Perjalanan ke Malang ternyata punya efek samping lain: membuat aku kembali merasa dekat dengan Semangat Tujuh Belas Agustus. Sepanjang perjalanan dengan KA Gajayana (tanggal 14), ditayangkan film Tjoet Nja’ Dhien (tumben ada film bermutu di KA), memaparkan kisah perjuangan Ra’jat Nanggroe Atjeh zaman Teuku Umar dan Cut Nya Dien, menghadapi ekspansionis Belanda yang liciknya di luar kemanusiaan. Pun tanpa menyebut tokoh semacam Snouck Hurgronje. Tanggal 15, ada kado istimewa bagi Republik ini dengan ditandatanganinya Pakta Damai dengan GAM dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan hari itu aku bisa dengar aubade, yang directly bikin aku kembali ke zaman SMP waktu aku mengajukan diri ikut aubade, dengan lagu-lagu yang seluruhnya sama dengan yang dinyanyikan hari-hari ini di alun-alun Malang: “Hiduplah Indonesia. Hiduplah pandu nusa yang gagah perwira.”
Jadi, tanpa perlu menohok atau menghinakan bangsa lain, tanpa perlu terpaku pada sejarah, ayo kita rayakan kemerdekaan negara kita, kebersamaan kita, kesatuan kita, dan semangat kita untuk bersama-sama mencapai kejayaan bagi negeri ini.
Merdeka!