Mei

Mei. 1. Hari Buruh. 2. Hari Pendidikan. 3. Hari Kebebasan Pers. Dan seterusnya.

Mei ini juga 100 tahun Kebangkitan Nasional. Tentu, Boedi Oetomo memang sekedar simbol suatu kebangkitan., tapi bangsa pun hanyalah sebuah simbol untuk perjanjian dalam masyarakat untuk bersama menuju kemuliaan. Banyak pihak lebih suka mensikapi 100 tahun Kebangkitan Nasional ini dengan gerakan-gerakan masyarakat yang sifatnya non dan anti komersialisme. Komersialisme dianggap penjajahan baru yang bisa malah lebih jahat daripada kolonialis masa lalu. Pencitraan komersial atas kesyahduan ini malah dianggap kitsch.

Mei ini juga peringatan 10 tahun tumbangnya Soeharto. Soeharto dulu secara licik mempertahankan kedudukan dengan menjaga adanya ketegangan antar kelompok, dengan hanya dirinya dan kelompoknya yang bisa jadi penengah, dan demikian penguasa. Untuk menunjukkan itu, klan2 Soeharto secara besar2an memicu ketegangan antar kelompok yang berujung kesadisan massal di Jakarta, dan sedikit kota lain, sehingga seolah2 negeri mau hancur. Mirip trik Soeharto zaman G30S, waktu ketegangan Jakarta dianggap identik dengan status darurat nasional yang memerlukan pergantian kepemimpinan nasional. Bedanya, rakyat tak sebodoh dulu. Dan Soeharto tetap harus tumbang terhina. Pun trik pecah belahnya malah terus dijalankan hingga tahun2 awal abad ke-21 ini.

Tapi peringatan itu cuman peringatan. Hidup, dan perjuangan, harus jalan secara cerdas dan rasional, bukan emosional. Mei juga menyibukkan kita, selain urusan peringatan2 itu. Blog nasional yang sudah makin berwarna warni (I love it) menggambarkan perhatian berbagai warna atas segala peristiwa di negeri ini. Ada yang sibuk dengan kedatangan Gates, ada yang justru sibuk mempersiapkan FOSS summit. Ada yang masih setia memelihara lingkungan, mengingatkan pada global warming, dan urusan sampah. Ada yang menunjukkan pentingnya politikus non-partai dalam memakmurkan wilayah dan negeri. Ada yang makin prihatin pada kekonyolan pemerintah (yang cukup baik hati dengan menawarkan deposito berbunga 30% per bulan dalam bentuk timbunan BBM). Ada yang berfokus pada makin gentingnya soal pendidikan di negeri ini. Dan karena itu blog jadi lebih berwarna daripada media konvensional. Blog bisa tetap fokus menatap satu hal, serta sah meninggalkan hal lain (bukan kurang perhatian, tapi kan ada blogger lain yang sudah membahas).

Aku sendiri, sayangnya, malah tak blogging sebanyak biasanya. Sedang punya terlalu banyak pekerjaan harian, yang sama menderunya dengan mesin-mesin ide para blogger nasional. Menderu kencang untuk bersama jutaan umat lain membuat roda dunia tetap berputar, memadukan keringat kaum pekerja dengan ide-ide cemerlang para intelektual. Dan turut mewarnai Mei dengan aneka warna cerianya.

13 Replies to “Mei”

  1. Mei adalah saksi bertambahnya jumlah pemilik negeri yang makan nasi aking…

  2. Mei-be akhir Mei ini gak bisa lagi uang 10 ribu cukup untuk jalan-jalan di Bandung pakai motor. Naik 30% nih :(

  3. Bulan Mei ini kering… kantong kering… fiuh…
    Celingak celinguk… siapa ya yang mau nraktir :D

  4. Selamat Ulangtahun, Mas Daus! :D

    Mbak Anis, pake istilah lokal.
    Mana orang2 tau kalo Marsal=Marketing and Sales :D

  5. GM of Tempo malah mengingatkan pada tragedi kemanusiaan yang lain: Berdirinya negara Israel, 60 tahun lalu, bulan Mei juga, yang diikuti pembunuhan dan pengusiran berbasis ras dan agama. Dan silih dendam sampai sekarang. Moga mereka di sana bisa melupakan kejahatan pendahulunya, dan mulai saling merangkul dalam damai. Dan kita di sini bisa belajar.

Leave a Reply to scooterboyz Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.