Tag: Russia

Chechnya (Нохчийчоь)

Masa SMA, aku pernah dipanggil Wakil Kepala Sekolah, gara-gara menggambar logo ideologi tabu di kertas buram. Itu masa perang dingin, dan anak-anak seusia aku suka cari informasi dari berbagai sumber terbatas. Belum ada Internet, tapi majalah asing cukup banyak. Aku buat peta perimbangan politik Eropa, sebagai titik perimbangan konflik masa itu, dengan logo bintang segiempat NATO di kiri dan serpimolot USSR di kanan. Pakai huruf cyrillic segala. Petugas sekolah mana tahu logo NATO. Yang tahu logo partai terlarang doank, haha. Tapi syukur pimpinan sekolah paham. Tapi situasi saat itu, di tengah revolusi dunia yang berakhir dengan pecahnya USSR dan bubarnya komunisme, membuat generasi kami mempelajari banyak hal tentang sejarah dan progres politik dunia, khususnya kawasan Eropa. Perpecahan USSR membawa banyak dampak lain, dan menguak banyak entitas politik baru. Salah satunya: Chechnya (Нохчийчоь).

Saat revolusi Bolshevik, negara-negara di bawah kekuasaan Kekaisaran Russia direformasi. Beberapa kawasan mendapatkan status SSR (Republik) yang merupakan entitas pembentuk USSR. Republik semacam ini banyak yang memproklamasikan kedaulatan saat USSR bubar, termasuk Ukraina, Kazakhstan, Uzbekistan, Armenia. Namun banyak republik hanya mendapatkan status ASSR (Republik Autonomi) di bawah republik lain, termasuk Karakalpakstan di bawah Uzbekistan; dan puluhan republik di bawah Russia, termasuk Chechnya, Tatarstan, Baskhortostan, dll. Banyak yang berusaha melepaskan diri dari Russia; namun Russia berkeras mempertahankan kedulatannya sebagai Federasi Russia yang kian lama kian berpusat pada kerussiaan (alih-alih kefederasian). Perang Chechnya 1 dan 2 menjadi perang yang cukup besar; terjadi di waktu yang sama dengan perubahan besar di Indonesia (tumbangnya kediktatoran Soeharto, lepasnya Timor Timur, meningkatnya otonomi daerah) — yang artinya menjadi perhatian besar juga saat bangsa Indonesia sedang sangat sadar politik.

Sejarah Russia panjang, melibatkan bangsa-bangsa Slavik, Turkik, Mongolik, bahkan Uralik. Nanti kita cicil di sini, haha. Bisa tampak artifaknya misalnya di web PANGERANKECIL.COM yang koleksinya meliputi banyak bahasa etnik di kawasan Russia dan sekitarnya. Tapi kawasan Kaukasus lebih unik dari itu. Banyak spekulasi bahwa budaya dan bahasa umat manusia berasal dari kawasan itu. Bahasa-bahasa Kartvelia, Pontik / Sirkasia, dan Nakh yang ada di kawasan itu, sulit dicari induk bahasanya. Bahasa Indo-Eropa yang kawasannya sangat luas pun, dispekulasikan berasal dari sekitar kawasan ini (Kaspia), yang meluas baik ke barat (hampir seluruh Eropa) maupun ke selatan (Iran dan India). Chechen adalah salah satu cabang dari Nakh — jadi bukan Slavik, Turkik, Mongolik, atau Uralik.

Bangsa Chechen tinggal di ketinggian lereng utara pegunungan Kaukasus (atau orang Russia bilang Ciscaucasia = Kaukasus sebelah sini). Berabad mencoba memperluas kawasan ke daerah yang lebih memudahkan pertanian dan peternakan di kawasan yang lebih rendah. Pertikaian panjang bangsa Slav (termasuk Kossak) dan Mongol kadang memberikan mereka ruang untuk ekspansi. Islam masuk kawasan Chechnya dari Dagestan (yang sudah jadi kawasan Islam sejak millennium pertama). Tapi kekaisaran Russia pun berekspansi, dan akhirnya menduduki Chechnya. Daerah ini dianggap daerah sulit oleh pemerintahan Russia, karena sifat masyarakatnya yang tidak hierarchical — tidak mengakui peran para bangsawan, sehingga tidak mudah diatur seperti kawasan lain. Pengusiran massal pada orang Chechen telah terjadi pada masa ini, sehingga hingga kini dapat ditemui kelompok diaspora Chechen yang cukup besar di Yordania.

