Author: Koen (Page 25 of 87)

PT Harun Yahya

Tidak seperti di Amerika Serikat, Teori Evolusi diajarkan di Indonesia secara damai dan nyaris tanpa pertentangan. Diajarkan sejak awal masa baligh di SMP, teori ini dianggap sama wajarnya dengan teori2 lain, seperti lempeng benua, teori elektromagnetika, dll (teori kuantum nunggu SMA –red). Tentu memang ada kekhawatiran bahwa teori ini tak ditentang bukan karena dianggap wajar, tetapi karena metode pendidikan tingkat menengah di Indonesia yang masih dangkal itu menjadikan semua teori sebagai hal yang hanya perlu dibaca sebentar, dipakai menjawab ujian pilihan ganda, dan kemudian dilupakan selamanya. Tak menjadi dasar pengambilan keputusan, baik skala pribadi maupun skala nasional :). Paling jadi candaan: “Eh, teori evolusi itu yang bilang bahwa manusia keturunan monyet kan? Kalau liat muka elo sih, kelihatannya memang benar.” Tapi itu dulu.

Kini, murid2 menjadi semakin pintar. Khususnya setelah tumbangnya rejim Soeharto, pikiran kritis sudah menjadi keseharian di sekolah. Diskusi dengan mahasiswa zaman sekarang sudah berbeda dengan diskusi dengan para korban brainwash gank Soeharto. Tapi itu aspek positif. Aspek di sisi lain adalah Harun Yahya :).

Berlawanan dengan perkiraan orang, Harun Yahya bukanlah nama orang. Ini adalah nama samaran bagi sebuah tim, dalam sebuah organisasi, dengan Adnan Oktar sebagai ideolog utamanya. Tujuannya mulia. Mengangkat kebenaran dan keindahan Islam menggaung ke seluruh dunia. Tapi tak beruntungnya, kebenaran Islam di sini adalah kebenaran dalam interpretasi organisasi itu. Adnan Oktar sendiri menyukai sains, dan sekaligus mistisisme, lalu ia gabungkan sebagai Sains Islam. Tapi terbitan pertama tokoh ini malah menyoal zionisme, kepalsuan holocaust, dll; yang membuatnya sempat dihukum. Tak lama ia mulai menerbitkan serial Sains Islam yang memang menawan. Semesta ciptaan Allah yang indah (segala puji bagimu, Rabbal ‘Aalamiin). Tapi kemudian sambil menyangkal teori evolusi. Harun Yahya mulai memaksakan pendapatnya tentang cara Allah mencipta dan menyusun semesta. Allah tidak boleh menjalankan semesta sesuai yang dideskripsikan oleh Teori Evolusi (tapi boleh dengan teori kuantum, mudah2an). Lebih menarik lagi, Allah harus masuk ke sains, harus teramati di mikroskop: harus kelihatan dengan mata. Misalnya mata itu sendiri :). Mata adalah bukti bahwa struktur itu diciptakan sebagai struktur, bukan melalui evolusi: ini adalah bukti adanya Sang Pencipta. Kita bisa melihat Sang Pencipta di sini. Begitu ulas Harun Yahya. Berikutnya adalah tuduhan: Teori Evolusi adalah teori atheist. Darwin adalah biang dari materialisme yang artinya biang dari komunisme, naziisme, zionisme, kapitalisme, soekarnoisme, marhaenisme, soehartoisme, terorisme, dll. Tapi jangan lupa bahwa naziisme tidak jahat, karena Harun Yahya sendiri bilang bahwa holocaust itu palsu. Buku2 Harun Yahya diinternasionalkan dalam bahasa2 dunia: Inggris, Urdu, Indonesia. Dan disambut hangat. Jangan lupa, bagian depannya memang bagus :).

picture-9.png

Sementara itu para ilmuwan jadi terpaksa garuk2 kepala. Justru dengan Darwinisme, evolusi genetik, dan evolusi mimetik, evolusi budaya, didukung berbagai teori menarik, misalnya teori game, orang bisa memahami bagaimana budaya terbentuk, dan bagaimana cara terbaik menata masyarakat. Orang yang sungguh2 paham Darwinisme akan menjadi manusia yang menjaga nilai2 pribadi maupun nilai2 masyarakat. Kenapa? Coba tamatkan buku teori game. Justru orang2 dogmatik, yang tak paham ilmu, yang memperalat ideologi dan agama untuk saling membunuh dan menghancurkan.

