Di pihak lain, cita2 serius untuk menghindar dari uang kayaknya masih harus dipikirin. Kebayang keselnya, misalnya waktu aku beli notebook tahun 1990-an, dan harus bawa uang tunai sekian juta, soalnya penjualnya nggak mau ada delay waktu untuk transfer uang antar bank. Waktu itu belum ada uang 100-ribuan, fyi.
Juga waktu bayar uang muka rumah. Developer Koprima yang kayaknya masih keturunan Cro Magnon itu menolak ditransferin uang. Maunya aku bayar tunai. Gile, pingin aku dirampok di jalan kali. Aku janjian ketemu di bank aja. Aku ambil uangnya, aku kasih ke dia, tandatangan kuitansi di bank, selesai.
Gimana ya kalau transaksinya waktu belum ada uang kertas, dan kita harus bawa2 lempengan emas dan perak ke mana-mana. Pake acara nimbang pula — khawatir kalau uang emasnya dicuil di jalan, haha :).
Notebook yang sekarang dibeli dengan cek. Nggak pake bawa2 kertas lagi. Ini solusi yang lumayan bagus, biarpun masih tergolong kuno. Cek belum bisa dimodulasi ke jaringan informasi, dan sangat rawan fraud. Dengan naiknya batas kredit CC, dan membaiknya nilai rupiah, sebenernya sekarang bisa beli notebook dan benda semacam itu dengan CC. Tapi suka kena overcharge yang nggak terlalu kecil. Plus belum semua merchant mau menerima CC.
Baru CC aja hambatannya besar sekali. Padahal cita-citaku masih ke sesuatu yang jauh lebih abstrak daripada sekedar CC, atau sekedar Paypal (hey, aku pernah punya account Paypal juga lho — cuma buat eksperimen), atau semacam itu …