Taqwa

Berpuasa mentransformasikan iman menjadi taqwa. Mengunjungi salah satu weblog BR, aku ingat pernah mengkompilasi tulisan tentang taqwa, dan dipasang di sebagai Materi Tarbiyah di website KTPDI. Di bawah ini adalah cuplikannya, diambil tanpa izin pengurus Isnet masa kini. Artikel lengkapnya ada pada link ini: Taqwa (Materi Tarbiyah).

Taqwa adalah salah satu istilah kunci dalam Al-Qur`an. Namun tidak terlalu mudah untuk memaparkan arti taqwa. Umumnya taqwa didefinisikan sebagai takut pada Allah (atau God-fearing) yang ditandai dengan menjauhi segala larangan-Nya dan menjalankan semua perintah-Nya. Namun dalam Al-Qur`an, kata takut telah memiliki padanan, yaitu khasyiya dan khawf. “Dan hendaklah orang-orang takut (khasyyah) seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. 4:9)

Nampak bahwa ada nuansa perbedaan antara takut dan taqwa. Taqwa lebih cenderung kepada suatu sikap etika. Orang-orang yang beriman dan mengikuti petunjuk Allah justru akan dijauhkan dari ketakutan atau suasana ketakutan. “… Sesungguhnya akan datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, akan lenyap segala ketakutan (khawf), dan ada pula kesusahan.” (QS. 2:38)

“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.” (QS. 46:13)

Kurang tepat jika taqwa diterjemahkan dengan sesuatu yang mengandung kata fearing. Hamka justru menyatakan bahwa kata taqwa justru mengandung kesan berani dan melawan takut. Maka akan lebih tepat untuk menafsirkan taqwa sebagai lurus. Mutaqqin, orang yang bertaqwa, orang yang lurus (righteous) pada jalan Allah. Orang yang tidak menyimpang dari jalan Allah.

Di dalamnya, kita akan mendapati sikap menghindari kerusakan, menangkal kejahatan, dan kehati-hatian. Orang yang bertaqwa adalah orang yang memiliki mekanisme atau daya tangkal terhadap penyimpangan yang merusak diri sendiri dan orang lain. Sikap taqwa dibentuk dengan mensucikan diri dan pikiran, seperti yang ditegaskan dalam QS. 91 (As-Syams) berikut :

  1. Demi matahari dan kilaunya,
  2. dan bulan apabila mengiringinya,
  3. dan siang apabila menampakkannya,
  4. dan malam apabila menutupinya,
  5. dan langit serta pembinaannya,
  6. dan bumi serta penghamparannya,
  7. dan jiwa serta Ia (Allah) yang menyempurnakannya,
  8. dan mengilhamkan padanya kefasikan dan ketaqwaan,
  9. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
  10. dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Categories: Uncategorised

13 Replies to “Taqwa”

  1. Informasi yg amat mencerahkan nih. Terima kasih :-). Taqwa tu bukan takut, melainkan sikap ketangguhan dan kehati2an dari perilaku2 rusak dan jahat.

    Bang Kun mengistilahkan menyucikan jiwa dg pensucian diri dan pikiran. Apakah jiwa memang berarti diri dan pikiran? Apakah keduanya merupakan elemen pembentuk jiwa?
    Dan bagaimanakah mengawali pensucian itu? dari alat2 indera ya.

  2. selama ini saya selalu mengartikan “takwa” sebagai: “patuh, baik secara sukarela maupun terpaksa”. di dalam kepatuhan itu akan timbul rasa “takut”, sikap berhati-hati, tekad untuk menempuh jalan yang lurus, berlaku adil, dan lain-lain.

    dalam definisi pelajaran agama di SD dulu, dikatakan bahwa takwa itu adalah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. saya kira definisi ini cukup bagus, karena dalam Al-Quran sendiri banyak disebutkan: “bertakwalah kepada Allah”, artinya kata takwa merujuk kepada “apa yg harus disikapi oleh manusia” terhadap segala sesuatu yang telah difirmankan oleh Allah.

    btw. selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan, semoga sukses menjadi orang yang takwa. amin!

  3. “la’allakum tattaquun”;
    barangkali boleh diterjemahkan sbb:” takutlah kalian kepada Allah dan laksanakanlah perintah-Nya untuk berpuasa”
    insya Allah tak perlu diterjemahkan dgn muluk-muluk, yang penting lakukanlah puasa titik.
    selamat berpuasa ramadhan.

    ps: bagi sdr-2ku seiman, janganlah ikutan arus mereka yg suka menambahkan kata “ibadah” didepan kata yg memang sudah dimaksudkan ibadah buat kita.

    kata-kata spti rumah-ibadah, ibadah-sholat, ibadah-haji, dst. itu memang pada mulanya digunakan untuk membingungkan ummat islam, agar mempersepsikan bahwa rumah-ibadah masjid adalah sama dgn rumah-ibadah gereja, ibadah-sholat sama dgn ibadah-kebaktian dst. hanya karena keduanya sama-sama menggunakan kata ibadah. Hendaknya cukup kita sebut berhaji, melakukan sholat, berpuasa dsb. Cukup kita bilang masjid, gereja atau kuil, misalnya. Maksudnya agar jelas yg mana Islam dan mana yang mau ikutan “ibadah” dan agamanya oleh ummat islam dianggap sama saja dgn islam.

    wassalam,

  4. kalo boleh tau, apa sih arti kalimat “Lives without soul” yg anda tulis di atas?

  5. @9: I’m lost
    @8: Umat kita cerdas kok, nggak gampang bingung. Nggak perlu muluk2.
    @7: Sama2 :).
    @6: Allah tak pernah mengazab kita. Kita yang menganiaya diri sendiri, karena kebodohan, ketakutan, etc.
    @5: Insya Allah semakin khusuk lagi setiap saat.
    @4: Amin. Insya Allah.
    @3: Saya sedang tidak bisa berfilsafat :). Lain hari, Insya Allah.
    @2: Sama2 :).
    @1: Sama2 :).

  6. mas, katanya manusia itu selalu punya pilihan. kalo memang mas koen merasa tersesat, pasti ada pilihan utk berbalik arah ke jalan yg bener. kayaknya nggak mungkin banget manusia secerdas mas koen bisa terus-terusan tersesat.

    • saya di sini berasa terharu dengan masalah umat kita sekarang dan saya berharap supaya ada jalan penyelesaiannya…..insan yang dari afrika

Leave a Reply to Koen Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.