Page 19 of 179

Indonesia Comsoc Chapter Meeting

Seperti diumumkan di blog satunya, IEEE Indonesia Comsoc Chapter hari ini menyelenggarakan pertemuan pertama tahun 2008. Pertemuan ini disiapkan dari jauh hari, saat Pak Ary (chapter’s chairman) menjajagi kemungkinan sebuah meeting yang formal di Bandung. Aku yakin itu tidak sulit. Fasilitas Telkom bisa digunakan kapan saja. Yang sulit mungkin mengundang anggota2. Tadinya aku berencana menggunakan ruang rapat Telkom Divre 3. Tapi aku cukup realistis bahwa kegiatan seperti ini tidak mungkin dihandel seorang diri (yang akan terjadi kalau aku teruskan di Divre 3). Jadi aku kontak Pak Jojo of Telkom RDC untuk kemungkinan menggunakan fasilitas di sana. Pak Jojo langsung setuju. Maka jadilah pertemuan dilakukan di Risti Tower, dengan akomodasi dari Telkom RDC. Telkom Divre 3 menyumbang persiapan acara dan tas ransel keren untuk souvenir. Hihi, keren beneran loh. Pesertanya suka tuh :)

Ada dua acara utama pada kegiatan hari ini. Pagi hari diisi dengan officer meeting selama 2 jam. Kami membahas kembali pengawakan organisasi, menyusun rencana pembentukan cabang siswa (student branch), sub-section yang akan dikembangkan menjadi section, dan action plan 2008. Sementara itu di anggota2 lain mulai berdatangan. Dari UI, ITT, Univ Pelita Harapan, Univ Trisakti, LIPI, Tritronik, Telkom, dll. Biarlah. Networking dulu :). Kedengerannya seru sekali :) :).

Setelah makan siang, pertemuan anggota dimulai dengan opening speech dari wakil Telkom sebagai host, yaitu Pak Wiseto dari RDC. Beliau berbagi info tentang rencana pengembangan network dan service di Telkom, termasuk yang tercakup dalam INSYNC2014 (Rencana NGN Telkom). Pak Ary, sebagai chapter chairman, kemudian membacakan dan mendiskusikan laporan tahunan Comsoc chapter. Pak Arief Hamdani, IEEE Indonesia Section chairman, melanjutkan dengan diskusi tentang fasilitas dan peluang pengembangan bagi anggota IEEE. Diskusi makin seru karena para anggota senior (Prof Dadang Gunawan, Prof John Batubara, dan banyak lagi) meramaikan diskusi dengan berbagai cara mensinergikan kegiatan anggota; termasuk internal training, knowledge sharing, professional communications, perencanaan distinguished lecture programmes yang lebih baik, dll.

Dan akhirnya pertemuan ditutup dengan pesta bakso. Hmmm. Terima kasih untuk Pak Jojo dan rekan2 RDC atas fasilitas dan penyelenggaraan acaranya yang lancar sekali. Terima kasih untuk semua anggota IEEE yang berkenan meluangkan waktu untuk hadir berbagi (mengorbankan waktunya yang amat sangat berharga bagi keluarga, bisnis, istirahat, dll — I know that).

Selesai, aku meluncur ke Bandung Centrum, ke pertemuan lain dengan komunitas lain: Batagor, tempat berhimpun blogger muda kreatif dan usil. Debe, si abege extra-creative itu mengajak sinergi komunitas untuk kegiatan tanggal 27. Hmmm, mau bergabung sama siapa? Aku langsung ingat Starbucks yang juga punya kegiatan kemanusiaan yang menarik. Trus siapa lagi ya. Flexter?

Blogger, Hacker, Minister

Atas arrangement dari Oom Romi (yang kita semua kenal dari Ilmukomputer) dan Oom Son Kuswadi (yang kita kenal dari IECI), malam ini terjadilah silaturrahim yang sangat akrab antara Menkominfo Muhammad Nuh (dan jajarannya dari Depkominfo) dengan komunitas2 ICT, yang menurut Menkominfo merupakan stakeholder dari ICT Indonesia, bertempat di Gd Depkominfo, Jakarta.