Saat Revolusi Bolshevik, orang-orang Kossak banyak yang mendukung Tsar dan kemudian Rus Putih. Mereka membantu Rus Putih mengepung Rus Merah. Orang-orang Chechen banyak yang membantu Rus Merah (lihat film The Reds untuk memahami bahwa Revolusi Bolshevik dianggap sebagai revolusi Jihad di Kaukasus, untuk melawan Tsar dan orang Kossak). Rus Putih dan Kossak harus mengurangi kekuatan penyerangan ke Utara untuk melawan ekspansi Chechen, sehingga akhirnya justru dikalahkan Rus Merah.

Saat Perang Dunia II, paranoia Stalin membuatnya melakukan kekejaman dalam bentuk pemindahan massal berbagai etnik minor. Seluruh bangsa Chechen dipaksa pindah ke Kazakhstan hingga Kyrgyzstan dalam operasi Chechevitsa, dengan korban meninggal hingga 30% dari seluruh populasi pada saat pemindahan dan pada tahun-tahun pertama di wilayah baru. Tanah mereka dirampas orang-orang Russia. Baru di masa Khrushchev, orang-orang Chechen boleh kembali ke negeri mereka. Namun struktur sosial telanjur rusak. Tidak ada budaya tradisional yang melekat lagi di bangsa Chechen. Tanah mereka pun sudah banyak dikuasai pendatang Russia. Ini justru mempercepat modernisasi Chechnya. Warganya bekerja di sektor modern: pertanian, engineering, pemerintahan, dan terutama militer. Banyak warga Chechnya menjadi perwira dan prajurit Uni Soviet. Dua diantaranya tentu Jendral Dzhokhar Dudayev di Estonia, dan Kolonel Aslan Maskhadov di Lithuania — yang kemudian mendirikan Republik Chechnya saat Uni Soviet bubar.

Dzhokhar Dudayev

Merdekanya Republik Chechen memicu perang dengan Russia. Tentara Russia dapat membunuh Dudayev, namun tak dapat memperoleh kemenangan mutlak. Akhirnya Russia di bawah Boris Yeltsin memutuskan gencatan senjata dan kemerdekaan de fakto Republik Chechnya.

Sayangnya kemudian Chechnya tidak stabil. Islamis ekstrim makin kuat dan berekspansi ke kawasan lain, seperti Dagestan. Mufti Chechnya, Akhmad Kadyrov-pun merasa terancam oleh aliran Islam yang semacam ini. Russia yang kini di bawah Vladimir Putin memutuskan menumpas habis militer Chechnya. Chechnya kembali menjadi Republik Autonomi di bawah Federasi Russia. Untuk memastikan stabilitas, Akhmad Kadyrov dijadikan presiden Chechnya. Bagi Kadyrov, ini pilihan terbaik untuk menjaga Chechnya tidak lebih hancur, sekaligus menahan penguatan para Islamis ekstrim. Sebagai pembalasan, para gerilyawan membom Akhmad Kadyrov. Ia wafat dan digantikan putranya, Ramzan Kadyrov.

Masjid Kadyrov yang dibangun pasca perang

Ramzan berada di situasi yang genting. Untuk mengamankan keseimbangan, ia memilih kesetiaan dan perlindungan penuh bersama Vladimir Putin. Ia dapat membentuk pasukan Chechnya yang relatif berdaulat, terpisah dari pasukan lain di Federasi Russia. Dan tentu ini jadi pasukan yang setia pada Putin melalui Kadyrov. Dalam model Russia versi Putin, tentu banyak soal-soal HAM yang juga dituduhkan pada Kadyrov.

Jadi, ini menjelaskan, mengapa Putin mengerahkan pasukan Kadyrov dari Chechnya ini dalam upaya menduduki dan mengalahkan Ukraina saat ini.

