Page 71 of 210

Aksara

Secara subyektif temporer, ternyata judulnya antiklimaks.

Toko buku ini udah aku incer untuk dikunjungi, mulai zaman aku masih jadi pengunjung setia Waterstone’s. Waktu itu beredar kabar menarik: di Jakarta ada toko buku baru, dimiliki usahawan yang kutu buku, dan konon nggak kalah sama Waterstone’s.

Sampai Jakarta, ternyata aku malah lebih sering ke QB, dan biarpun sempat beberapa kali ke Kemang, belum juga berhasil ke took buku inceran ini. Tapi biar deh. QB juga nggak kalah fantastis sebagai toko buku di Indonesia. Mudah2an lebih banyak yang kayak gini di masa2 mendatang.

Kemaren akhirnya ketemu juga aku sama toko buku Aksara, sebuah bangunan box yang ditata sangat apik di tengah alam Kemang yang nggak ramah. Barangkali Ari atau sastrawan lain bakal lebih suka masuk sini daripada disuruh masuk surga. Tapi kemaren aku abis dikasih Intunal di sebuah klinik di Kemang, dan realitas bergeser 15 derajat (frasa ini dicuplik secara tidak sah dari seorang budayawan yang unik). Dan aku Cuma lihat buku2 di sana nggak beda dengan bagian tertentu dari Kinokuniya, atau lebih sial lagi nggak beda dengan bagian tertentu dari Gramedia yang diinggriskan. Percayalah, persepsiku bakal lain kalau darah nggak dipenuhi Intunal. Tapi untuk hari itu, judulnya akhirnya antiklimaks.

Dan aku cuman menghabiskan waktu baca buku tentang Koba.

Sidang FCO4 @ Senayan

Tanggal 13 kemaren, ex FCO-4 ketemu lagi. Nggak semua sih. Tapi udah kuorum lah. Tempatnya nyaman, dengan roast duck yang syedap dan es blewah yang syegar, yang masih terbayang sampai sekarang. Thanks buat Edwin, yang memfungsikan diri sebagai host.

Alkisah Edwin siap ditugaskan jadi diplomat, dan siap berangkat ke Tokyo bulan depan, dan ini acara farewell party-nya. Kenapa sama FCO-4? Tau tuh. Barangkali sekedar mengenang jaman2 dulu siap ngabur lama ke negeri asing, dan yang diajak saling berkonsultasi persiapan cuman temen2 FCO-4 yang lebih banyak bingungnya tapi selalu bisa saling bantu. Wah, sayangnya aku nggak bareng mereka di jaman itu, soalnya udah ngabur duluan satu semester sebelumnya :).

Fajar masih pendiam kayak dulu. Dulu mikirin ujian, sekarang mikirin utang negara melulu. Berat kayaknya kerjaannya, sampai makannya aja nggak pakai konsentrasi. Ika yang dulu doyan advokasi buruh, sekarang doyan advokasi perempuan, dengan semangat yang sama menggebu-gebunya. Lina masih bergaya sebagai consultant yang stays cool di bidang medik, yang cerita2nya bikin aku berharap nggak ikut dengar tapi selalu ikut penasaran.

Ari ketinggalan di Bandung. Ngasih kuliah tambahan katanya. Dih, paling juga nggak mau ketinggalan acara jalan2 di BSM. Surya yang makin ngetop lagi rapat HAM di Puncak. Rapat HAM apa piknik sih? Susi udah duluan ke Jepang. Akhirnya dia menikmati hidup di negara maju, meninggalkan negara terkebelakang, khususnya Inggris bagian Reading. Dan aku baru tau kalo Susi yang suka nulis cerpen dan cerber di Femina itu ternyata Susi yang ini, yang rambutnya sering aku pakai belajar pakai chopstick di kelas.

Pak Yuven, belum kedengeran lagi kabarnya. Berat sekali perjuangan beliau nampaknya.