Aku pikir tadinya demam Harun Yahya akan pudar, dan akal sehat menang. Tapi tentu aku terlalu banyak nonton film :). Dalam kehidupan nyata, justru Harun Yahya sedang memulai tahap baru dari offense-nya. Sebuah buku Atlas of Creation dicetak dan dikirimkan ke banyak sekolah di Eropa. Dukungan segera datang dari beberapa pemuka berbagai agama di Eropa: Protestan, Katolik, Yahudi, dan Islam. Terjadi kaukus kreationisme. Keren juga, jadi Pancasilais yang bisa menyatukan agama2 :). Orang Islam yang tadinya menganggap injil itu tak perlu dibaca (dengan alasan sudah terjadi modifikasi atas ayat Tuhan di dalamnya), kini jadi ikut rajin membaca genesis. Protes berdatangan. Sementara itu masyarakat Perancis gelisah, membacanya sebagai peningkatan radikalisme Islam dalam bentuk perang pikiran. Berikutnya Atlas ini juga disebarkan ke ke seluruh dunia

Tapi, huh sebalnya, bukankah cara Harun Yahya itu sendiri memang tak berbeda dengan cara sebuah kepercayaan disebarkan? Dimulai dengan hal2 yang baik, seperti moral, kasih sayang, yang tak seorangpun akan menyangkalnya; kemudian didukung hukum2 primer; lalu hukum2 sekunder; dan standardisasi; lalu konsensus yang memilih satu hal baik di atas hal baik lainnya (soal pilihan); lalu pematahan ketidaksesuaian pendapat. Dan, demi moral dan kasih sayang, tapi juga demi level ketakutan tertentu, orang masih terus memberikan dukungan. Untuk berlepas dari fraud model Harun Yahya dan model serupa, orang harus mulai juga berlepas dari kebiasaan menerima agama (yang mau tak mau harus diakui: hasil evolusi budaya juga) apa adanya. Orang harus kembali beragama dan berkomunikasi dengan Rabb-nya dengan bersih, yakin diri, ikhlas, kuat, percaya diri; lalu menatap sesamanya dengan kasih sayang tanpa syarat.

“Tapi kan buku Harun Yahya berisi ayat Qur’an.”
“Terus? Mau bikin buku sains beneran yang berisi ayat Qur’an juga boleh kok.”
“Dan dalam kitab suci mana pun tidak tertulis tentang teori evolusi.”
“Dan juga teori kuantum.”
“Teori kuantum ada. Si Koen pernah menuliskan di web yang lama. Nggak tahu kenapa dihapus.”
“Iya, kalau diinterpretasikan seperti itu. Tapi teori evolusi juga ada, kalau diinterpretasikan dengan cara yang sama. Juga teori string, biarpun belum jelas teori string benar atau salah.”
“Tapi buku Harun Yahya dijual di masjid.”
“Jualan di masjid?”

Apa sih yang paling berbahaya dari Harun Yahya? Orang Islam sibuk menajiskan evolusi, peran DNA, dll, plus jualan di masjid; sementara orang2 yang dituding sebagai atheist itu melejit memanfaatkan biotechnology. Tertutup pintu kita untuk revolusi akbar setelah revolusi semikonduktor.

“Ah, dasar si Koen atheist. Pasti dia mau bilang juga bahwa bumi mengelilingi matahari.”

ToE: Exceptionally Simple

Beberapa blog fisikawan sempat ikut teragregasi di Amigos. Tak lagi: bosan dengan flame war dan politik di antara mereka. Kadang saja masih kukunjungi. War akhir tahun lalu menyangkut sebuah preprint yang tersimpan di arxiv, tulisan Garrett Lisi, berjudul An Exceptionally Simple Theory of Everything. Hah? ToE bisa ‘exceptionally simple’? Tentu saja pendukung teori string berang, sementara kelompok Perimeter memberikan dukungan. Terjadi perang yang tak terlalu ilmiah :(.

Tapi Science & Vie bulan ini justru menjadikan paper Lisi sebagai topik utama: “Théorie du tout, Enfin! Un physicien aurait trouvé la pièce manquante.” Pakai tanda seru gitu. Dan pakai ‘missing piece’ kayak makalah2 kuno tentang evolusi (sekarang sudah terpecahkan –red). Terpaksa prep Lisi yang belum selesai dibaca itu dibuka lagi. Tapi, sebelum salah sangka, judul prep ini memang disengaja agak memelesetkan. Arti harfiahnya memang percobaan menyusun ToE tanpa sesuatu yang rumit seperti supersimetri dan dimensi ekstra. Tapi yang juga (sebenarnya) dimaksudkan adalah bahwa struktur yang digunakan dalam prep ini, yaitu E8, merupakan exceptional simple group. Ini adalah struktur aljabar temuan matematikawan Norwegia Sophus Lie. Simple secara matematis berarti bahwa group ini tidak memiliki jenis struktur internal tertentu, dan exceptional hanya berarti bahwa group ini termasuk dalam sejumlah kecil simple Lie group yang tidak termasuk ke kelompok besar keluarga simple group, di mana tak terhingga anggota lainnya berada. Pelesetan ini, dan kehebohan itu, rupanya berhasil menarik media. Walaupun beberapa pendukung Lisi (yang tentu tidak harus 100% setuju paparan ini) menyatakan bahwa diskusi ke khalayak sebaiknya menunggu hingga prep ini benar2 telah diulas para pakar, setidaknya 1 tahun; media sudah mulai berlomba menyampaikan ulasan.

