Besi Berdarah

Memang idenya dari Siegfried. Ini bagian 3 dari tetralogi Der Ring dari Wagner, dan aku lihat produksi Bayreuth di bawah conductor Boulez. Di Act 1, Mime si bajang jahil sibuk di pekerjaannya sebagai pande besi, dan mengajari Siegfried mengolah besi juga. Tapi tata panggung Act 1 ini luar biasa. Kita melihat perangkat pande besi skala menengah dengan roda putar, penumbuk dan pengeras berapi yang terus berdentang; diiringi riuh musik string yang rancak nian. Besi sendiri memang sejak zaman prasejarah telah mempengaruhi budaya manusia; dan ketinggian budaya ditentukan kualitas besi yang dibuat. Pedang Turki meyakinkan bangsa Kaukasia bahwa Eropa masa itu kalah budaya dibanding Asia. Di RRC zaman Mao, kekacauan budaya ditunjukkan oleh kualitas besi yang dibuat masa itu. Qur’an bahkan berkisah tentang peran besi dalam budaya. Eh, tapi aku mau membahas hal lain, yaitu besi di darah kita.

Pernah dengar hemokromatosis? Ini kelainan turunan yang mengganggu metabolisme besi. Seharusnya, jika darah kita memiliki cukup zat besi, badan akan berhenti menyerap besi dari makanan. Tapi hemokromatosis menghentikan mekanisme ini. Jadi darah kebanjiran besi. Dan apapun yang berlebihan itu jadi racun. Besi mengganggu kimia badan dan mulai merusak organ: hati, jantung, diabetes, artritis, otak, gejala psikiatrik, hingga memicu kanker. Hemokromatis bukan penyakit menular seperti malaria, atau penyakit akibat kejorokan seperti kanker paru-paru yang dipicu asap rokok. Kelainan ini turunan, dan tak hilang oleh evolusi. Istilah evolusinya: manusia memang membutuhkannya. Jadi mirip adanya 4 golongan darah. Nah.

Tapi soal hemokromatosis ini memang mirip golongan darah. Satu contoh, pada abad ke-14 masehi, di Eropa berjangkit wabah bubonik yang mematikan. Hampir setengah Eropa tewas: sebuah angka di sekitar 25 juta. Sisanya berputus asa. Orang Yahudi dibakari. Uh, jangan2 itu memang kebiasaan Eropa. Orang Yahudi memang tak sebanyak orang non-Yahudi terkena penyakit seram itu. Tapi bukan karena sihir seperti tuduhan khas Eropa. Saat awal wabah, mereka sedang beribadah puasa panjang, yang menjauhkan mereka dari makanan tempat awal penularan. Begitulah. OK, yang seharusnya kemudian jadi pertanyaan: kalau memang penyakit itu mematikan, kenapa tidak kemudian seluruh Eropa punah? Karena ini cuman blog, kita bisa menebak jawabannya: pasti orang yang selamat adalah yang memiliki kadar besi yang terlalu tinggi di darah. Haha: benar dan salah. Jangan lupa, segala agen infektor malah memerlukan besi di darah kita untuk berkembang. Makin banyak besi, makin cepat mereka berkembang. Pada kasus bubonik, lelaki dewasa yang sehat paling banyak jadi korban, karena kadar zat besi mereka baik. Kaum wanita, orang tua, anak2 — yang lebih telantar di masa itu — persentase punahnya tak sebesar lelaki dewasa. Syukurin — egois sih.

Lalu penderita hemokromatosis? Badan mereka memang terus menyerap zat besi sampai tahap yang membahayakan organ. Tapi mereka menyerap besi juga dari badan mereka sendiri mereka sendiri. Dan sel penjaga imunitas mereka — sejenis sel darah putih yang disebut makrofage — jadi nyaris tak memiliki besi sama sekali. Setiap infektor yang masuk akan dikeroyok makrofage ini. Pun andai si infektor menang, ia akan dikelilingi sel tanpa zat besi, dan tak bisa berkembang, lalu mati kelaparan. Hemokromatosis memungkinkan sebagian manusia masih selamat dari wabah yang besar, lalu memberikan keturunan hingga sekarang. Sebuah penyakit yang jadi berkah. Itu tadi di sisi pria. Di sisi wanita, kasus yang berbeda tapi mirip juga terjadi. Saat sebagian besar wanita masa itu menderita anemia dan kurang gizi, wanita penderita hemokromatosis jarang terkena anemia, dan bisa beranak pinak lebih sehat — tapi membawa gen hemokromatosis juga. Kalau kita serius berfikir, jangan2 semua penyakit itu berkah. Hihi, kayaknya banyak yang berdoa biar aku dapat berkah.

Hemokromatosis sendiri baru dikenali manusia melalui serentetan temuan di abad ke-19. Namun sebelumnya berbagai umat manusia menemukan bahwa bagi orang-orang tertentu, penyakit tertentu dapat diredakan dengan membuang besi dari badan. Dan karena belum ada teknologi untuk memisahkan besi dari darah, yang mereka lakukan adalah membuang darah dari badan. Semacam bekam. Ini dikenal sejak zaman Mesir penyembah berhala, dan memuncak pada … abad ke-19 :). Di abad itu, nyaris di seluruh dunia, terapi bekam dilakukan untuk nyaris semua penyakit: peradangan, syaraf, batuk, demam, mabuk, rematik, hingga — gilanya — penyakit kurang darah. Konon George Washington (di abad sebelumnya) meninggal setelah dibekam. Tak jelas apakah ia meninggal akibat infeksi atau akibat dibekam kebanyakan. Lalu terapi ini mulai turun karena dianggap tidak higienis. Sebenarnya bukan soal higienis, tetapi bahwa memang tidak seluruh manusia tepat diterapi dengan ‘pengobatan’ semacam ini. David, eh bekam, dalam level moderat, memang dianggap memiliki efek tertentu. Selain mengurangi zat besi yang bisa dipakai infektor berkembang (sambil mengurangi besi yang dipakai buat badan kita sendiri), keluarnya darah juga memicu tubuh pasien untuk membangkitkan hormon vasopressin, yang kemudian meningkatkan imunitas tubuh. Namun tetap dianjurkan bahwa terapi semacam ini hanya dilakukan oleh orang yang terdidik medis; bukan cuman tabib yang pakai pipa-pipa sederhana berbentuk fancy, lengkap dengan claim bohong bahwa perangkat macam itu bisa “menyaring” “darah kotor” — hihi.

Kembali ke besi … eh Siegfried sudah membunuh naga bercincin emas dengan besi itu. Duh. Kasihan naganya.

One Reply to “Besi Berdarah”

  1. Pasti ini sumber penyakit X-Men Magneto…… makanya jadi “besi berani”

Leave a Reply to Dedhi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.