Skrip pembicaraan aku laporkan langsung di koen.telkom.us. Dan aku lupa alasannya kenapa mesti in English semi kacau :). Kajian berfokus pada latar belakang dan implementasi UU ITE. Concern yang cukup besar disuarakan komunitas atas praktek penyensoran yang mulai dilakukan pemerintah, yang dianggap melakukan hal yang salah untuk alasan yang benar. Menteri menyetujui bahwa UU itu tidak sempurna, dan mengajak bersama2 memperbaiki. Tentu suara hangat dan ajakan ini berbeda dengan lengkingan charlatan tertentu kepada media tertentu, yang memanfaatkan nama Depkominfo untuk mengancam komunitas2 IT (setidaknya komunitas blogger dan hacker) — untuk mana Menteri juga menyesalkan perilaku semacam itu.

depkominfo.jpg

Bersama2, kita sampaikan juga hal2 positif tentang kegiatan para hacker dan blogger di republik ini, yang menjadi ujung tombang pencerdasan pendidikan dan ekonomi masyarakat melalui ICT. Jajaran Depkominfo menyatakan mendukung upaya2 ini. Ini a.l. juga disampaikan Mr Cahyana Ahmadjayadi (Dirjen Aplikasi Telematika, yang juga blogger, url= cahyana-ahmadjayadi.web.id), Mr Basuki Yusuf Iskandar (Dirjen Postel), serta Mr Edmon Makarim (Penasehat Menkominfo). “Blogger adalah keluarga kita,” kata Mr Nuh.

Yang belum selesai memang soal penyensoran. Keberatan banyak pihak tentang mulainya pemerintah melakukan penyensoran dijawab dengan alasan bahwa resource Internet kita sedikit, sayang jika digunakan untuk hal negatif. Namun metode pemfilteran akan diperbaiki, sehingga tidak justru merugikan orang banyak, seperti yang akan terjadi jika filter dijalankan per site. Ini akan dikaji lebih lanjut.

Dan tentu, acara ini jadi semacam land-coffee (kopi darat) juga. Ketemu berbagai warna blog, tanpa label positif negatif, seperti yang digunakan tukang pecah belah yang malam ini sempat disebut namanya di depan publik itu. Juga ketemu Mas Suhono, yang bersama Mas Romi dan Pak Son jadi malah membahas IECI. Dan IEEE.

Skripku di sini: KOEN.TELKOM.US. Sila kalau ada penyempurnaan.

Update: Dan ini alasan sesungguhnya tentang pemblokiran Youtube: HTTP.KOEN.CC.

OFCDM

Saat ini teknologi transmisi yang sedang on-business adalah CDMA; baik varian CDMA2000 yang digunakan operator FWA semacam Flexi, maupun varian WCDMA yang digunakan sebagai transmisi 3G oleh operator ex-GSM. Thomas Hardjono sudah menyinggung bahwa CDMA sudah mulai surut. Tentu. Single carrier CDMA tidak pas untuk broadband channel yang lebih besar, karena masih ada masalah interferensi multipath. Di tulisan tentang NGMS, aku menyinggung bahwa ITU menghendakti transmisi 4G haruslah dengan OFDMA, yaitu versi multi-akses dari OFDM. GSM lari ke LTE, CDMA2000 lari ke UMB, dan WiMAX berkembang jadi WiMAX II. OFDM (orthogonal frequency division multiplexing) membawa sejumlah besar subcarrier secara orthogonal untuk memawa simbol secara paralel. Modulasi antar subcarrier dilakukan dengan IFFT (Inverse Fast Fourrier Transform), sehingga implementasi lebih mudah. OFDMA menggunakan OFDM, dengan memisah subset dari subcarrier untuk setiap receiver. Singkatnya begitu. Tapi lalu ada OFCDM (orthogonal frequency and code division multiplexing). Kenapa? Rupanya OFDM dianggap memiliki kelemahan pada sel yang berdampingan atau bertumpukan: bisa terjadi interferensi antar subcarrier. Maka dilakukan kombinasi OFDM dengan spreading dua dimensi melalui OFCDM ini.

Gambar membandingkan OFDM (kiri) dan OFCDM (kanan). Satu blok menunjukkan informasi dalam satu durasi dan subcarrier. Dalam gambar itu, ada 16 data simbol. Gambar di tengah menunjukkan spreading pada domain waktu (time), yang ditunjukkan dengan perubahan warna: dalam contoh ini {+1, -1, +1, -1}; yang diikuti duplikasi pada domain frekuensi (frequency). Dengan berbagai kode (code) spreading yang lain, dipadukanlah skema OFCDM. Spreading kode di sini berbeda dengan CDMA. Spreading pada OFCDM hanyalah mengkodekan informasi pada blog frekuensi-waktu yang berbeda. Ada redundancy, memang. Tetapi kita juga punya banyak alternatif kode spreading; yang jika digunakan semua, maka kecepatan data OFCDM akan sama dengan OFDM. Parameter sistem OFCDM serupa dengan OFDM (misalnya panjang paket, metode modulasi QPSK, dll), kecuali bahwa pilot channel OFCDM termultipleks kode, sementara pada OFDM termultipleks waktu.