Hukum Empirik Komputer

Nerusin yang kemaren. Ada hukum yang juga menarik dan patut diobservasi. Namanya Hukum Sturgeon, diambil dari nama penulis fiksi ilmiah Theodore Sturgeon: 90% or everything is crud. Jangan lupa juga hukum yang sangat terkenal itu, Hukum Murphy, diturunkan dari ucapan Edward Murphy di tahun 1949, bahwa Kalau ada dua (atau lebih) cara untuk melakukan sesuatu, dan salah satu cara menimbulkan bencana, maka akan ada orang yang melakukannya., yang kemudian disingkat orang dengan … ya tau sendiri lah.

Di dunia elektronika dengan spesialisasi di teknologi informasi, terkenal lima hukum empirik, yang umumnya berkaitan dengan perkembangan teknologi dan waktu. Hukum-hukum itu:

  • Hk Moore: Jumlah transistor dalam sebuah chip meningkat dua kali setiap tahun, ditulis pada tahun 1965, lima tahun sebelum Intel 4004 diciptakan. Setelah 38 tahun, ternyata bukan melipat setiap tahun, tapi setiap 18 bulan. Kata Moore: eksponensial takkan berlangsung selamanya, tapi akhirnya selalu bisa ditunda.
  • Hk Rock: Harga perangkat semikonduktor meningkat dua kali setiap empat tahun
  • Hk Machrone: Kapan pun juga, harga PC yang ada dan kita inginkan selalu sekitar $5000. Altair 8800 (prosesor Intel 8080) berharga $5000 di tahun 1976, sama dengan Mac-G5 2GHz dengan semua asesorinya termasuk layar datar ukuran besar tahun 2003.
  • Hk Metcalfe: Nilai sebuah network meningkat sebanding dengan kuadrat jumlah pemakainya
  • Hk Wirth: Perangkat lunak melambat lebih cepat daripada percepatan perangkat keras. Ini udah ditulis kemaren.

Groves giveth, Gates taketh away

«Groves giveth, and Gates taketh away» kata seorang industriawan. Intel, dipimpin Andew Grove terus menerus meningkatkan kapasitas prosesor untuk memperkuat dan mempercepat perangkat keras komputer kita (Hk Moore). Tapi berkat Microsoft, pimpinan Bill Gates, perangkat lunak makin haus sumberdaya, terus menyedot kekuatan perangkat keras, dan membuat kenyamanan kita berkomputer tidak berubah. Barangkali kenyamanan kita sekarang pakai Word nggak jauh beda dengan pakai WordPerfect dengan DOS di tahun 1992 dengan prosesor 386 dan memori 2M.

Anomali ini bukan kesalahan Gates seorang, sayangnya. Niklaus Wirth, kalau masih ingat nama ini (selain yang sedang belajar pemrograman), merumuskan hukum yang kemudian disebut sebagai Hk Wirth, di tahun 1995: Software is slowing faster than hardware is accelerating, yang akhirnya membuat Hk Moore tidak terlalu terasa bagi pemakai komputer ;). Yang jelas sih, dia terasa bagi berbagai bidang lain. Telepon dengan CDMA misalnya, atau setidaknya PDA, yang dulunya tidak mungkin ada, setidaknya dengan dimensi yang sekarang, sekarang dimungkinkan.

Pusdata

Abis berputar-putar di berbagai BBS-BBS Bemo, aku ketemu sebuah BBS yang rada beda: Pusdata. Dengan sopan aku ngedaftar ke SysOp-nya, dengan id koen. Dan mulailah cerita2 panjang dengan Pusdata.

Sekarang Pusdata masih diabadikan di Internet di http://pusdata.dprin.go.id. Ke sana, gatel juga aku liat form login. Iseng diisi dengan login dan password terakhir yang nggak tau kenapa masih bisa keinget. Boom, login berhasil. Huh. Dan Pusdata menampakkan tanggal pertama aku jadi member: 9 Desember 1995.

Huh, tepat 8 tahun lalu?