Transformasi di Masa Krisis

Aku mem-WFH-kan diri di awal Maret tahun ini karena mendadak kena flu, baru bergabung dengan WFH resmi yang berlangsung panjang hingga menjelang Juli. Pun di hari-hari awal, sambil melihat yang terjadi di RRC dan Eropa, aku mulai mencatat prediksi-prediksi yang tidak optimis, termasuk bahwa (a) virus ini tidak akan pergi, dan kita yang harus menyesuaikan diri, serta (b) andaipun wabah menghilang, perilaku orang sudah berubah, setelah mengalami bahwa banyak aktivitas sebenarnya dapat didigitalkan. Dilengkapi beberapa kajian paper tentang transformasi di level ekosistem dll, sebenarnya aku siap memaparkan pada IEEE Leadership Summit: Engineering in Covid-19 Crises beberapa bulan lalu. Namun, ternyata aku lebih mengasyiki jadi moderator daripada jadi speaker :).

Beberapa bagian dari rencana presentasi itu akhirnya dimanfaatkan hari ini. Atas undangan Mr Ford, hari ini aku bergabung sebagai salah satu speaker dalam diskusi meja bundar (Round Table) dengan judul Business Development in the COVID-19 era: Challenges and Opportunities. Diskusi diselenggarakan Southern Federal University (SFedU) di Rostov, Russia. Narasumber diskusi ini berasal dari kalangan bisnis dan akademisi dari Jepang, Italia, Thailand, Indonesia, dan tentu saja Russia sendiri.

Roundtable dengan MS Team

Paparanku dimulai dengan fakta bahwa dalam beberapa dekade terakhir, sebenarnya perusahaan global dan / atau perusahaan digital memiliki kecenderungan untuk mengembangkan bisnis dengan menumbuhkan ekosistem; dan hal ini mau-tak-mau telah mengubah perilaku dan budaya masyakarat. Jadi, bahkan tanpa krisis dan pandemi pun, transformasi digital dan ekosistem bisnis sudah menjadi keniscayaan. Pandemi hanya mempercepat.

Tahap Transformasi Yang Didorong Krisis

Krisis yang terjadi secara serba mendadak mengharuskan masyarakat untuk mempertahankan aktivitasnya dengan teknologi atau apa pun yang dapat dilakukan. Kantor tutup, tapi orang dapat berkoordinasi dengan teks atau vicon. Rapat dan koordinasi lain jalan terus. Sekolah pun berpindah ke kelas vicon. Ini adalah tahap emergency, saat masyarakat sekedar memanfaatkan teknologi untuk memindahkan aktivitas yang telah ada. Ini segera diikuti dengan fase adaptasi, saatu terjadi perbaikan atau perubahan yang saling adaptif, baik di sisi teknologi maupun di sisi perilaku. Rapat dan koordinasi dianggap wajar dari tempat dan waktu yang tidak harus berdekatan. Informasi yang terbaharui dan kompehensif dapat digunakan bersama untuk mengambil keputusan tanpa harus benar-benar bertemu. Terjadi perubahan yang lebih filosofis. “Mengapa harus rapat? Karena kita ingin semua informasi yang updated dan komprehensif dari berbagai pihak dapat dipertimbangkan dengan berbagai feedback untuk menghasilkan keputusan terbaik. Nah, sekarang, dapatkah ini dilakukan tanpa rapat?” Disiplin pembaharuan data, disiplin pengambilan keputusan dengan informasi komprehensif, serta sistem feedback — yang semuanya sebenarnay dapat dilakukan dengan teknologi informasi yang telah ada sekarang. Maka masuklah kita ke fase transformasi, dengan model aktivitas bisnis, pendidikan, perdagangan, logistik, dievaluasi kembali, dan ditransformasikan memanfaatkan teknologi digital. Ini akan menghasilkan kapabilitas-kapabilitas dan peluang-peluang baru, yang menariknya justru menjadikan krisis ini sebagai pemicu terjadinya ekspansi.

Dan justru di masa krisis semacam ini, dengan keterbatasan yang luar biasa dalam pengembangan kapabilitas serta semakin rumitnya mencari peluang-peluang baru; maka secara pragmatis masyarakat dan bisnis mulai terbuka untuk saling memanfaatkan kapabilitas dan peluang dari pihak lain — terbentuk kolaborasi yang tidak harus bersifat formal, atau dengan kata lain: terbentuk model pertumbuhan melalui ekosistem.