Sampai hari ini, OFCDM ini belum jadi entry tersendiri di Wikipedia. Dia ditargetkan untuk digunakan pada transmisi downlink untuk 4G. OFCDM diuji pada jaringan DoCoMo, dan telah memberikan rate 100 Mb/s pada kecepatan 20 km/jam, tanpa MIMO.

Istoria da Paz

Akhirnya terbaca juga buku Okke ini: Istoria da Paz. Buku ini udah beberapa minggu dibeli, tapi lupa dibaca terus. Dan berbeda dengan buku2 sebelumnya, aku merasa yang ini Okke banget. Ntah kenapa aku merasa karakter Damai a.k.a. Bu Guru Bunga ini mirip Okke. Nggak heran sih. Aku juga kadang membayangkan tokoh Tomas di Unbearable Lightness of Being mirip Kundera :).

istoria-da-paz.png

Bukunya 200 halaman, dengan ukuran saku. Bisa dibaca sambil pusing dalam 1 jam lebih sedikit. Bahasa sang penulis kebetulan tepat sama dengan kecepatan baca optimalku. Tak berbunga, pintar memilih kata yang singkat dan tepat, tapi juga tak pelit ekspresi. Kalau semua buku kayak gini, boros. Cepat habis uang buat beli buku baru lagi.

Kalau Ayu Utami dulu jadi salah satu pelopor dengan novel yang mengandung komunikasi e-mail; Okke melanjutkan tradisi itu dengan novel yang mengandung komunikasi via blog. Plus media online lain. Tokoh Damai dilontarkan dengan suatu alasan (buat aku alasannya nggak penting) ke tempat favorit penulis: Timor. Bukan di Timor Lorosae, tapi di kawasan pengungsi. Ketemu tokoh Dion, sarjana idealis yang memilih bekerja membantu kaum tak terbantu. Dan Abitu, makhluk kecil usil paling jail di dunia. Tokoh2 ditampilkan biasa saja, manusiawi, dengan relasi yang manusiawi tapi hangat. Ya, ada sih adegan Damai harus mengejar2 babi, atau ikut membubarkan kelas untuk mengejar kambing, yang berakhir dengan dirinya dikejar2 kambing sampai jatuh berulang ke semak berduri. Relasi manusiawi yang biasa2 tapi hangat ini sering tertangkap di buku If Only They Could Talk punya Herriot. Tanpa aliran mengklimaks yang tertulis. Kita dibiarkan meluncurkan sebagian cerita oleh kita sendiri, dalam hati kita sendiri. Dan tamat secara menarik; saat tokoh Damai mendadak menemukan jiwa yang lain dalam dirinya.

Okke, makasih ya. Bukunya keren.

Tantangan Bagi Engineer

grand-engineering-challenge.jpg

Situs Engineering Challenge memaparkan apa yang dianggap sebagai tantangan terbesar bagi dunia rekayasa masa kini. Krisis energi, krisis lingkungan, krisis pendidikan dan kemanusiaan, krisis kesehatan, hingga kebutuhan untuk membentuk dunia yang lebih aman (dari teroris, spammer, dan virus) dan manusiawi.

Menurut Anda sendiri, apa tantangan engineering terbesar yang harus kita hadapi? Dan apa pendekatan yang Anda bayangkan?

Update: Jawablah di situs IEEE Indonesia Section

And The Winners Are …

Senin pagi itu aku berencana bersantai di RS Borromeus sambil antri kontrol diri :). Mendadak para sahabat bergantian menelepon, menyampaikan bahwa Kompetisi Blog Telkom.TV, yang sedianya akan dipurnakan minggu ini, harus diselesaikan hari ini juga. Satu2nya kemungkinan Direksi Telkom bisa menutup kegiatan dan memberikan hadiah hanya malam itu. Notebookku langsung dibuka di RS, dan proses yang sudah direncanakan langsung dijalankan. Proses apa? Sebelum hari pengumuman, kami belum ingin tahu nama pemenang. Cukup para nominee. 20 jumlahnya. Maka hari Senin itu, aku harus menghubungi para nominator satu per satu, sambil menyiapkan para juri bersidang memilih pemenang. Berhasil? Ah :).

