Aku sedang mempersiapkan kunjungan ketiga ke UK. Untuk kunjungan pertama, tahun 1995 (wow), ada pihak2 yang berbaik hati menguruskan visaku. Dan untuk kunjungan kedua (2000), aku dapat backing dari British Council, jadi bisa dapat visa gratis dan mudah, biarpun tetap harus dicereweti petugas di balik loket kaca di konsulat UK di Jakarta. Untuk kunjungan ketiga ini, aku harus mengurusi sendiri. Tapi aku beruntung :).

Pun tahun 2000 menunjukkan atmosfir yang berbeda dengan tahun 1995. Mudah2an bukan saja karena sejak 1997 Partai Buruh mengambil alih administrasi dari Partai Konservatif, tetapi karena UK merasa perlu menampilkan diri lebih ramah dan empatik ke dunia baru. Gerbang imigrasi yang di tahun 1995 tampak angker, di tahun 2000 berkesan amat ramah. Konsulat yang di tahun 2000 masih tampak angker, kini tak perlu lagi kita kunjungi.

UK menyerahkan administrasi pengurusan visa ke pihak ketiga. Pun dianjurkan (di Indonesia: DIHARUSKAN) untuk mengunjungi website UKVISAS.GOV.UK sebelum mulai mengurus visa. Untuk warga Indonesia yang tinggal di Indonesia, kepengurusan visa harus melalui PT VFS Services Indonesia. Banyak keuntungan pengurusan melalui pihak ketiga ini. Dari sisi warga, kita akan menghadapi customer service sebuah perusahaan swasta, tidak lagi harus menghadapi pegawai sebuah birokrasi. Dari sisi konsulat, mereka bekerja lebih efisien dan aman jika tidak harus banyak menerima tamu secara langsung.

Di Jakarta, untuk mulai mengurus visa ini, kita harus mengunjungi web VFS Services. Kita harus mengisi formulir aplikasi visa secara online. Form kosong memang disediakan, dan bisa diunduh untuk diisi. Tetapi, untuk mengurangi kemungkinan salah baca dll, kita tidak boleh memasukkan form ini. Kita harus mengisi formulir online, lalu mencetaknya, dan menandatanganinya. Formulir ini panjang :). Dan panjangnya bervariasi sesuai kebutuhan kita berkunjung ke UK. Tapi kita dapat mencicilnya dalam waktu hingga 1 minggu. Diisi, disave, diload lain waktu, diteruskan diisi, disave lagi, dst. Agar lebih cepat, aku mengisi form ini di hari libur, tanpa interupsi, sambil mendengarkan mars Rule Britannica dari Wagner. Hey, ini buat motivasi!

Berikutnya adalah dokumen pendamping. Pasfoto berwarna dengan latar kelabu muda atau krem, dan wajah tanpa senyum — haha :). Ukuran 3½ × 4½ cm — ini angka aneh, andaipun dijadikan inci. Dokumen pendamping boleh diisi selengkap mungkin, plus fotokopinya: passport (termasuk passport sebelumnya), slip gaji, rekening bank, deposito, surat tanah, SK atau surat dari perusahaan, kartu keluarga, dll. Ini bukan candaan loh :). Berhubung aku lagi mood mengumpulkan dokumen gituan, aku copy semua ke kertas dengan ukuran seragam A4, trus aku masukkan binder, yang bikin kumpulan dokumen itu jadi mirip buku biografi. Inggris memang bangsa penjajah yang selalu ingin mengubah gaya hidup kita menjadi teratur seperti layaknya bangsa yang harus diatur. Tapi aku menang, aku bisa lebih gila :).

