Parade buku-buku C++ yang sebentar lagi terbit (Nggak termasuk C++ in a Nutshell yang covernya belum ketemu). Dengan templates yang semakin ajaib, C++ ternyata berlum berhenti berkembang. Standardisasi tidak menghentikan perkembangan — cuma mengarahkan.
Month: November 2002 (Page 4 of 6)
Q: “What’s the difference between the radius and the diameter?”
A: “The radius!”
Tensi turun lagi. Duh, masa sih aku harus hidup dengan bergantung sama makanan dan minuman. All too human!
Ditemenin Tristan und Isolde dari Bayreuther Festpiele. Nggak terlalu peduli sama isi ceritanya. Tapi yang jelas sih musiknya sama kromatiknya sama otakku yang jalan pikirannya lagi melintas ke sana ke sini tanpa batas.
Lama juga yah nggak ngedengerin yang kayak gini. Bukan Tristan-nya. Tapi ngedengerin simfoni dengan paduan kelembutan yang menggelegar, dipasang keras di tengah hutan kubikel yang lagi sepi. Tristan jadi satu-satunya suara di lantai yang luas ini.
Oh ya, yang ini menarik buat dibaca: weblog seorang calon pendeta anglikan yang sedang mencoba ikut berpuasa Ramadhan. Herannya, aku malah nggak terlalu banyak cerita tentang proses puasa sendiri. Tau kenapa. Lagi males buat nulis tentang keseharian kali. All too human?

Rasmus Lerdorf nulis paper PHP Tips and Tricks, presentasi PDF dari PHPCon2002 tanggal 24 Oktober 2002. Isinya a.l. soal optimisation, sessions, security, dynamic image/flash/PDF generation, dan penggunaan replikasi MySQL untuk optimasi pada trafik tinggi.
Seseorang berinisial HM mengalami kecelakaan parah waktu bersepeda.
Sebagian otaknya harus dibuang :(. Setelah itu ia selamat. Ia
bisa mempelajari banyak hal, bisa menyimpan apa yang ia pelajari,
tetapi terlalu mudah kehilangan info bahwa ia pernah mempelajarinya.
Apa ini berarti ingatan atas cara terpisah dengan ingatan akan fakta?
Kalau dalam C++: ‘fungsi’ terpisah dengan ‘deklarasi’.
Aku jadi ingat Anisi (yang membuktikan bahwa ingatanku baik-baik saja,
kecuali kalau — jangan-jangan — sebenernya Anisi nggak pernah ada).
Abis menenggak beberapa botol wine bau pipis kucing itu, dia nelepon
aku, ketawa-ketawa sambil bilang bahwa dia lupa namaku. Waktu dia
berkicau panjang lebar di telepon, aku sibuk mikirin gimana caranya
dia lupa namaku tapi ingat nomor teleponku.
Ugh, udah di mana Anisi sekarang? Mudah-mudahan bener jadi menparpostel di Tuvalu. Di negara dengan penduduk sekitar 3000 keluarga itu, seorang MSc bidang telekomunikasi yang doyan seni kayaknya udah pantes jadi menparpostel.
Kalau penasaran pingin liat yang namanya Anisi, klik di halaman Desember 2001, trus cari foto orang yang gede bener dan bermuka ramah
Barangkali kita bisa bayangkan dengan aritmatika sederhana. Misalnya,
kita punya memori yang kuat luar biasa. Kita bisa menghafalkan apa pun
juga. Dengan kekuatan seperti ini, kita tidak pernah memiliki susunan
angka desimal seperti sekarang. Kalau ada sekian trilyun bilangan,
kita bisa memberikan sekian trilyun nama untuk setiap bilangan. Manusia
tidak lagi memerlukan mekanisme abstraksi angka, kemudian tidak perlu
ada juga operasi aritmatika dalam bentuk yang kita kenal sekarang. Descartes
tidak pernah mensubstitusikan angka dengan huruf x, y, z. Kalkulator,
komputer, dan segala bentuk otomatisasi tidak pernah ditemukan.
Tambahkan dengan fakta bahwa karena manusia tidak pernah lupa maka ia
tidak pernah menulis. Maka ilmu manusia hanya bersifat lokal. Ilmu
hanya didapat dari pengalaman lokal dan info yang didengar. Padahal
waktu manusia terbatas, jadi kemampuannya tidak pernah mencapai level
advance.
Bagaimana manusia mengolah simbol? Ada kekuatan manusia yang lebih sering
kita pahami sebagai kelemahan yang luar biasa, yaitu kemampuan untuk lupa.
Yup, lupa itu kelemahan dan sekaligus kekuatan. Kalau amnesia kita di atas
ambang kewajaran, memang lupa jadi masalah. Tapi di sisi ekstrim yang lainnya,
kalau kita tidak bisa lupa, kita tidak lebih dari malaikat: menyimpan
berbagai fakta dalam jumlah besar, dan kehilangan mekanisme abstraksi.
Sorry, nggak nemu kosakata lain. Lagi kebanyakan nulis tentang C++ sih.
Kita mengingat setiap pohon yang kita lihat, dan tidak pernah terlatih
untuk menyatukannya sebagai kelas pohon, dan tidak menyatukan pohon dan
rekan-rekannya sebagai kelas tanaman. Justru karena kita bisa lupa, maka
otak melakukan pemfilteran data, dan mulai melakukan abstraksi. Terjadilah
pembentukan simbol. Masa sih? Sulit dipahami, karena kita hidup dengan
gaya hidup seperti ini, bukan dengan cara lain :). Ikan adalah makhluk
hidup terakhir yang menemukan air :) :).
Tapi, apa hewan juga mengenali simbol? Lebah terkenal mampu berbagi
info dengan simbol. Entah simbolnya terekam dalam wujud diskursus
kelebahan :), atau sekedar pemetaan langsung dari lingkungan ke
bahasa tubuh. Ugh, soal memilah-milah gini biar jadi tugas para filsuf
lah. Sebagai orang yang dididik dengan teori evolusi, aku masih
percaya bahwa perkembangan manusia diskenariokan penciptanya dengan
memasukkan kemampuan-kemampuannya secara primitif ke makhluk-makhluk
yang lebih rendah dari manusia.