Kembali ke prep. Abstraknya singkat.

All fields of the standard model and gravity are unified as an E8 principal bundle connection. A non-compact real form of the E8 Lie algebra has G2 and F4 subalgebras which break down to strong su(3), electroweak su(2) x u(1), gravitational so(3,1), the frame-Higgs, and three generations of fermions related by triality. The interactions and dynamics of these 1-form and Grassmann valued parts of an E8 superconnection are described by the curvature and action over a four dimensional base manifold.

400px-e8_graphsvg.png

Yummie. Aku bacain paper ini sekitar jam 3 pagi. Mm, harus cerita dari mana ya? Haha. Tapi yang jelas, memang ini masih jauh dari teori lengkap, tak seperti yang dibilang Science & Vie. Huh, dasar media. Eh, nggak dink. Masih jauh lebih cerdas dari detikcom misalnya :). Apa ya misalnya. Di bagian mana sih di paper ini formula2 itu dikuantumkan? Atau memang nggak perlu? Jadi bagaimana mengunifikasikan relativitas dengan mekanika kuantum kalau formulanya belum dikuantumkan? Ah, andai aku jadi matematikawan mendadak untuk memahami hal sederhana ini.

Sementara itu, kalau berminat, coba kita blogwalking tentang tema ini: Sean Caroll, Peter Woit, Jacques Distler, Sabine Hossenfelder. Ada lagi? OK, aku terusin baca dulu …

lisi-arxiv.jpg

SMKN1 Cihampelas

Hari ini aku beruntung boleh menghindar sebentar dari kantor. Dapat tugas menyampaikan knowledge sharing ke siswa siswi SMKN1 Cihampelas. Bukan, ini bukan Cihampelas yang dikenal para wisatawan pengunjung setia Kota Bandung. Cihampelas yang ini adalah salah satu wilayah di Kabupaten Bandung Barat, di dekat Batujajar. SMKN mereka masih baru. Jadi isinya baru murid kelas 1 (atau kelas 10). Jurusannya informatika, komputer, dan jaringan. Kedengerannya keren? Percayalah, isinya lebih keren lagi.

Aku selalu sama seriusnya menyiapkan materi, baik pendengarnya dosen, mahasiswa, maupun murid SMA. Judulnya Internet Service & Technology (“Maaf, pakai bahasa Inggris. Tadinya saya pikir yang datang SMKN 1 Uzbekistan“). Cerita tentang Internet dari komputer, network, ke Internet, jadi awan, lalu servicenya, masuk ke Web dan Web 2.0, lompat ke browser dan main2 dengan Google, lalu ditutup dengan beberapa produk Telkom untuk akses Internet. Salah satunya adalah Telkomnet Flexi, yang dipakai sepanjang presentasi, gara2 driver WiFi di notebookku belum beres. Alhamdulillah, Telkomnet Flexi hari ini berperformansi amat gemilang :). (Makasih ya, temen2 di backroom: FWN dll, jadi kita nggak malu).

Di awal presentasi, aku bilang: “Jangan ragu bertanya, dan menginterupsi. Jangan takut dibilang nggak sopan. Yang nggak sopan adalah kalau kita belum paham tapi diam. Itu membuang uang, waktu, dll, sia-sia: sangat nggak sopan.” Mereka menanggapi dengan memberikan pertanyaan yang … wow … menunjukkan kehebatan anak2 Abad XXI ini. Duh, mestinya SM di Telkom diganti sama mereka :). (No offense, Boss. Cuman kagum.)

Beberapa pertanyaan dari siswa siswi Kelas I ini:

Seorang siswi:Kalau setiap negara berhak memberi lisensi nama domain di bawah CCTLD. Lalu siapa yang memberi hak membuat nama CCTLD itu sendiri?
Seorang siswa:Bagaimana metode pengamanan network, baik untuk jaringan dengan kabel maupun tanda kabel?
Seorang siswi: Seberapa jauh cuaca bisa mempengaruhi kualitas akses Internet?
Seorang siswa:Apa hambatan terbesar dalam memasang saluran broadband? Misalnya, kenapa sekolah saya belum dipasangi Internet broadband?
Seorang siswi:Siapa yang memberi izin penggunaan teknologi baru di Indonesia? Satu lagi: mengapa Flexi harus menggunakan teknologi combo, sedangkan GSM bisa dibawa ke mana saja?

