Saat paling pas untuk menikmati Debussy tentu saat makna tak sedang digantungkan pada hal-hal besar, tetapi pada keseharian bahkan kesesaatan. Kesesaatkan. Atau kesesatan, boleh juga, kalau dianggap hidup harus diarahkan pada hal-hal besar :). Pun kefanaan, kalau dikonsepkan, jadi narasi bombastis juga :). Memang jadi ada waktunya semua itu dilepas: konsep, komitmen, legenda, visi. Dan biarkan pikiran ini mengaliri segala jalan besar hingga celah sempit yang kita temui hari ini, saat ini, detik ini. Biarkan juga ide-ide jadi frame-frame sporadik yang mencuat ke sana kemari dalam permainan warna yang indah berpola seperti permainan lampu di jalan raya, berpadu dengan percikan air di sungai bersemu coklat dan kenangan yang menarik secara hitam putih ke tenggara dan barat daya. Dan biarkan Debussy menyentak jiwa dengan musik yang pernah dinamai impresionistik itu (entah kenapa).
Klik. Klik. Klik. Beep. Ya. Kepalaku nyeri nian. Sekian hari tak juga mau mereda ia menghajar. Mengira aku dapat menyerah. Tak mungkin. Jiwa ini terlalu bebas untuk dapat diikat oleh belenggu ragawi.
wew, nice poet u got there…btw itu poet apa terjemahan lagu ? keren sekali…
@Raffaell: Which poet? Debussy yang ini kan tanpa kata2.