Proses Pengembangan Ekosistem (?)

Ekosistem sendiri dapat tumbuh secara alami, atau tetap dapat ditumbuhkan melalui perencanaan. Ekosistem seperti media sosial, proliferasi aplikasi mobile, dan lain-lain sebagian dipengaruhi oleh strategi yang dirumuskan pengembang platform, sebagian besar diatur oleh para pemakai, termasuk yang menambahkan berbagai feature yang dapat berpeluang menjadi platform yang berbeda. Misalnya, siapa yang lebih platform: Android (yang bisa ditumpangi banyak media sosial) atau Facebook (yang dapat memanfaatkan berbagai sistem operasi)? Namun secara teknologi dan bisnis, tetap perlu dan dapat dilakukan perencanaan pengembangan ekosistem, seperti saat kita mengembangkan bisnis yang bersifat sangat adaptif dan agile. Ekosistem harus dirancang untuk bersifat sangat dan sangat-sangat adaptif sejak awal.

Sergei Vinogradov

Pembatasan sosial di masa krisis COVID-19 ini memaksa kita bekerja di rumah, plus mengurusi pekerjaan rumah. Asisten rumah tangga dll tidak disarankan ada di sekitar wilayah rumah. Kadang vicon urusan kepentingan negara pun dilakukan sambil cuci piring atau seterika. Namun, beberapa malam ini, setelah PADI UMKM sukses diluncurkan, dan vicon malam berkurang, pekerjaan menyeterika terpaksa dilakukan sambil cari aktivitas lain. Aku kurang suka menonton film. Tapi, daripada menonton baju, akhirnya film-film lama di iPad TV ditayang ulang. Sambil mensuasanai 75 tahun berakhirnya Perang Dunia II, beberapa hari ini filmnya tentang Perang Dunia II, e.g. Perang Stalingrad dan Perang Sevastopol.

Namun film Stalingrad membuat teringat pada tokoh Sergei Alexandrovich Vinogradov. Vinogradov ini perwakilan di Kedutaan Uni Soviet di Turki, dan pada usia 33 tahun dipromosikan menjadi Duta Besar. Turki berbatasan dengan wilayah yang sudah jatuh ke Jerman dan sekutunya; namun juga berbatasan dengan beberapa wilayah Uni Soviet di Kaukasus. Turki juga memiliki hubungan diplomatik yang tak terputus, baik dengan pihak Sekutu maupun pihak Jerman. Keberpihakan Turki sangat penting pada semua pihak. Namun sejauh itu Turki merasa tidak berkepentingan pada Perang Dunia II. Tak urung, Stalin mengerahkan pasukan dalam jumlah besar untuk menjaga perbatasan dengan Turki.

Passport Vinogradov sebagai Duta Besar Uni Soviet di Turki

Saat itu pasukan Jerman telah menghancurkan tentara dan rakyat Uni Soviet, merangsek ke selatan hingga sungai Volga, siap mengepung Moskow. Pasukan Hitler juga telah dikirim ke arah Azerbaijan, mencari akses ke sumber minyak dan pertanian di Asia. Hanya tersisa celah tipis wilayah Uni Soviet antara wilayah yang mulai diduduki Jerman, dan negara Turki. Uni Soviet tak bersedia menyerah, dan terjadi perang paling mematikan sepanjang Perang Dunia II di Stalingrad.

Dalam situasi semacam ini, mendadak Vinogradov diminta kembali ke Moskow. Tanpa konsideran. Diminta segera kembali.

Vinogradov mencari penerbangan yang masih memungkinkan, menyeberangi wilayah perang, dan sampai di Moskow. Tidak ada perintah apa-apa lagi. Semua orang menyuruh menunggu saja. Dia diinapkan di sebuah hotel.

Di tengah malam, ia dijemput ke sebuah markas di wilayah Kuntsevo. Di sana, ia menjumpai tak lain dari Stalin sendiri, di meja makan, dikelilingi beberapa anggota Politbiro.

