Setelah satu siklus bintik matahari, inilah dia: Kota Malang. Waktu kaki menjejak turun dari KA Gajayana, barangkali rasanya kayak Herriot waktu tiba di Darrowby: gamang, dihentak justru oleh kesunyian. Stasiun Malang seperti sebuah ejekan: Maaf Mas, kami lupa melakukan perubahan, soalnya Mas juga melupakan kami. Gamang, segamang ketemu keluarga yang bertahun tak bersapa.
Tapi justru di sini aku mau mencari jiwaku.
Ini kota yang membentuk aku, terutama di 65111 (dan kemudian juga di 65145). Meluncurkan aku ke personality yang seperti ini (seasing ini, if you don’t mind); sekaligus menyisakan banyak tanya. Ralat: membangkitkan kembali banyak tanya.
Apakah memang kaitan-kaitan sukmaku dimulai di kota ini? Atau kebetulan saja aku pernah singgah di kota ini, sementara urusan kaitan sukma sesungguhnya tertaut hanya dari sebuah global plan penuh permainan holografis. Aku masih mencari tahu.
Sementara itu, biar artefak-artefak di 65111 menceritakan kisah-kisah mereka sendiri.