I just have no idea what to think. No, no aloha mora today. The magic is over.
Month: July 2006 (Page 1 of 2)
Betul, Parsifal. Akhirnya punya juga excerpt opera Wagner yang ini, sekian belas tahun abis CD Wagnerku yang pertama :). So, ini adalah opera Wagner yang terakhir. Kecuali kalau Wagner punya semacam unfinished opera ;).
Kalau kita membayangkan Wagner identik dengan Der Ring, atau Tristan, kita akan mendapatkan kejutan yang lain. Kesederhanaan. Keseluruhan opera ini terdiri dari beberapa variasi ide saja. Kalau misalnya dalam Der Ring, citra musikal Wotan begitu kontras misalnya dengan Fricka. Dalam Parsifal, citra-citra ini hambur. Kabur. Tak jelas misalnya mana tema Kundry dan mana tema Klingsor. Tokoh2 ini jadi berpadu secara musik, bukan dikontraskan.
Buat yang baru kenal Wagner, fyi: Wagner gemar mengambil sekumpulan nada tertentu dikaitkan dengan tokoh atau ide tertentu, dan dinamakan motif. Nah, dalam Parsifal, motif dimainkan dalam bentuk musik, dan baru kemudian nantinya dalam bentuk vokal. Ide2 yang baru berkembang pun ditampilkan dulu dalam interlude yang di opera ini dinamai transformation music. Bentuk lengkap, atau bentuk panjang, dari sebuah motif diberikan setelah kita disuruh mendengar fragmen-fragmennya dulu sebelumnya.
Versi yang baru dibeli ini dimainkan oleh The Metropolitan Opera Orchestra and Chorus, dipimpin James Levine. Dulu aku nggak mau ambil, soalnya Amrik. Dan Amrik biasanya encer, nggak Wagner banget. Cerita Parsifal, secara umum, adalah potongan dari kisah panjang tentang Holy Grail. Ah, itu lagi :).
When I was about 6 years old, I have tried to draw simple map of Indonesia. Yeah, this is Indonesia, and we learnt to love our country since childhood :-). Back to drawing, my favourite island is Sulawesi. Its shape is the easiest to remember: like the letter k with horisontal head. I used to love to draw that island. And also its little sibling: Halmahera island, another k, but headless. And I found Kalimantan as the most difficult island to draw.
Sulawesi. Sulawesi’s Toraja coffee is internationally famous for its special, unique, earthy taste. I also love the taste of coffee from Manado a nice friend gave me last year. But there are two small towns in Sulawesi, Sapan and Minanga, of which names do not ring a bell for even most of Indonesians. Starbucks sent their guys there. Starbucks had previously their own standards of Sulawesi Coffee. But they wanted to find the classic taste of Sulawesi Coffee. At last they found it in small markets around those two small towns. Starbucks repackaged the coffee, and named it Kopi Kampung (Coffee from Village). Packaged in exclusive pack, Kopi Kampung is sold US$13 per pack in the US, and US$15 in its origin country: Indonesia.
The taste? They call it a bit spicy. I prefer to call it unregrettable. Indeed, you will regret if you don’t taste it.
Satu komentar di site ini menyebut bahwa sumber kekuatan Telkomsel pada pasar selular di Indonesia didukung oleh statusnya sebagai pemain perdana. Statement ini sebenarnya tidak benar. Sebelum era GSM, di Indonesia sudah ada Komselindo (milik Bimantara, yang sekarang terjun mengoperasikan Fren melalui Mobile-8). Operator GSM pertama di Indonesia pun bukan Telkomsel, melainkan Satelindo (sekarang bagian dari Indosat). Telkomsel adalah pemain GSM kedua. Pun pada masa2 awal, ia tidak diperkenankan memasuki Jakarta — memberi kesempatan tumbuh dulu untuk pemain awal. Jadi Telkomsel memulai dengan gerilya berkeliling Indonesia sebelum akhirnya boleh memasuki Jakarta.
Kini, Telkomsel masih memiliki proporsi customer yang merata di seluruh Indonesia, dibandingkan Indosat yang customernya basih terpusat di sentra kemakmuran ekonomi (=Jawa). Hampir separuh customer Telkomsel ada di luar Jawa, dibandingkan Indosat yang hanya kurang dari seperlimanya. Telkomsel memang punya hak menamai diri Telekomunikasi Selular Indonesia.

Untuk per-HP-an, aku sendiri masih pakai 3 kartu: Kartu Halo, Flexi, dan XL bebas. Urutan bukan berdasar favoritism, tetapi berdasar besarnya pemakaian bulanan dalam rupiah, dari terbesar ke terkecil. Ada juga yang lain sih, buat iseng2 :).
