Pada edisi Juni 2013, MIT Technology Review menampilan 10 terobosan teknologi. Teknologi dianggap merupakan terobosan saat penggunaannya meningkatkan kekuatan pemakainya. Misalnya, teknologi dengan desain intuitif sehingga mudah digunakan tanpa berat dipelajari; atau teknologi yang memungkinkan manusia dengan kerusakan otak untuk memiliki kembali memori yang baik. Salah satu yang dianggap merupakan terobosan adalah “Deep Learning”. Aku memutuskan untuk tak menerjemahkan istilah ini dulu, agar nuansanya tak tergeser oleh penerjemahan.
Juli tahun lalu, Ray Kurzweil menemui Larry Page. Sebagai pionir dalam bidang teknologi kecerdasan, Kurzweil menyampaikan bahwa ia berminat mengembangkan satu gagasan tentang pengembangan komputer yang memiliki kecerdasan alami. Komputer itu diharapkan mampu memahami bahasa, menyimpulkan tata logika, hingga mengambil keputusan. Menurutnya, upaya semacam ini memerlukan kumpulan data dan kekuatan komputasi berskala Google. Page mencoba menyanggupi permintaan Kurzweil, namun tidak sebagai perusahaan yang terpisah. Maka Kurzweil diminta bergabung dengan Google. Kurzweil masuk ke Google awal tahun ini sebagai Director of Engineering. Di sini, Kurzweil mendalami software Deep Learning.
Software ini meniru aktivitas lapisan neuron di neocortex, tempat 80% aktivitas pikiran dilakukan. Dengan ini, software ini mengenali pola dalam representasi digital dari suara, gambar, dan data lain. Ide ini tidak baru. Tapi pengembangan teknologi dan formulasi matematika baru membuat proses ini lebih dimungkinkan pada saat ini. Google menggunakan teknologi ini untuk berbagai hal, dari mengenali gambar kucing dari video-video Youtube (tanpa dibekali informasi tentang kriterianya), memperbaiki kualitas pengenalan suara di Android (yang membuatnya lebih baik daripada Siri dari Apple). Di luar itu, tim kecil dari Merck menggunakannya untuk mengenali molekul-molekul untuk merancang obat-obat terbaru.
Pengembangan di luar urusan speech dan image memerlukan terobosan software yang lebih konseptual. Deep Learning mengambil manfaat bukan saja dari besarnya data yang disimpan Google, tetapi juga oleh metode pemisahan pekerjaan komputasi yang telah ada; sehingga proses dapat berjalan jauh lebih cepat.
Namun proses ini masih menuai kritik. Jeff Hawkins, pendiri Palm Computing, menyampaikan bahwa Deep Learning tak cakap mengenali konsep waktu. Otak manusia mengolah aliran data sensor, dan manusia belajar dengan kemampuannya mengenali pola yang berurut menurut waktu. Kita mengenali gerakan, bukan serial gambar.
Kurzweil sendiri tengah merancang “cybernetic friend” yang memahami perbincangan telefon, email, dan kebiasaan kita. Mirip yang sering aku kuliahkan tentang context-aware applications itu lah :). Si teman akhirnya harus memahami kebutuhan kita, bahkan sebelum kita memintanya. Dalam kuliah2, aku mengusilinya dengan menciptakan istilah “wise terminal” sebagai masa depan dari “smart terminal” :p. Namun Kurzweil juga menginginkan komputer memahami bahasa alami, termasuk soal ketaksaan (ambiguity) di dalamnya. Tentu komunikasi dan informasi bersifat sangat kontekstual. Diperlukan informasi semacam common-sense bersama. Sebentar, aku akan perlu bacakan Borges atau Kundera dulu, atau setidaknya Rusell, untuk mereka yang mencoba mengandaikan hal ini bisa diwujudkan. Tapi, untuk permulaan, Kurzweil mencoba menggunakan Knowledge Graph, yaitu katalog milik Google yang berisi 700 juta topik, lokasi, orang, plus miliaran relasi antar data itu.
Deep Learning dan prakarsa AI lainnya; plus Internet of Things, context-awareness (di konten, aplikasi, network), kini tengah menyiapkan revolusi budaya berikutnya dalam masyarakat global. Revolusi Internet 2.0 memindah kendali informasi, dari yang sebelumnya nyaris terpusat, menjadi tersebar, milik publik sebagai individu-individu; menguatkan governance ala Foucault atau bahkan mengingatkan pada lagu l’Internationale (wkwkwk). Wisdom of the crowds, biarpun berbeda dengan bentuk yang dibayangkan semula; mashups terus menerus antar informasi, dan sebagainya. Revolusi berikutnya akan merupakan integrasi yang lebih besar antara kehidupan berbasis karbon yang kini terus menguat di Internet 2.0, dan kehidupan berbasis silikon, dari berbagai proses komputasi yang kian besar, kian mandiri, dan kian mengambil peran.
Sudah siap melompat sekali lagi?
Terimakasih artikel nya. bagus . :)