Pagiku hari ini tak sia2. Aku mensyukuri anugerahmu, Ya Allâh, atas waktu yang dapat kumanfaatkan dengan baik pagi ini. Dan kunikmati setiap detiknya. Makasih ya, Pak Kepala Sekolah, Pak Guru, dan siswa siswi SMKN 1 Cihampelas :). Dengan manusia semacam Anda, Indonesia akan maju ke masa depan yang gemilang.

PHB dan Non-PHB

Beberapa SM di Telkom benar2 tipikal PHB. Terutama zaman2 sebelum sekarang. Yang sekarang … ya, cuman tersesat dikit.

Zaman dulu:

SM Keuangan: Tahu nggak Pak, Kuncoro ini bisa punya domain kun dot co dot ro (kun.co.ro)
SM Performansi: Hah ?
SM Keuangan: Kalau orang lain kan domain harus dot com, atau dot co dot id. Kalau Kuncoro ini ambil dari negara mana gitu, jadi bisa bikinnya kun.co.ro
SM Performansi: Hoh ?

Bersyukurlah Telkom, bahwa SM Performansi yang itu akhirnya didepak :). Kemoronannya dia bukan dalam satu hal itu aja sih. Satu hal lagi, SM Keuangan lebih smart (jauh lebih smart) dibandingkan SM Performansi masa itu. Kalau masa kini, udah SM with brain. Tersesat dikit juga lucu, nggak menyebalkan.

Bandung: … Tapi untuk identifikasi dan customer hotspot di cafe, kita perlu pasang RADIUS khusus.
SM Marsal: Berapa harganya?
Bandung: Variasinya banyak. Perangkat RADIUS kecil bisa tiga jutaan.
Aku: Atau pakai dedicated server, plus software RADIUS, dikostumisasi menurut …
Bandung: Ya itu bisa juga. Kapasitasnya bisa besar. Kita cari saja server 20 jutaan untuk skala ini.
SM Marsal: Di Jakarta ada hotspot yang radiusnya besar, sampai hampir berapa kilo, harganya 850 ribu saja.

Mmmmm

Yang terakhir, percayalah, bukan permoronan. Itu cuman karena beliau terlalu mendalami perflexian dan bisnis mobile communications. Andai beliau tahu, bahwa selain RADIUS, ada juga DIAMETER.

Pertemoean Peretas

Pun hanya dalam bekerja, aku sering hidup dalam dua dunia. Apakah aku orang komunitas yang memanfaatkan fasilitas Telkom, atau orang Telkom yang memanfaatkan hubungan dengan komunitas? Aku selalu menganggap bukan dua2nya. Telkom bukan hal terpenting dalam hidupku. Dan komunitas itu jamak. Tapi seperti orang lainnya, kita tentu cenderung melakukan sinergi berbagai sisi hidup kita, sambil berharap mudah2an hasil akhirnya optimal. Dan kalau itu berhasil, kita merasa jadi hacker.

Aku sendiri merasa beruntung, bulan ini banyak ketemu dengan para peretas (hackers). Malam tahun baru (1 Muharram 1429), waktu rekan2 Isnet membentuk Koperasi, aku duduk semeja dengan Mas Ahmad Rully (Afumado Rurrii). Ini typical hacker Isnet (dalam budaya yang meliputi misalnya Mas Aria Prima, Mas Kumoro Wisnu Wibowo, sampai Mas Harry SufehmiMbak Ranti enaknya dihitung nggak ya?) — orang2 yang selalu bikin aku kagum, yang lebih banyak bekerja keras di balik layar, namun jarang terdengar suaranya di atas pentas :). Aku hanya ketemu Mas Aria sekali waktu beliau berkunjung singkat ke ITB, dan sekali ketemu Mas Kum waktu beliau beresepsi pernikahan. Jadi beruntung bisa ketemu Mas Rully, yang aku sambar untuk duduk semeja. Dan tak lama Mas Harry Sufehmi (berambut panjang!!) bergabung ke meja itu. Jadilah meja itu sayap hacker Isnet :).

Beberapa hari kemudian, ketemu lagi dengan Mas Harry Sufehmi di Waroeng Podjok of Plasa Senayan, berbincang tentang SMS content dan mobile content lain, dengan Mas Fami Fachruddin, dan Mas Budi Putra. Dan di ruang tak jauh, Café Bean of Plasa Senayan, beberapa jam kemudian, ketemu dengan kelompok besar anggota milis Teknologia. Judulnya Teknologia Offline. Di sini, selain ada wajah lama seperti Avianto dan Kukuh, banyak wajah yang baru buat aku, incl Irfan Tommy, Pitra, Adeline, Hasyim, Andi, Ilya, hmm siapa lagi ya. Tema umum tentang memulai deployment content ke masyarakat, dari berbagai sisi. Notulen ada di milis, dan bisa digoogle. Url ke mereka, bentar ya :).