Vinogradov memberi salam kepada semuanya. Stalin mempersilakannya bergabung.
“Berikan vodka dulu untuk Pak Dubes,” pinta Stalin.
Vinogradov melakukan toast demi kesehatan Stalin, lalu minum.
“Sekarang katakan, Pak Dubes, Turki akan memerangi kita atau tidak?” tanya Stalin.
“Tidak, Kamerad Stalin,” jawab Vinogradov, singkat.
“Berikan vodka lagi untuk Dubes Vinogradov,” ujar Stalin.
Vinogradov minum lagi.
“Jadi, Turki akan memerangi kita atau tidak?” tanya Stalin sekali lagi.
“Tidak, Kamerad Stalin,” jawab Vinogradov.
Lalu Stalin menutup, “Baik. Kembali ke Turki. Dan ingat selalu jawabanmu.”

Dengan jawaban Vinogradov itu, Stalin menarik mundur semua pasukan Uni Soviet di perbatasannya dengan Turki, dan mengirimkannya untuk memperkuat Stalingrad.

Sejarah mencatat bahwa perang Stalingrad menjadi titik balik Perang Dunia II. Jerman dapat dikalahkan, dipaksa mundur Tentara Merah Russia, terus mundur hingga kembali ke Eropa Timur, Eropa Tengah, lalu dipaksa menyerah dengan kota Berlin berhasil diduduki Uni Soviet.

Setelah perang, pernah Vinogradov ditanyai sejawatnya: dari mana ia tahu bahwa Turki tidak akan memerangi Russia. Vinogradov menjawab: tidak ada informasi dari petinggi Turki yang mana pun. Andaipun ada informasi, maka informasi mudah berubah dalam ketidakpastian dalam krisis dan perang luar biasa itu. Yang ia lakukan hanya memahami situasi dan kondisi moral yang ada pada para pemegang kekuasaan di Turki, diperoleh dari komunikasi dan pergaulan terus menerus.

Vinogradov pun memiliki jasa besar bagi kemenangan Sekutu di front Eropa Barat. Pemerintahan pelarian Jendral Charles de Gaulle memiliki peran aktif dalam kemenangan di front barat. Namun sebelum penyerangan, ia merasa perlu menanyakan apakah Pemerintah Uni Soviet dapat memberikan pengakuan pada pemerintahan de Gaulle sebagai perwakilan Perancis yang sah. Mereka minta bantuan melalui Vinogradov, dan Vinogradov memberikan rekomendasi kepada pemerintah pusat di Moskow untuk memberikan pengakuan yang diminta de Gaulle.

De Gaulle dan Vinogradov (saat telah menjadi Duta Besar Uni Soviet di Perancis)

Di tahun ini, dan tahun-tahun sebelumnya, aku bekerja di Departemen Sinergi di tempat aku kerja sekarang. Ada unsur diplomasi di sana, ada unsur business intelligence, ada upaya kolaborasi kompetensi, ada penyusunan strategi bersama. Dan salah satu kunci dalam pekerjaan ini adalah terus menerus memahami suasana dan kondisi pemerintah pusat, kementerian, dunia bisnis, dunia industri. Tidak hanya dengan memperoleh informasi, apalagi informasi formal, namun dengan memahami konteks, serta membentuk konteks. Ketepatan pengolahan konteks ini yang menentukan apakah sebuah misi akan berhasil.

Pop Corn

Melewati malam insomnix lagi :), pagi dimulai dengan membuka mail. Ada satu dari Technorati: surat pembebasan. Blog kun.co.ro yang sempat diskors Technorati selama beberapa bulan, mulai hari ini sudah boleh beredar lagi di sana. Aku jadi bisa lagi melihat2 blog yang melink ke tulisan2 di sini. Syukurlah tak banyak (dalam arti: jadi tak banyak waktu yang aku pakai untuk melihat2). Rank juga agak turun.

Lalu secangkir kopi. Kali ini mencoba mengenal negeri tetangga dengan mencicipi kopi Thailand. Cukup keras, mengingatkan pada kopi2 Sumatra. Mmm, kenapa ya, kopi Sumatra umumnya keras: Gayo, Sidikalang, Siborong2, Baturaja, Lampung — bikin addicted. Trus punya ide jail: bikin pop corn.