Selesai mengkoleksi dokumen, kita harus kembali ke situs VFS Services untuk membuat appointment untuk menyerahkan dokumen2. VFS berada di Plasa Abda di daerah Sudirman, Jakarta. Kita sebaiknya hadir tepat waktu. Bawa KTP atau SIM asli, untuk diserahkan bulat2 ke resepsionis di Ground Floor, ditukar karcis MRT untuk melaju ke Lt 22, dan di sana antri lagi. Antrinya cukup lama, karena petugas memeriksai dokumen-dokumen cukup seksama — memastikan kelengkapan. Kita tidak boleh menghidupkan notebook atau telefon — jadi tidak ada Twitter dan benda2 menarik lainnya. Membawa buku dalam bentuk kertas amat dianjurkan :). Dan di akhir penantian, petugas dengan akrab memanggil kita lalu dengan ramah mendiskusikan dokumen-dokumen yang kita masukkan.

Seluruh dokumen akan diserahkan ke Konsulat UK, dan hanya passport yang akan dikembalikan. Jadi pastikan tidak ada dokumen penting yang terbawa — selain fotokopian. Setelah dinyatakan lengkap, kita boleh membayar biaya visa. Cukup mahal. Untuk visa turis jangka pendek, kira-kira Rp 1.005.000,- dan untuk visa pelajar Rp 2.600.000,- :). Biaya ini diambil Konsulat UK sebagai biaya processing visa. Andaipun visa ditolak, biaya processing ini tak dikembalikan. VFS sendiri memungut Rp 25.000,- untuk service yang diberikan kepada kita. Tapi VFS berbaik hati untuk menyuruh kita melengkapi dokumen dll jika belum lengkap atau dirasa bisa mengakibatkan visa ditolak. Jadi ini lebih baik daripada saat kita submit langsung ke Konsulat, dan bisa ditolak (plus kehilangan uang) hanya gara2 dokumen tidak lengkap.

Lalu pemeriksaan biometri. Ini cuman berarti kita diambil foto dan sidik jari di ruangan berpemandangan indah. Wow, kita bisa lihat Istora Senayan nyaris dari atas. Tapi gak boleh lama2. Kita langsung didepak pulang oleh petugas, sebelum sempat memasang tenda di ruangan ini.

VFS akan mengirimi kita SMS dan mail. Pertama adalah notifikasi saat visa kita sudah dikirimkan ke Konsulat. Kedua, notifikasi saat passport sudah boleh kita ambil. Aku sendiri cukup beruntung: visa bisa diambil kurang dari 2 hari setelah dokumen diserahkan ke Konsulat.

Tentu kita mengambil passport di VFS lagi di Plasa Abda. Visa versi tahun 2010 ini berbeda dengan visa sebelumnya. Di tahun 1995, visanya kecil berwarna merah. Di tahun 2000, visa berwarna cerah berukuran sehalaman passport. Di tahun 2010 ini, visa berwarna gelap mirip visa Eropa, tapi dilengkapi foto.

Setelah passport selesai, VFS masih mengirimi SMS ketiga, menyatakan bahwa visa sudah diambil. Haha :). Ini barangkali perlu buat yang visanya minta diambilin keponakannya :).

Sementara itu, ada reporter Northern Echo membaca blogku yang dalam bahasa Inggris. Dia langsung melakukan penjajagan untuk interview di Thirsk, sekaligus bikin foto2. Baca situs Northern Echo, aku bener2 merasa hidup di zaman Herriot: sebuah koran lokal yang pemberitaannya sekitar warga lokal yang bermasalah dengan kuda, anjing, dll. Barangkali kedatangan turis blogger dari negara penghasil tweeter paling banyak se-Asia ini dianggap pantas juga jadi berita. Aku harus baca buku Herriot lagi untuk mencoba menjawab pertanyaan sang reporter dengan pelafalan ala Yorkshire :). Reckon it’s allus a piece o’ t’awd nonsense, Sorr.

Plus kali ini mendengarkan satu mars lagi dari Wagner: Kaissermarsch. Ini adalah komposisi yang diperbincangkan James Herriot dan Siegfried Farnon di awal jumpa mereka di Skeldale House, Darrowby (Thirsk).