teknologia-offline.jpg

Masih di Jakarta, aku baca ajakan ketemuan KLuB (Kelompok Linux Bandung). Aku minta ketemuannya ditunda, biar aku ada di Bandung, haha :). Tapi syukurlah mereka mau. Jadi akhirnya baru hari Minggu kemarin aku ketemu para hacker muda dari KLuB. Jumpa diawali di Pondok Baca Arcamanik, dimana KLuB punya komitmen melakukan instalasi dan maintentance LTSP untuk komputer buat anak2 kurang mampu. Trus dilanjutkan makan2 di Suis Butcher. Suasana perhackeran bikin Suis Butcher lebih menarik daripada hari lain. Anggota KLuB yang hadir a.l. Wisnu Manupraba, Antonius Aryo, Zaki Akhmad, dan Rolly Maulana. Tidak ada anggota KLuB dari angkatan tua, haha. Jangan2 udah pada pindah ke Mac :p. Aku coba ajak rekan2 KLuB untuk menggelar LTSP buat jadi solusi pengadaan jaringan komputer di sekolah2 lain yang secara finansial belum kuat, barangkali pakai dana CDC.

klub-at-suis-butcher.jpg

Udah selesai? Belum. Januari belum berakhir. Dalam kerangka Telkom, aku menghabiskan dua hari ini di Lembang, melakukan join plan session bersama Divisi Multimedia. Waaaa, djoempa hacker lagi. Orang2 pintar Telkom ini lebih banyak di balik layar memang. Takut dibajak, haha :). Tapi merekalah yang bikin aku yakin bahwa Telkom masih punya masa depan yang OK. Dan, OK, untuk menghormati gaya hidup mereka, nama mereka juga nggak aku tulis.

Katyusha

Salah satu pernik masa perang dingin adalah Katyusha. Ini adalah peluncur roket (dengan kemampuan luncur banyak roket) yang dibangun masa awal Perang Dunia II, dan di tahun 1980an dulu sering digunakan bangsa2 timur tengah, saat Uni Soviet masih mendukung persenjataan mereka, hanya untuk mencegah meluasnya pengaruh Amerika Serikat (bukan saja melalui Israel) di kawasan itu. Di awal 1990an, waktu aku pertama kali punya notebook (dan sekaligus pertama kali punya komputer sendiri), aku menamai sistem itu Katyusha. Dan memang banyak yang diluncurkan dari situ :)

Katyusha berpindah tangan ke Oom Jos (sorry, aku membuat konsensus sama Kukuh untuk saling memanggil Oom, jadi semuanya harus ikut tercemar jadi Oom dan Tante juga, wekk). Dan aku harus beli notebook kedua. Karena ini adalah copy yang sama, aku menamainya Katyusha II. OK, aku harus mengakui, waktu itu aku lagi nggak kreatif cari nama. Tapi dengan Katyusha II ini aku pertama kali in touch dengan Internet. Dan peluncuran-peluncuran masih berlangsung. Katyusha II ini masih menggunakan Windows 3.1, biarpun ia masih hidup mendekati Abad XXI ini. Tapi spec-nya tak menarik lagi untuk dibawa ke Coventry, di mana aku menghabiskan tahun pertama Abad XXI.

Di Coventry, aku tinggal di apartemen Faraday. Aku menamai notebook berikutnya Crescent. Itu dinamai waktu bulan sabit tampak di langit jernih. tapi Crescent tidak stabil. Setelah beberapa kali format ulang, didukung alat bantu yang membuat kerja jadi efisien, sistem itu aku rename jadi Faraday. Memang agak nggak kreatif. Tapi bener2 aku lagi kagum sama Michael Faraday (yang manusia, bukan yang apartemen). Ingat kan? Ilmuwan yang membuat fondasi berbagai hukum elektrik & magnet, tapi tak paham kalkulus, dan cuman geleng2 waktu formulasinya dinotasi ulang secara elegan oleh Maxwell. Faraday lebih suka gambar garis2 gaya daripada rumus medan :). Faraday menolak disodori gelar kebangsawanan oleh pemerintah Inggris. Apa lagi ya? Oh, waktu itu sedang musim kuliah Faraday oleh IEE (sekarang IET) yang mengajarkan ilmu engineering kepada pelajar dan masyarakat awam.

Faraday si notebook berhasil membantuku menyelesaikan tesis. Tesis nyaris tanpa kalkulus. Banyak garis. Itu konfigurasi network, bukan garis gaya :). Bukan berarti kuliah tanpa kalkulus :). Bagian2 berkalkulus sudah diselesaikan dengan Mathcad zaman pakai Crescent.

Trus, setelah Faraday, tentu saja Maxwell. Aku nggak terlalu kreatif :).

