Aku tak dapat mengakui kuasa kegelapan.
Kuhadapi dia.
Tak dengan pedang.
Tak dengan setetes kuasa apa pun.
Hanya dengan hati.
Pun bukan hati yang suci.
Hati biasa, yang compang-camping penuh dosa.
Tapi biar dia kuhadapi.
Page 43 of 210
Beberapa hari hujan lebat menghajar Bandung dan beberapa kota lain di Jawa. Sore ini aku terjebak, turun dari bis di Pasirkoja, naik angkot, dan mulai disambut hujan yang langsung bermetamorfosis (duh) jadi badai badai. Muter2, akhirnya memutuskan rehat di BEC, daripada muter2 tanpa tujuan :). Buat yang bukan penduduk Bandung, BEC ist Bandung Electronic Centre.
Pre-dinner sendiri di Lt-2, bikin keisengan bangkit. Nggak, aku nggak cukup usil untuk mengisengi orang lain. Aku buka notebook aja. Bukan buka Word atau apalagi Excel. Dokter udah menyatakan bahwa aku alergi MS Office, dan harus menghindarinya sebanyak mungkin. Terutama Excel. So, iseng cari2 hotspot WiFi. Dulu ada Telkom Hotspot atau Telkomsel Surfzone kayaknya di sini. Radnet juga. Tapi aku nggak pernah periksa. Belum pernah sih sebelumnya buka notebook di BEC.
Dapat? Dapat sih, beberapa. Yang lagi aku pakai ini adalah pilihan pertama. Namanya “Hotspot BEC” — dan langsung bisa dipakai tanpa harus tanya userid dan password.
Save dulu ah. Belum tau nih, reliable apa nggak. Bersambung.
OK, ternyata masih cukup reliable. Wow, bakal panjang keisengan kayak gini. Di Starbucks BIP juga ada tanda Telkom Hotspot. Barangkali lain hari aku bolos aja ke sana, bukan buat ngopi, tapi buat cobain kehotspotan Telkom. Barrista di sana baik hati semua, tanpa kecuali. Mau menghafal nama customer malahan (surprise nggak sih, selalu dipanggil dengan nama kita setiap masuk ke sana). Mudah2an mereka nggak keberatan membiarkan aku memanfaatkan tempat mereka buat bolos sambil internetan.
Trus ngapain di Internet? Hmmm, nggak ada rencana sih, selain nunggu hujan reda. Ada ide? Sila tanggapi aja posting ini. Kali2 aja aku belum pulang. Baterainya bilang masih 1 jam 6 menit.
Wolfgang Pauli, salah satu raksasa Fisika Kuantum, kita kenal dari SMA dengan Prinsip Pauli-nya: Tidak ada satu lepton (mis. elektron) pun yang bisa memiliki bilangan kuantum yang sama. Mungkin kita juga perlu mengenal Prinsip Pauli kedua yang diamati banyak orang di sekitarnya: setiap pendekatan oleh Pauli akan mengakibatkan kerusakan pada perangkat di sekitarnya. Bahkan konon ledakan yang menghancurkan Departemen Fisika Universitas Bern terjadi waktu kereta yang dinaiki Pauli ke rumahnya di Zurich melewati Bern.
Fisikawan Casimir bercerita tentang sebuah paparan fisika oleh fisikawan Heitler tentang ikatan homopolar. Pauli tampak menahan kesabaran waktu mendengarkannya. Waktu boleh memberi komentar, Pauli langsung maju. Heitler duduk di sebuah kursi di ujung Podium. Pauli mulai menyerang, “Pada jarak jauh, teori ini salah akibat adanya daya tarik Waals. Pada jarak dekat, kita tahu, jelas2 salah juga.” Lalu ia berjalan sambil terus mendekati Heitler. “Namun ada yang memberi pernyataan bahwa sesuatu yang salah baik pada jarak jauh maupun pada jarak dekat, mungkin bisa secara kuantitatif benar pada jarak menengah.” Sekarang ia sudah dekat pada Heitler. Heitler memundurkan kursinya, yang tiba-tiba saja punggungnya patah dan membuat Heitler terjatuh.
George Gamow yang juga hadir langsung berteriak, “Efek Pauli!”
Oh ya, Pauli juga pernah beberapa kali dibahas di sini. Klik saja kategori Science.
“I have offended God and mankind because my work didn’t reach the quality it should have.”
Pencurian content mah, sekali dilakukan, gampang jadi kebiasaan. So, kita teruskan acara pembahasan kopi. Nggak dink, ini sebenernya pembahasan inovasi.
Sekaligus menjawab ke seorang rekan di kantor yang suka nanya: kenapa kopi di Starbucks mahal, tapi tetap laku. Pun kopi di Starbucks sebenernya bukanlah yang terenak. (Yang jelas, Starbucks masih terenak dibandingkan kopi instan yang mana pun. Dan coba deh, kuli2 macam aku gini kapan sempat cari kopi enak beneran, haha.)
