Makhluk ajaib itu sempat menyesal, kenapa hidupnya banyak dipakai buat bermalas-malasan. Belajar, secara efektif, cuman 1 jam sehari. Selain itu exploring tak menentu aja. Olah raga pun nggak, bahkan boleh dibilang nggak suka. Otot-ototnya suka sakit dan sukar diatur untuk berkoordinasi dalam olah raga teratur.
Sakit pada otot itu kemudian diseriusi tim dokter. Hasilnya memang sangat serius, para dokter bilang. Dan manusia bukan makhluk yang tabah secara alami. Jadi si makhluk ajaib itu banyak merenung dan menarik diri. Dan mulai menyukai musik-musik Wagner. Dan entah dapat inspirasi dari Wagner (yang karya-karya terbaiknya diciptakan dalam keterjepitan) atau memang dari karakter asli dirinya yang selama ini terpendam dalam rutinitas hidup, dia mulai menseriusi hidup, dan panggilan hidupnya untuk menggali ada apa di balik formulasi semesta yang indah ini. Dan hidup mengalir panjang, biarpun otot-otot tubuh benar-benar dilumpuhkan, pada akhirnya.
Di Eropa, waktu mau menghadiri opera Die Walküre yang serba gelap dan serba cerlang itu, dia ambruk. Nyaris divonis mati dokter-dokter Swiss, tapi dilarikan di Inggris dan diselamatkan, biarpun kehilangan suara. Dan tetap tidak bisa bergerak. Di waktu-waktu itu dia mulai punya ide untuk menulis buku tentang riset-risetnya, dalam bahasa publik, untuk dikonsumsi orang banyak.
Cerita-cerita lain tentang Stephen Hawking akan menyusul, kalau ada waktu lagi.