Air. Dan karbon. Apa yang membuat dua zat ini jadi esensial bagi makhluk hidup? Secara fisik, maksudnya. Dan tentu hidup dalam hal ini adalah hidup as-we-know-it. Tapi bentar ah, ngelantur dulu. Ada yang mendefinisikan hidup sebagai lingkungan energi alami yang menyusun keteraturan dari ketidakteraturan. Tumbuhan menyerap zat hara dan energi dari alam, dan membentuk organisasi. Tapi, misalnya, galaksi juga memanfaatkan gravitasi untuk membentuk keteraturan antar bintang — jadi namanya hidup juga :). Belum keteraturan yang disusun manusia.
OK, so hidup memerlukan organisasi internal (pasang tanda tanya di sini). Untuk itu perlu larutan (tanda tanya satu lagi). Dan air adalah pelarut yang paling mudah dibentuk alam. Etanol dan amonia juga pelarut yang baik, tapi lebih sulit dibentuk alam. Tidak menutup kemungkinan sih bahwa ada kehidupan di salah satu satelit Saturnus, di mana pelarut yang digunakan adalah amonia.
Air dulu. Air dibentuk dari dua hidrogen yang digandeng oksigen secara kovalen. Bentuknya bukan garis lurus, tapi mirip huruf V. U. Apa lah. Dia jadi kesatuan yang punya kutub: positif di sisi dua hidrogen, dan negatif di sisi oksigen. Kutub antar molekul masih saling menarik. Agak kuat, tapi tak terlalu kuat. Ikatannya bikin air bisa saling menarik, merambat sampai puncak pohon yang tinggi, sambil melawan gravitasi. Saling mengikat, tapi bisa mengikat molekul lain, sehingga dia mudah melarutkan. Air juga punya daya hantar panas dan daya simpan panas yang baik. Manusia bisa mempertahankan suhu a.l. karena badannya terdiri dari air. Juga air mengembang waktu beku (nggak banyak yang kayak gini). Waktu musim dingin, es mengambang, membekukan permukaan danau dan laut, menjadi tapis, sehingga memungkinkan hidup tetap berkembang di bawahnya.
Hidup juga perlu kompleksitas. Di level mini, yang memiliki karakteristik untuk memungkinkan ini adalah karbon. Karbon, dengan empat kaki yang bisa mengikat, dan membentuk rantai panjang. Bisa bikin protein yang fungsional, bisa bikin asam nukleat yang informasional. Ikatan karbon ini kuat sehingga bisa panjang dan berguna untuk informasi dan fungsi kehidupan. Tapi, sekali lagi, ia nggak terlalu kuat, sehingga memudahkan berbagai reaksi yang diperlukan untuk metabolisma dan proses2 lain. Keluarga kaki empat selain karbon adalah silikon. Tapi silikon berat dan ikatannya terlalu kuat. Mengikat oksigen, dia menyusun rantai sekuat batu karang (misalnya, mmm, batu karang, atau batu lainnya, termasuk pasir), dan nggak mendukung kehidupan alami. Tapi dia akhirnya dipakai manusia untuk kehidupan yang lain: semikonduktor dan dengan demikian informatika.
Jadi … kenapa misi2 ke planet2 sibuk mencarii air dan karbon? Sementara ini, dalam bayangan kita, itulah kombinasi yang paling memungkinkan untuk mendukung dan menyusun kehidupan. Tapi kita sendiri … makhluk air dan karbon yang bergerak tanpa kehidupan …
Tapi apakah matematikawan itu? Lord Kelvin, Second Wrangler yang terkenal itu :), pernah menanyakan pertanyaan ini di depan kelasnya, di Glasgow (di mana sungai Kelvin mengalir). Kemudian ia menulis persamaan berikut di papan tulis:

Dan ia melanjutkan: matematikawan adalah orang yang baginya persamaan ini sama jelasnya dengan dua kali dua sama dengan empat bagi Anda semua. Contohnya adalah Liouville. Tapi aku belum kenal Liouville. Kan aku bukan matematikawan.
Aku lupa apa aku pernah nulis tentang Kelvin sebelumnya. Dengan lebih dari 1800 tulisan di weblog ini, aku udah nggak gampang melacak lagi. Ia adalah matematikawan sekaligus fisikawan (mengikuti tradisi Newton). Waktu masih bernama William Thomson, ia kuliah di Cambridge (mengikuti tradisi Newton), di mana orang yang pinter matematika dinamai wrangler. Baca buku Stephen Hawking, kalau nggak percaya. Thomson itu jagoan matematika di angkatannya. Jadi semua mengasumsikan bahwa ia pasti akan jadi matematikawan terunggul. Jadi, setelah ujian matematika, ia kirim pembantunya untuk mencari info. Trus dia tanya, “Who’s the second wrangler?” dan dijawab takzim oleh pembantunya: “You, Sir.”