Yang pusing harus sering dikasih nama adalah flash drive. Kalau sudah terpasang di komputer, kita pusing kalau cuman baca drive F, G, sampai N segala. Hmm, flash driveku yang mana, SD card yang mana, XD card yang mana? Keterusan dengan Maxwell, aku kasih nama menurut nama ilmuwan lagi. Tapi udah pindah ke Abad XX. So, ada Feynman, Neumann, Weyl, Dirac, Fermi, dll. Dan suatu hari aku iseng mengubah jadi nama pahlawan Afrika: Nyerere, Mandela, Lumumba. Berhenti waktu Pak Agus menyampaikan dengan halus: “Dicek dulu. Tadi Lumumba jatuh terinjak.” Aku jadi berhenti menamai flash drive dengan nama orang lagi. Bayangin kalau aku ngasih nama menurut nama seleb blog, trus flash drivenya terinjak lagi. “Aduh, Maylaffayza terinjak, dan Priyadi kena virus.” Kan kasihan.

So, aku menamai dengan k- diikuti nama bintang. k-Sirius yang pertama. Tapi diembat sama Pak Tris :), dan syukurnya nggak diganti namanya. Trus k-Pollux, yang berisi data pekerjaan yang sedang aku kerjakan. Not necessarily yang paling penting. Dan k-Castor, tempat data yang perlu dipertukarkan. Dan Pak Agus lagi yang harus jadi korban. “Namanya apa sekarang? Castor?” Ya, Castor saudara kembar si Pollux. Castor yang manusiawi, Pollux yang dewawi. Castor mati dalam perang, tapi Pollux minta saudaranya tidak dimatikan, karena masih ingin berjuang bersama. Maka para dewa2 ajaib itu mengangkat keduanya, Pollux dan Castor, ke langit, bercahaya sebagai Gemini si kembar. Lihat web Novi Scorpius kalau mau melihat posisi mereka. Mind you, dalam cerita perdewaan itu, si kembar itu dua2nya cowok, haha. Nggak romantis? Syukurin.

OK, reinstalling harddisk notebook selesai (yang ini ngetiknya pakai Mac Mini yang dinamai MacSquirrel –tambahan). Aku masih pingin berdongeng sih. Tapi, kerja dulu ah. Btw, enaknya aku kasih nama apa nih, sistem yang baru diformat ini?

Blog Readability

Aang: “Loh, Koen, kamu di mana?” (via telepon –red)
Koen: “Masih di kantor. Kenapa?”
Aang: “Di kantor kamu kok bisa ada kata ekstrapolasi?”
Koen: “Hush, nguping. Ada kata asimptotik malahan, barusan.”

Komunikasi memang tidak diharuskan bersifat general. Ia hanya perlu menimbang diskursus (yang dalam terminologi Foucault lebih mirip OS atau platform dalam sistem pikiran individu maupun kelompok) para komunikan. Komunikasi, dengan demikian, hanya memiliki arti yang spesifik bagi komunikan yang terlibat, dan tidak bagi pihak lain. Masalahnya, kalau kita menulis blog, kita suka lupa siapa yang jadi tujuan tulisan. Kadang, konyolnya, kita menulis seperti menulis buat diri sendiri. Bahasa yang kita tulis adalah bahasa yang kita pahami, bukan yang dipahami 68% rakyat Indonesia. Dosa ini lebih khusus menimpa profesional IT, yang memang duluan mengenal blog, tapi akhirnya tidak lebih baik mensikapi komunikasi melalui blog. Syukurlah pada generasi2 berikutnya, blogosphere (ranah blog) banyak juga diisi penulis2 beneran, dari berbagai bidang ilmu.

Oh, di Criticsrant ada semacam tool untuk menguji keterbacaan blog kita menurut tingkat pendidikan pembaca. Blog kun.co.ro ini misalnya, memperoleh score:

Postgrad

Ada yang salah. Pasti :). Ini kan blog berbahasa Indonesia. Tapi kita coba blog Network yang berbahasa Inggris. Ini hasilnya:

Genius

Apparently, ada kegagalan berkomunikasi; secara blog itu tidak ditujukan untuk para jenius, tetapi untuk rakyat biasa yang memperhatikan perkembangan network engineering. Atau kita coba koen.telkom.us (en anglais).

High School

OK, yang ini lebih mendekati segmen pembaca Indonesia :).

Trus ingat kritik Imam Prasodjo minggu lalu, bahwa orang Indonesia amat buruk kemampuan berbahasa Inggrisnya. Beda misalnya dengan di Thailand, yang sehari2 juga warganya jarang berbahasa Inggris, tetapi kemampuan bahasa Inggrisnya sangat baik. Faisal Motik menanggapi bahwa memang kemampuan bahasa Inggris orang Indonesia itu hanya untuk special purpose.  Fisikawan Indonesia bisa berpresentasi amat baik tentang fisika, dalam bahasa Inggris, plus berdiskusi secara mendalam; tapi bahasa Inggrisnya mendadak kacau kalau membahas politik atau sekedar berbelanja.

