jalan terus: ini amanah, Bung. Konyol kalau misalnya menuding Charles penjahat. Dia bukan misalnya pengejar harta yang serakah, tetapi hanya orang yang mencoba secara jujur dan terampil mencari kesempatan bisnis. Tertembaknya Charles, dan terfitnahnya John, hanya merupakan cara untuk menutup novel agar tak jadi lembek. John pergi ke tempat yang sesuai visinya: Praha, memasang harapan yang sama, dan barangkali menemui letup2 hidup yang berbeda tapi sebenarnya sama lagi.

Waktu buku ditutup: ah, sebenarnya memang hidup tak jauh berbeda :p. Mudah2an tak terperangkap seperti tokoh Nadya yang menggelung diri dalam ingatan kolektif. Dan, oh ya, novel ini membosankan.

NGMS

Tadinya judulnya mau next generation mobile services. Tapi Mas Ary minta lebih dari service. Haha, service pun bisa beberapa jam, kalau aku dikasih waktu sebanyak itu. Tapi, OK, akhirnya jadi next generation mobile system. Biar masih NGMS. Masih bagian dari rangkaian IEEE roadshow dan knowledge sharing setelah Surabaya bulan lalu. Sayangnya belum sampai ke luar Jawa. Mungkin Mas Ary dan Mas Arief menunggu ada permintaan.

Dengan beralih dari service ke system, aku harus menambahkan soal network. Maka, NGMN, seperti yang pernah sempat diulas di blog ini juga. Tentu NGMN layers yang mengadopsi berbagai metode akses itu akan disinggung juga. Tapi di sisi ini, aku tergerak membahas kandidat-kandidat yang sedang dipertimbangkan oleh ITU untuk menjadi standard 4G.

Lebih jauh soal ini, aku tulis ringkasannya dwibahasa di Telkom.info dan blog Network. Intinya ITU menghendaki transmisi dengan OFDMA (versi multi-user dari OFDM). Tentu diharapkan semua informasi sudah dialirkan sebagai data paket berbasis IP, dari ujung ke ujung (seharusnya ini terlaksana untuk 3G, tetapi kelihatannya waktu itu belum mungkin). Tiga kandidat itu diajukan oleh Ericsson dan kelompok 3GPP serta kubu GSM-nya yang mengajukan LTE (long-term evolution); Qualcomm dan kelompok 3GPP2 serta kubu CDMA-2000-nya yang mengajukan UMB (ultramobile broadband); serta kelompok WiMAX yang mengajukan WiMAX II (IEEE 802.16m). 802.16m ini pengembangan dari 802.16e yang telah memiliki mobilitas terbatas.

Trus … kembali ke soal services :). Tapi sementara itu, malah ada undangan ikut demo dalam rangka menyemarakkan percepatan pembukaan Kode Akses SLJJ. Kayaknya menarik juga. Mudah2an aku nggak jadi baik Franz maupun Sabina, yang harus terjebak kitsch berwujud demo, pawai, acungan tangan, di bawah pemerintahan sarang kitsch di republik yang indah ini. Ah, nggak lah.

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