Membuat Pop Corn. Alat & Bahan: Segenggam jagung kering siap dipopcornkan, minyak zaitun, wajan & penutupnya + kompor, serta MP3 La Marseillaise (mudah didownload gratis). Cara membuat: (1) Letakkan wajan di atas kompor, dan tuang minyak zaitun 30cc. (2) Isi dengan biji jagung, dan pastikan semua jagung tenggelam, lalu tutup wajan. (3) Pasang MP3 La Marseillaise cukup keras, dan nyalakan kompor pada posisi api sedang. (4) Nikmati musik mars dengan serentetan jagung yang mulai meledak, sambil membayangkan pasukan Napoleon berperang melawan Stalin (ya, sekedar dalam bayangan, nggak papa lah). (5) Saat suara tembakan berakhir, matikan kompor, biarpun barangkali La Marseillaise belum selesai. Pop corn gosong kurang asik, dan LPG lagi langka. (6) Nikmati pop corn tanpa garam beraroma minyak zaitun sambil menyelesaikan La Marseillaise.

Sambil menyelesaikan La Marseillaise, aku jadi ingat bahwa mars kebangsaan Perancis ini pernah diadopsi. Bukan saja diadopsi oleh Czaikovsky dalam 1812 (atau Dari Sabang Sampai Merauke), tetapi betul2 diadopsi sebagai sebuah lagu kebangsaan oleh Kaum Bolshevik Russia di bawah Lenin. Ya, La Marseillaise dan juga L’Internationale. Tapi tak lama, L’Internationale lebih sering digunakan, dan diadopsi jadi lagu kebangsaan Uni Soviet. Untuk catatan, lirik L’Internationale dirancang untuk dinyanyikan dengan irama dari La Marseillaise juga, sebelum ia akhirnya punya irama sendiri.

Urusan lagu kebangsaan, bangsa Russia punya cerita yang rada unik. Di zaman tsar, negeri Russia pernah menggunakan lagu kebangsaan Tsarya Khrani. Ini adalah terjemahan Russia versi tsar, atas God Save The King dari Inggris. Waktu kaum Bolshevik merebut kekuasaan, mereka mengadopsi Internationale menjadi lagu kebangsaan, yang juga terjemahan Russia atas L’Internationale. Nah, waktu Stalin menggantikan Lenin, dan kemudian jadi diktator, ia merasa Internationale tak lagi sevisi dengannya. Selain ia sibuk melakukan Russianisasi, ia juga khawatir rakyat terdorong berontak kepada Stalin gara2 lagu Internationale, haha. Maka ia mempermaklumkan perlunya mengganti lagu kebangsaan. Dengan kisah yang agak panjang, akhirnya tersusunlah Himne Uni Soviet (Gimn Sovyetskogo Soyuza) pada tahun 1944, dengan musik dari Alexandrov dan lirik dari Mikhalkov dan El-Registan. Stalin sempat mengedit kata2 dalam lagu ini juga. Jadi ada nama Stalin segala di dalam lirik lagu. Duh. Namun diakui, tanpa melihat liriknya, musiknya indah :).

Tapi lalu Stalin tumbang, dan pemujaan atas Stalin dalam lagu kebangsaan dirasa kurang pas. Maka, sejak masa Khrushchev, lagu kebangsaan Soviet dibiarkan dalam bentuk musik saja, tanpa kata2. Ini berlangsung sekitar 20 tahun. Di tahun 1971, Mikhalkov — yang ternyata masih hidup — menulis ulang lirik lagu itu, dan mengajukan usulan. Tapi birokrasi negara komunis adalah yang paling menyebalkan di atas muka bumi. Jadi revisi Mikhalkov baru diresmikan tahun 1977. Dan jadilah Soviet punya lagu kebangsaan yang terkenal itu. Terkenal karena … sering dinyanyikan saat penyerahan medali emas di Olimpiade — orang Soviet masa itu gemar memborong medali. Tentu kita di Indonesia tak terlalu mengenalnya. Di zaman kejayaan Soviet itu, di Indonesia cuma ada TVRI, yang hanya secuplik2 menyiarkan warta luar negeri, dan lebih banyak menampilkan muka Ali Murtopo dan kemudian Harmoko.