Aku sendiri nggak terlalu menikmati matematika (kalkulus) di kampus. Jurusan elektro di kampusku ajaib. Mereka sadar bahwa matematika itu hal yang terpenting buat orang elektro, khususnya bahwa orang elektro, lebih dari jurusan praktis mana pun, adalah yang paling banyak menggunakan bilangan kompleks. Tapi waktu itu mereka nggak punya dosen matematika sendiri. Impor dari MIPA. Dan yang datang adalah seorang ibu muda, sedang mengandung, dan selalu pusing. Mengajar tanpa semangat. Itu untuk pertama kali minat matematikaku jatuh, setelah dibangun oleh tradisi kebanggaan akan matematika oleh guru2 SD, SMP, dan SMA-ku. Tapi bukan berarti menghilang. Kadang bangkit juga, pada saat2 tertentu :).
Tadinya aku berminat nulis tentang beberapa matematikawan lagi. Kawanan matematikawan mati kawanan, semacam itu lah. Tapi, gara2 masih doyan buku2 string, nama yang pertama teringat itu Edward Witten. Kebetulan, tahun 2003 aku pernah nulis nama ini di blog ini. Trus aku baca2 dikit di Wiki tentang Witten. Pemenang Medali Field, tentu. Pendiri teori M, dimana lima macam teori string yang ada pada waktu itu dapat dipandang hanya sebagai kasus2nya. Sekarang merupakan Charles Simonyi Professor of Mathematical Physics di Institute for Advanced Study. Lucunya, nama Charles Simonyi ini kedengeran akrab. Ini juga adalah jabatan profesor yang dipegang Richard Dawkins (yeah, Dawkins yang itu tentu). Dawkins adalah Charles Simonyi Professor in the Public Understanding of Science di Oxford University. Ostosmastis, jadi penasaran: siapa sih Charles Simonyi, yang memberikan professorship kepada dua orang yang betul-betul outstanding di bidangnya? Terutama Ed Witten, tentu.
Charles Simonyi ternyata … programmer! Dan kerja untuk Microsoft! Anak ini lahir di Hongaria. Waktu SMA, dia kerja jadi satpam di lab komputer. Trus belajar komputer. Lulus SMA, dia sudah bisa menulis kompiler sendiri, dan menjualnya ke pemerintah. Trus pindah ke AS, sekalian kuliah Engineering Mathematics. Kerja di Xerox PARC, dia menyusun program penyiapan program pertama yang bersifat wysiwyg. Trus, tahun 1981, dia melamar ke Bill Gates untuk kerja di Microsoft. Di sini, sia bekerja menyusun Multiplan dan kemudian Excel. Juga Word. Simonyi membawa ke Microsoft teknik pemrograman berorientasi obyek, dan penamaan variabel “bernotasi Hongaria.” Untuk menyusun disertasi, Simonyi menyusun metode pengelolaan software yang dinamai metaprogramming. Metaprogramming memperkaya knowledge di Microsoft, sehingga mereka mengambil pendekatan baru untuk programming setelahnya. Namun tahun 2002 Simonyi keluar secara kasar dari Microsoft, dan mendirikan perusahaan baru.
Simonyi seorang philanthropist. Buktinya tentu adalah beberapa professorship yang ia danai. Juga ia membuat Dana Simonyi untuk Seni dan Sains. Sekarang, cita2nya adalah menjadi turis luar angkasa yang kelima. Rencananya mau berangkat bulan Maret 2007.
After-lunch visit to Starbucks.
Lama nggak ke sini — si Neng Barrista menegur. Maaf, nggak ditulis namanya di sini. Belum minta izin yang punya nama. Aku lagi jarang sih memang ke mana2. Habis waktu buat beresin kerjaan yang lucu2 di kantor. Bikinin sesuatu yang menarik donk — aku minta. Sebuah nama ditawarkan: Red Eyes, ditambah 1 shot. Udah lama bobo kupingku memang, tapi nggak salah dengar mudah2an aku. Drosophila melanogaster — bukan! Ini customised coffee of the day :). OK, aku coba 1 mug. Sans sucre, tentu. Une tasse de cafe amer kan, judulnya.

Dan kalau belum biasa kita2 kesetrum cafeine, jangan iseng kita menerima tawaran berbisa ini. Apalagi “ditambah satu shot” itu. Tapi sebelumnya, Si Neng dan rekannya menawarkan kopi menarik. Kopi Kampung, judulnya. Kopi Sulawesi ini sebenernya. Toraja. Tapi beda dengan Kopi Sulawesi lain yang pilihan taste-nya sudah diatur sesuai cita customer terkini, Kopi Kampung ini diset dengan taste kuno seperti kali pertama Starbucks buka cafe dulu — dengan aroma spice. Entah kayak apa :) — dia masih terbungkus rapi sih, dalam kemasan edisi khusus yang exclusive. I mean it. Aku tanya bedanya sama edisi khusus yang lain: Rift Valley, Brasil Ipanema, Bleno, dll. Ceria, Si Neng cerita bahwa edisi ini barangkali hanya akan diterbitkan sekali seumur hidup. Cuman … lucunya … belum boleh dijual edisi ini. Datang baru saja. Price pun belum punya :). Tapi nanti aku dikabarin kalau benda unik ini udah dijual.
