Air menggenangi Jakarta. Kota yang perkasa, yang terlalu sibuk dan selalu acuh,
kini jadi kota yang rapuh. Setiap titiknya terancam oleh benda yang sederhana:
air.

Peringatan pertama datang hari Senin beberapa minggu lalu, waktu aku di Jakarta.
Derasnya hujan pagi itu terdengar mengancam. Dan perjalanan ke Jatinegara
dihiasi genangan kecil. Site-site berita mulai menceritakan banjir-banjir di
sekitar Jakarta. Tapi semuanya berpikir bahwa itu sudah biasa, orang kecil harus
kebanjiran lagi, dan lainnya harus merasakan macet kecil-kecilan. Jadi tidak
ada yang siap menghadapi banjir yang tingginya tidak masuk akal
beberapa minggu kemudian.

Dan Jakarta berubah wajah. Tapi sampai kapan ? Begitu banjir reda, semuanya
akan kembali seperti biasanya. Terlalu sibuk, dan saling acuh.