Ssst, tapi … blog Anda dileveli apa?

INTP – The Engineer

F: “Jadi? Besok?”
K: “Besok. Tapi ..”
F: “Tapi?”
K: “Kalau ketemu aku jangan kanget ya. Aku pendiam, susah ngobrol, dan nggak serame di mail list.”

Itu kisah dengan seorang ikhwan dari Isnet 10 tahun yang lalu. Bukan sesuatu yang unik. Aku yakin, 68% dari kita pernah harus mengucapkan hal yang sama. Kaum2 antisosial, merasa bisa bersosialisasi dengan baik saat menemukan Internet, tapi ternyata masih bisa dibilang menyedihkan untuk komunikasi interpersonal yang sesungguhnya.

Tapi, well, itu sepuluh tahun yang lalu. Aku udah banyak berubah, udah belajar menyukai keramaian, belajar berani mulai mengajak bicara, belajar naik panggung tanpa menampakkan kegugupan lagi, belajar berteriak, belajar terbuka ke orang lain. Pokoknya bukan aku yang sama dengan aku yang di kampus, yang di Isnet, yang … yang itu deh.

Masa?

Click to view my Personality Profile page

Haha :). Masih :).

Test ini aku ikuti mengikuti link dari Nita. Menarik, sebagai kegiatan yang membuka hari pertama tahun 1429. Bagaimanapun, sebelum kita menyusun target, membuat list resolusi, dll, kita perlu meluangkan waktu untuk kembali mengenali diri kita. Mencari tahu … ada di mana kita sekarang.

Hmm, ada di mana sih?

Semalam, tahun baru dirayakan bersama rekan2 Isnet di BSM. Oh ya, baik umat Muslim maupun Yahudi mengawali hitungan hari selepas Maghrib. Jadi waktu itu lah tahun baru Hijriyah dipancangkan, bukan tengah malam seperti tahun baru Masehi. Di layar ditampilkan wajah2 Isnet belasan tahun lalu — waktu aku bahkan belum pernah dengar nama Isnet. Tapi memang langsung terbayang detik2 pertama aku bergabung dengan Isnet, dan pada saat yang sama juga dengan Internet :). Isnet dulu, via BBS, baru Internet. Lucunya, bentuk bayangannya bukan semacam nostalgia. Lebih mirip list berisi visi2 yang aku perkuat, yang aku ubah, yang aku lupakan. Aku bangga ada prinsip yang aku pegang, tapi juga bangga bahwa aku punya kekuatan melepas prinsip yang pernah aku pegang. Trus, aku baru ingat: malam tahun baru memang pas untuk menimbang :). Membuat beberapa point resolusi, termasuk. Tapi, sambil minta maaf ke Nita (ya, Nita yang sama dengan yang di atas), resolusi yang aku buat nggak bersifat public. Maaf ya :).

Kembali ke hasil test. Hasilnya INTP. Lucu, kayak aku bilang tadi. Aku merasa sudah melakukan perubahan diri agak radikal. Tapi, misalnya, level introversi masih besar. Misalnya jadi 55%, aku pikir OK. Tapi 79% itu (di atas setengah akar dua!!!) menunjukkan sesuatu yang nyaris absolut. Dan justru sifat ini yang sibuk aku perangi, karena aku berpendapat bahwa interdependency lebih berharga daripada single fighter selalu. Nilai 68% untuk intuisi dan thinking, walaupun memang gue banget, juga nggak menarik; secara 68% adalah angka yang biasa diambil oleh tukang ngasal. Jadi kesannya test ini palsu juga. Hush :).

Hasil test rekan2 lain:
Anita Pratanti: INFP (beda 1 sama aku)
Arie Kusumaatmaja: INTJ (beda 1 juga)
Budi Rahardjo: ENFP (beda 2, pantesan jarang nyambung, haha)

Bagaimana dengan Anda?

Nokia Twelve Hundred

Masalah pemanasan global mulai memanas dan soal krisis energi mulai dikritisi. Tokoh politik (dalam arti positif) mulai mengingatkan masyarakat dan memperbaiki regulasi. Pembalak hutan mulai dikerasi, biarpun malah dilindung oknum menteri oon tertentu (cuma oknum). Industri2 mulai mendorong lifestyle masyarakat yang ramah lingkungan.