Unik. Menarik namanya. Dan pengalaman terakhir ketemu kopi Sulawesi (yaitu Kopi Manado) rasanya cukup mengesankan. I love it. Mudah2an kebagian, Kopi Kampung. Mumpung lagi menipis persediaan kopi.
Balik ke kantor, baru setrum si Red Eyes menyala. Zrrrrrt. Duh, si coffee addict kena overcaffeinated lagi. Badan nggak kompatibel ama minat :). Menyentuh keyboard, tiba2 rasa permusuhan sama tabel2 (Oracle dan Excel) hilang. Mereka jadi obyek yang menarik, dan bisa dicari relasinya dengan beberapa pendekatan. Menarik. Tapi script yang panjang itu dieksekusi terlalu lama sama PC ini. Mestinya dibikin overcaffeinated juga dia. Buka GTalk, icon di samping nama Mas BR menyala dengan warna hijau. Heh-heh-heh. Victim untuk si overcaffeinated.
Buka sesi dengan BR. Talk tentang kopi. Dan tentang Pak Sehat Sutardja yang bikin kita semua bangga. Dan dengan kecepatan tinggi pindah topik ke Telkom ke Speedy ke ZTE ke kemampuan industriawan dan akademisi Indonesia dan ke ITB dan ke. Aku nggak tau ke mana lagi. Jariku udah bisa bergerak sendiri dengan aura dari si Red Eyes. Nggak perlu pengendalian terpusat dari otak :). Maaf ya, Boss :).
Erdos memang bilang, matematikawan itu piranti yang mengubah kopi menjadi formula. Tapi kalau pirantinya bukan matematikawan, kayaknya hasilnya beda deh :).
Dan malam sudah larut lagi waktu aku sampai di rumah putih kehijauan ini. Tapi … “Dik Annet mau liat kunang-kunang.” Haha, dasar Anak Jakarta, belum pernah liat kunang-kunang, selain dari lagu, dan dari cerita bahwa makhluk ini bisa bercahaya indah.
Jadi kita keluar lagi, dalam kegelapan. Tiap lapangan rumput di Griya Caraka kita datangi. Tapi kerlip cahaya yang dicari tak kunjung tampak. Annet udah mulai kecewa. Aku rada iseng, kadang2 ngejarin kucing yang melintas. Mata kucing juga bercahaya loh :). Tapi itu kucing-kucing, bukan kunang-kunang.
“Tapi kunang-kunang itu apa?” Annet mulai berceloteh. Dih, Yani bagian kedua — apa-apa ditanyain. “Itu serangga,” aku jawab singkat, sambil mata meradari tiap ujung kegelapan. Mendadak terselinap kerlip kecil. Aku berhenti. Menerawang. Ya, ada kerlip di tempat lain. Aku tunggu. Satu, dua, tiga, empat. “Kunang-kunang!” — dan kami mendekat. Menikmati kerlipan-kerlipan bersahutan. Tidak redup lagi, tapi terang, tapi benderang, tapi menyala.

Annet berjongkok mengamati. “Tapi, Om West, kunang-kunang itu sebenernya apa?” tanyanya lagi. Aku ambil seekor. Nyala itu sekarang di atas jariku. Annet takjub. “Kunang-kunang itu serangga,” aku jawab lagi. Kunang-kunang jatuh ke jari Annet. Annet ikutan berbinar. “Kok serangga bisa menyala?”
Aku nggak sepintar zaman berkeliling sama Yani dulu. Sekarang aku cuman bisa membayangkan bahwa yang dilakukan makhluk seimut itu adalah membagi f=E/h, dengan h tetapan Planck, dan E adalah energi yang diserap dari makanan, kemudian dia memancarkan cahaya dengan frekuensi f. Duh! Lalu berapa efisiensinya, yang bikin serangga imut itu bisa bercahaya sangat terang tanpa terasa panas? Dia menggunakan hukum termodinamika juga, sedemikian hingga efisiensi cahaya lebih dari 90%. Jadi hewan ini jelas jagoan fisika. Tapi energi E-nya dari mana? Dari proses bioluminescence, yaitu saatenzim luciferase yang yang khas dimiliki hewan ini bereaksi dengan ATP dan oksigen menghasilkan foton. Jadi serangga ini jagoan biologi dan kimia juga.
Kesimpulannya …