Siapa negarawan yang berani jadi komunis tapi sekaligus berani menentang Stalin di zamannya? Hanya Josip Broz Tito, pimpinan gerilyawan partisan Yugo yang ditakuti waktu melawan Nazi Jerman.

Bagaimana jadi gerilyawan yang bisa berhasil mengalahkan salah satu tentara yang paling jahat di dunia itu? Gerilya hanya bisa berhasil dengan dukungan rakyat.


Seorang petani mengadu ke Tito bahwa salah satu prajurit Tito merampas tanaman si petani. Tito mengidentifikasi prajurit yang bersalah, kemudian memanggilnya. Ia menanyakan, kenapa si prajurit merampas makanan. Jawab si prajurit dengan takut, “Saya lapar.” Tito menarik nafas dalam dilema yang berat. Hari itu ia memutuskan bahwa si prajurit harus dieksekusi.

Barangkali memang Tito itu atheist. Tapi setiap mendengar kisah Tito ini, aku selalu tercekat, dan hanya bisa menyebut nama Allâh. Jadi pemimpin sejati itu sungguh berat.

Perang Dunia II sendiri bukan soal mudah. Meninggalkan banyak pertikaian internal. Seusai perang, pertentangan Tito dan Stalin makin sulit dihindari. Seperti biasa, Stalin mengatasi hal-hal semacam ini dengan mendorong pemberontakan untuk menjatuhkan pemimpin yang tak sesuai kebijakannya, atau bahkan dengan melakukan pembunuhan. Berulang kali terjadi percobaan pembunuhan pada Tito.

Bosan dengan situasi semacam itu, akhirnya Tito menulis surat kepada Stalin: “Mohon hentikan mengirim orang untuk membunuh saya. Sudah tertangkap lima. Satu bawa bom, satu bawa senapan mesin. Kalau tak bisa berhenti, saya akan kirim satu pembunuh ke Moskow. Dan satu saja sudah cukup.”

Stalin menyimpan surat itu hingga akhir hayatnya. Ia tak mengirim orang lagi untuk membunuh Tito.