Baca buku The Blue Ocean Strategy yang lagi ngetrend itu. Dan sebenernya ringkasannya cukup satu kata aja: inovasi. Inovasilah yang menggeser soal jual beli kopi ini dari sekedar urusan komoditi menjadi urusan pengalaman. Dan pengalaman tentulah sifatnya priceless. Dihargai berapa pun, customer akan tetap merasa beruntung. Soalnya, tentu, adalah pengelolaan inovasi secara serius. Ini yang sebenarnya tidak mudah. Buku Blue Ocean Strategy pun hanya main2 di tepian. Lihat contoh kasus seperti Google barangkali lebih berguna. Atau industri-industri perbankan.
Doyan kopi, tapi mau menghemat jantung? Decaf saja! Masa? Weblog ini pernah menyangkal soal itu. Nah, majalah Science&Vie bulan Januari lalu mengulang hal yang sama. Kopi decaf tidak membantu menghemat jantung buat para pecandu narkopi.
Jadi, buat yang sayang jantung, sementara ini kopi memang harus dihindari. Pelihara aja umur, sampai suatu hari kita bisa meramu kopi yang ramah jantung, perut, dan kantong. Eh.
Tapi memang sih, buat sebagian orang … buat apa umur panjang, kalau nggak boleh ngopi? Sebagai pecinta (tapi bukan pecandu) kopi, komentar aku sih ini aja: DUH!
Dalam kisah Karamazov bersaudara, Dostoyevsky bercerita tentang zaman Inkuisisi di Sevilla. Aku cuplik versi Coelho aja dari cerita itu.
Di Sevilla saat itu, siapa pun yang tak setuju dengan Gereja (dengan G besar) akan dihukum, disiksa, bahkan dibunuh. Saat itu terdengar bahwa Isa kembali turun ke bumi.
Sang Inkuisitor Agung memerintahkan Isa untuk ditangkap, lalu ia menemuinya di tahanan.
“Tuan,” kata Inkuisitor Agung, “Anda hanya mempersulit. Kami memahami ajaran Tuan. Sesungguhnya yang kami lakukan tak lain hanya mencoba mewujudkan semua ajaran Tuan itu. Situasinya sungguh sulit. Sedang ada kekacauan di mana-mana. Hati tak dapat hidup dalam damai. Memang Tuan ada mengatakan bahwa manusia itu sama, dan beroleh cahaya Ilahi dalam hatinya. Namun pun ada waswas di hati manusia, dan mereka perlu pemandu. Jangan mempersulit kami, Tuan. Kembalilah.”
Isa memeluk Inkuisitor Agung, seraya berbisik: “You may be right. But my love is stronger.”
Dari Abad XX, satu buku ini masih aku cari: edisi asli (non bajakan) dari Larry Wall Programming Perl, 2nd Edition. Harus 2nd Ed, terbitan kira2 tahun 1996. Aku udah pernah membajak 1st Ed, dan udah aku musnahkan bersama semua buku bajakan lain dari rumah ini. Dan aku nggak terlalu tertarik dengan 3rd Ed ke atas. Buat yang bisa bantu … please.
Bandung … should I leave you?
Kereta api menembus rembang malam. Gerbong kami kosong. Perempuan berambut oranye berselonjor di kursiku. Aku memilih duduk di belakangnya, dan belajar berselonjor juga. Nggak terlalu nyaman, soalnya nggak biasa. Dipaksain aja. Trus baca2 mail dan web2 dengan Nokia 6235 ber-Flexi, sampai sinyalnya dibatasi regulasi di daerah Karawang. Sejujurnya, sebagian besar mail dibaca dengan cara kayak gini, di kereta, di taksi, di angkot, di kasur. Dan dijawabnya nunggu ketemu komputer, soalnya ngetik jawaban serius dengan HP imut gini sungguh melelahkan. Mendingan mikirin mekanisme lompatan tupai, misalnya.
Di seberang, seorang lelaki berwajah ramah, utak-atik Nokia 9500. Hmm, kapan terakhir kali aku lihat orang baca buku di kereta? Semuanya baca di HP atau PDA. Dekat Bandung, dia menyapa, dan memperkenalkan diri. Mahasiswa S2 dari Hamburg. Cerita tentang lingkungan kampus, suasana Jerman, keharusan belajar bahasa Jerman dan Portugis, dll. Dia tanya di mana aku sekolah dan dapat beasiswa dari mana, dan entah kenapa dia bertepuk tangan (beneran) waktu aku jawab soal Chevening. Dan cerita perlu akses Internet flat rate dari Bandung. Aku cerita tentang Speedy yang 1 April ini bakal diluncurkan (soft launching). Tapi dia cerita belum punya line telefon. Trus dia tanya tentang StarOne. Dan kaget waktu sadar bahwa StarOne belum ada di Bandung. Aku kenalin ke Flexi, tapi tentu saja Flexi belum ada feature Internet flat rate-nya.
Akhirnya kami bertukar kontak. Dengan pesan minta dihubungi kalau StarOne udah dipasarkan di Bandung. OK :). Sahabat adalah sahabat, biarpun artinya seorang profesional di Product Management di Telkom harus punya fungsi marketing communication bagi kompetitornya: Indosat, StarOne. The show must go on :).