Di Pusdata ini aku pertama kali bisa baca e-mail Internet dari BBS. Alamatnya, tentu saja, koen¤pusdata·dprin·go·id — kayaknya ini satu2nya alamatku yang pakai go·id. Waktu itu aku udah punya west¤ibm.net sih, tapi Pusdata masih terasa istimewa.

Lebih istimewa lagi, ternyata alamat di Pusdata ini masih valid sampai sekarang, waktu west@ibm.net udah mati, disusul koen@bitsmart.com, k.wastu@ieee.org, dan alamat2 antik lainnya.

Cirebon

Apa yang berubah di kota ini?

:), aku nggak cukup beruntung untuk bisa berkeliling, jadi kayaknya yang satu ini mesti ditunda. Tapi kayaknya abis ini aku bakalan cukup sering jalan2 di sini. Kandatel Cirebon kelihatannya siap untuk berperang melawan masa lalu. Get recovered dan kembali jadi Telkom yang punya power untuk menjalankan bisnisnya sendiri tanpa campur tangan dari hantu2 entah di mana.

Coincidentally, Mobile-8 (perusahaan telekomunikasi punya Bimantara) juga berminat mengambil Cirebon sebagai pijakan pertamanya — selain Jakarta dan Bandung. Mudah2an jadi ko-opetisi (gabungan antara kerja sama dan persaingan, ciri khas antara pebisnis network di bagian dunia yang mana pun) yang seru.

Pilihan

Seandainya, sebelum hidup ini dimulai, kita diberi wewenang menentukan apa yang akan terjadi dan kita alami selama kita menjalani hidup fana ini, apa yang akan kita pilih untuk kita jalani?

Tentu, sebelum kita mulai hidup, kita belum dibebani ketakutan dan prasangka. Barangkali yang ada semacam keinginan betualang yang kekanakan, ditambah kearifan yang adil, jernih, dan lugu. Barangkali akhirnya, yang kita pilih adalah tepat seperti yang kita jalani seperti sekarang ini: hidup dalam dunia yang kusut tak berujung pangkal tanpa keadilan dan keyakinan meletakkan nilai-nilai, kebosanan yang menghantam, kepedihan yang menyengat.

Barangkali tokoh Koen memang memilih hidup yang biasa-biasa tanpa titik ekstrim, sambil menikmati hal-hal kecil setiap hari. Barangkali tokoh Hitler sengaja hidup sedemikian kurang ajarnya untuk memberi contoh bersejarah tentang potensi kejahatan manusia, yang diakhiri dengan bunuh diri yang nista (atau hidup nomaden dalam lobang-lobang bawah tanah untuk Saddam). Barangkali para politisi Indonesia memang memilih untuk menyebarluaskan kemunafikan untuk memaksakan orang-orang Indonesia belajar kearifan yang bebas dari kata-kata.

Entah jalan hidup ini pilihan kita sendiri … atau dipilihkan oleh Kasih Sayang Yang Agung … hiduplah … ;)

Taqabalallah

Taqabalallah minna wa minkum. Mari kita mencapai kemenangan lahir dan batin. Mari kita awali dengan membersihkan diri dari dosa dan cela. Semoga Allah Yang Maha Pengasih Penyayang terus membimbing kita melangkah dalam fitrah manusiawi kita sebagai makhluk mulia yang memegang amanah mencerahkan semesta ini.

Buat pengunjung website ini, mohon kelapangan untuk memaafkan segala kesalahanku, kelalaianku, dan kebodohanku, yang sesungguhnya memang sulit dimaafkan. Terima kasih atas keikhlasannya.

Sedgefield

Cuplikan dari Guardian:

After lunch, Mr Blair and Mr Bush arrived with their wives at the Sedgefield Community College secondary school.

One of the children who had met Mr Bush, Stuart Percivil, said: “He shook my hand and put his arm around me. He said ‘I am the President of the United States.'”

“He is a very nice man and I don’t know why they are saying he is the world’s number one terrorist.”

Wow, how cute Mr President is. As cute as Stalin, Saddam, Hitler, Soekarno, Soeharto. The list will never end. May Machiavelli bless them.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