Adnane adalah sebuah manusia kompleks. Di awal ketemu, dia banyak membantu membuat aku bertahan. Sama-sama ke masjid, bikin jamaah di kamar Abdoulkarim. Di pertengahan tahun, dia kadang jadi satu-satunya teman yang mau diajak travelling, ke taman-taman di luar kota, nonton teater dan orkestra, sampai bikin usulan ke sekolah untuk bikin travelling khusus untuk tim kami. Dan di akhir tahun, tingkat stress dia bikin aku bener-bener nunggu kapan bisa pulang, dan membuatku bersyukur bahwa hari kepulangan tiba juga. Jarang ada makhluk sedemikian lengkapnya. Jangan lupa, dia juga punya bapak yang unik yang menghibur ktia waktu lagi kangen keluarga.
Hari terakhir di West Midlands, eh jam terakhir, atau berangkali menit-menit terakhir di Birmingham Airport, dia pingin es. Jadi aku beliin es, sambil menghabiskan koin-koin yang kebanyakan. Aku beli dua bungkus es krim. Trus ngeliat angka di cash register, terus ngeluarin semua koin, sembunyi-sembunyi, buat optimasi mengeluarkan koin sebanyak mungkin. Tapi si penjual es lebih berpengalaman. Sambil bilang let me help you, dia ambil semua koin, dan dia mulai mengambili koin-koin itu dari recehan terkecil, biar sebanyak mungkin koin yang terbuang. Yup, dari penny coklat tembaga dulu, baru si mungil five pence, baru ke yang lain-lain, dan menyisakan hanya tinggak sedikit sekali koin yang bernilai besar. Aku terpana sebentar: oops. Kali aku pernah cerita: dibandingkan banyak bangsa lain, keramahtamahan bangsa kita belum dapat dipuji terlalu banyak. Trus aku harus bilang apa? Thank you yang inflasi itu? No way. Aku cuman bisa bilang “I think the world should be filled with persons like you.” — kalimat yang terus dijadiin joke sama Adnane di detik-detik terakhir itu.
Banyak Adnane menemani aku bukan saja sampai titik terakhir di Birmingham Airport. Nggak. Lebih dari itu, dia ikut pesawat yang sama sampai Schipol. Dan baru di Schipol kami berpisah. Apa kata terakhir? “I think I will miss you” … “Yeah, I think so.” … Nggak pakai kata-kata inflasi lagi. Terus kita melayang ke negeri-negeri yang thank you-nya belum kena inflasi, di mana orang lebih suka menuntut dihargai daripada belajar menghargai.