Dan kita tahu, lalu giliran Soviet yang tumbang, di masa akhir pemerintahan Gorbachev. Russia, di bawah Presiden Yeltsin menggunakan lagu kebangsaan baru sejak 1991, dengan musik dari Glinka. Tanpa kata2. Juga, di masa itu, kontingen CIS di Olimpiade menggunakan simfoni Beethoven, untuk menunjukkan bahwa mereka tak lagi selalu berwarna Russia. Ini berlangsung sampai Yeltsin digantikan Putin. Saat baru menjabat, Putin menyatakan keprihatinannya bahwa atlit Russia di Olimpiade tampak tak bersemangat dengan hanya mendengarkan musik lagu kebangsaan. Lalu ia menyatakan bahwa Russia perlu lagu kebangsaan baru, yang memiliki kata2. Dari banyak usulan, salah satu yang masuk adalah untuk mengadopsi musik Himne Uni Soviet, dengan lirik yang diperbaharui. Mengabaikan banyak kritik, Putin menyetujui usulan ini. Lalu ia membuat maklumat yang mengajak rakyat membuat lirik lagu kebangsaan. Dan percaya atau tidak, Pak tua Mikhalkovlah — yang ternyata masih hidup juga — yang merevisi lagi lirik lagunya, lalu mengajukannya ke Putin. Dan Putin menerimanya. Pun perlu ada revisi beberapa kali. Tadinya negeri digambarkan bernaung di bawah sayap elang (lambang negara), kemudian diganti menjadi negeri yang diberkati Tuhan. Maka jadilah Himne Russia (Gosudarstvenny Gimn Rossiyskoy Federatsii) yang sekarang. Masih indah.

Dan pop corn sudah habis. Masih ada setengah cangkir kopi Thailand.

Kalmykia

Republik Kalmykia (Хальмг) terletak di antara sungai Volga dan Don, sebagai bagian dari Rusia. Di selatan, ia berbatasan dengan Laut Kaspia dan Dagestan. Berdimensi 423 km dari timur ke barat, kali 448 km dari selatan ke utara. Ibukotanya Elista (Элст), terletak 1836 km dari Moskva. Profil area ini sebagian besar berupa dataran. Di barat ada perbukitan Yergeninsky yang titik tertingginya 218 m. Terdapat bekas selat yang menghubungkan Laut Kaspia dan Laut Hitam, yang sekarang menjadi lembah-lembah sungai Zapadny Manich dan Vostochny Manich serta sejumlah danau dan laguna berair asin.

Bangsa Kalmyk tadinya adalah bagian dari Bangsa Mongol di bawah Jengis Khan, yang memasuki kawasan ini saat bangsa Mongolia terbelah antara pihak barat dan timur. Unik, karena akhirnya bangsa ini jadi bangsa keturunan Mongol yang tinggal di Rusia kawasan Eropa. Bangsa Kalmyk kemudian menjadi bangsa yang mandiri tapi menjaga hubungan baik dan patuh pada ketsaran Rusia. Sayangnya kemudian bangsa ini terpecah2 oleh migrasi demi migrasi. Hampir hilang kedaulatan bangsa ini. Maka pada tahun 1917 bangsa ini bergabung dengan kekuatan Bolshevik untuk menjaga eksistensi negerinya. Setelah terbentuknya Uni Soviet, Kalmykia menjadi daerah otonomi. Pemerintah Soviet menjadikan wilayah ini sebagai penghasil bahan pangan saja. Pada puncak PD-II (masa Stalin), bangsa Kalmyk dipersalahkan, ditekan, dan diusir ke Siberia. Baru boleh kembali pada masa Khrushchev tahun 1957. Setelah Soviet bubar, Kalmykia menjadi republik yang tergabung dalam Federasi Rusia.

Di negara ini cukup berkembang agama Kristen Ortodoks, Katolik, Islam, dan Buddha. Seni berkembang baik di negara ini. Cukup ajaib, mengingat alamnya lebih banyak berupa stepa :). Stepa yang luas, membentang tanpa batas, membebaskan jiwa manusia dari kungkungan kerangka palsu kemanusiaan. Orang Kalmyk lebih suka berpuisi macam ini:

When in the steppe I stand alone
With far horizons clear to view,
Ambrosia on the breezes blown
And skies above me crystal blue,
I sense my own true human height
And in eternity delight.
The obstacles to all my dreams
Now shrink, appear absurd, inept,
And nothing either is or seems
Except myself, these birds, this steppe…
What joy it is to feel all round
Wide open space that knows no bound!

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