Di RRC misalnya, ada semacam regulasi yang mendorong produk ponsel negeri itu menggunakan charger standar. Dan tentu, standar yang tidak sulit, yang sudah ada sebelumnya, adalah USB. Maka tak heran, ponsel baru buatan RRC (dan juga Taiwan) kini menggunakan charger berinterface USB. Charger2 bisa saling dipertukarkan antar merk HP. Almarhum Xphone II punyaku bisa berbagi charger dengan Huawei misalnya. Dan tak perlu heran bahwa justru RRC yang punya ide semacam ini. Selain menjadi kekuatan baru dalam industri selular (d/h sel ular), mereka juga jadi konsumen terbesar. Bayangkan penghematan yang bisa dilakukan kalau semua merk HP yang dijual dalam skala RRC menggunakan charger yang sama, dan bayangkan penghematan bagi konsumen jika misalnya HP-HP RRC/Taiwan yang umumnya agak murah itu bisa dijual lepas tanpa charger (karena toh di rumah atau di kantor kita sudah punya charger yang cocok).

Nokia punya pendekatan berbeda. Darpos (sadar posisi) sebagai pemasar HP terbesar secara global, termasuk posisi sampingnya sebagai trendsetter; Nokia mulai menampilkan lifestyle yang berbeda: HP amat hemat energi. Pertengahan tahun lalu misalnya, Nokia meluncurkan produk HP bertampilan jadul: Nokia 1200. Jangan salah: tampilannya memang jadul, dan layarnya monokrom hijau; tapi featurenya lebih jadul lagi. HP ringan, berbahan murah, dan hemat energi ini sempat menarik perhatian pasar. Review atas HP ini bukan tampil di majalah2 HP kelas tabloid, tetapi justru di majalah gadget keren, dan majalah2 sains. Majalah Science&Vie di bawah ini misalnya. Harga HP ini tak semurah HP RRC yang berlayar monokrom. Ini Nokia dengan lifestyle, bukan paket HP murah :).

nokia1200.jpg

Mungkin mirip style naik sepeda ke kantor.

“Hare gene? Ke kantor ngayuh sepeda?”
“Heit, ini bukan sepeda Oemar Bakrie, tetapi ini sepeda lifestyle.”
“Heya. Lagian guru zaman sekarang gajinya tinggi lo. Tapi kok bentuknya sama, featurenya sama? Sama2 jelek.”
“Ini lifestyle! Geto loh! Secara geto loh!”
“Sama stylishnya dengan ABG Amrik yang konon lagi gandrung knitting ya?”
“Mungkin. Eh, masa? Tapi sama dengan gaya minum kopi tanpa gula. Selain menghemat gula, mencegah diabetes, juga dilabeli gede2: LIFESTYLE.”
“Sebenernya lifestyle loe itu berkait sama pengetahuan, kesehatan, apa sekedar pamer bahwa loe bisa sewa apartemen deket kantor?”

Mungkin nantinya akan lebih mudah mengembangkan HP hemat energi ini menjadi HP 4G hemat energi, daripada membuat HP 3G boros energi saat ini menjadi HP hemat energi. Anyway, ini akan jadi menarik buat kaum2 pikoen, baik yang suka lupa melistriki HPnya setiap malam, ataupun yang suka lupa membawa charger dalam perjalanan.

Tentu saja HP ini belum menarik buat kite2 yang lebih banyak memakai HP untuk blogging dan memeriksa email, sambil mengabaikan telepon masuk dan selalu lupa membalas SMS. Dan, uh, chargernya belum USB. Lucunya, kayak sepeda lagi (karena semua relasi sudah kita balik), ini juga bisa dipakai untuk show-off: gue bukan orang yang masih mikirin email — gue bisa sukses dan tetap keren tanpa menyentuh Internet.

Ngantor dulu ah. Ngantor waktu weekend ini sebenernya lifestyle baru juga. Pesan yang disampaikan: gue tetap keren tanpa kehidupan sosial. Hush.

Welch Licht Leuchtet Dort?

“Welch Licht leuchtet dort?”
“Dämmert der Tag schon auf?”
“Loges Heer lodert feurig um den Fels. Noch ist’s Nacht. Was spinnen und singen wir nicht?”
“Wollen wir spinnen und singen, woran spannst du das Seil?”

Tiga norn itu berbisik pada pembukaan Die Götterdämmerung (non Wagnerian lebih mengenalnya sebagai Ragnarök). Wajah mereka pucat dan kaku. Ilmu mereka, tentang masa lalu, masa kini, masa depan, lebih jadi beban daripada berkah. Para manusia itu, perlukah mereka tahu? Dan para dewa itu? Dan para peri itu? Saat manusia mengira hanya tanah mereka berputar, semesta baru menghampiri dan menyelubungi mereka. Perlukah menyanyi kita saat selubung itu menghantar cahaya pagi pembawa simpul waktu? Takkah berbagi ilmu akan menjadi berbagi luka?

Wajahkukah itu, yang selalu pucat dan kaku?

Maka hentikan nadamu. Kita punya tali yang harus kita urai. Awas, jangan putus tali itu.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