Sementara itu aku sudah keluar dari RS, dan mulai menghubungi para nominee. Tidak mudah, tentu. Waktunya, wow, hanya beberapa jam. Yang di luar Bandung kelihatannya harus diacarai di Kandatel masing2. Tapi tetap dirank dalam sidang juri. Perlu bantuan banyak rekan, sesama blogger, dan anggota komunitas2 online, untuk saling mencari. Tapi sambil tetap cool. Yang tak mungkin lagi dikontak dengan telepon, dikirimi email. Tentu kemungkinan sampai dalam beberapa jam sangat kecil. My fault. I’m sorry. Dan sementara itu juri sudah memilih 5 besar. Hah, harusnya kan 4? Ya, tapi 5 ini outstanding dibanding lainnya, dari kriteria yang ditentukan. Aku habiskan mug besar caramel macchiato itu. Akhirnya diputuskan menambah 1 hadiah lagi.

Berikutnya, aku pindah ke posisi akhir di BEC, tempat acara dilangsungkan, dan pemenang kompetisi blog ini akan diumumkan. BEC sudah ramai. Beberapa nominee sudah hadir, dan beberapa membawa pasangan :). Dari komunitas blog, ada Aki (yang langsung harus pergi karena ada kegiatan lain), dan Rendy. Dan entah dari langit ke berapa, mendadak ada Priyadi juga. Priyadi hanya memantau sesaat, untuk kemudian moksha ke langitnya lagi :) :). Tapi sebelumnya, sempat aku saling kenalkan dengan beberapa nominee yang sudah hadir.

Oh ya, ini pemenangnya:

  1. Adham Somantrie
  2. Akhmad Deniar Perdana Kusuma
  3. Andriyansyah
  4. Mohammad Jaka Prawira
  5. Calvin Michel Sidjaja

Hadiah langsung diserahkan oleh Direktur Konsumer Telkom, didampingi EGM Telkom Divre III.

Mewakili task force yang menjalankan kegiatan ini, aku mengucapkan banyak terima kasih buat semua. Pertama, buat para peserta lomba blog, 245 orang (tidak termasuk yang blognya bermasalah, atau yang mendaftar setelah 31 Desember 2007). Kedua, buat para nominee yang menyempatkan diri hadir (terutama Mas Ali Murtado dan Mas Andreas Krisna). Ketiga, buat mereka yang membantu dalam upaya mengejar2 nominee (terutama Mas Ali lagi, juga Aa’ Adinoto). Juga rekan2 Telkom, yang bergabung dalam dewan juri, dewan pelaksana, dan dewan2 lainnya :). Lalu, komunitas online Jawa Barat (Oom Budi Rahardjo yang mewarnai pembukaan kegiatan ini September lalu, kawan Ikhlasul Amal, kawan Rendy Maulana, kawan Herry the Aki of Batagor). Dan semua yang telah direpoti, atau terepoti, dan yang menaruh perhatian pada kegiatan ini.

Update: Beberapa blog yang terlink di sini juga menulis report kegiatan ini, plus beberapa foto. Sila diklik.

Update: Yang mejeng di foto di atas (dari kiri): Bpk Dwi S Purnomo (EGM Telkom Divre III), Akhmad Deniar (2nd winner), M Jaka ‘Debe’ Prawira (4th winner), Adham Somantrie (prime winner), Bpk I NyomanG Wiryanata (Dir Kons Telkom).

Context-Awareness

Semestinya nextgen dijadikan kata sifat yang baru :). Dan artinya bukan lagi next generation yang kemudian bisa dipelesetkan à la Wally jadi sesuatu yang harus diselesaikan generasi penerus saya, tetapi sesuatu yang berkonteks dengan hal yang pervasive, ubiquitous, 3G/4G (tidak sampai 5G — perlu kata sifat baru untuk yang ini) termasuk buzzwords mobile-IP, all-IMS for multinetworks, dan context-awareness. Tuh kan, panjang. Maka itu, perlu kita buat kata sifat baru: nextgen :).

Context-awareness sendiri merupakan karakteristik yang akan jadi wajib untuk aplikasi network. Ia bisa diawali dengan LBS (location-based service). Dan diawali dari hal2 sederhana.

Pertama, waktu kita menggoogle ‘Simpang Raya’ (hey, ini ceritanya futuristik, dan Simpang Raya akan lebih ngetop daripada McD), maka kita akan memperoleh hasil yang berbeda saat kita di Puncak atau di Dago (Bandung). Tergantung sepresisi apa lokasi kita dikenali si pelacak posisi. Hasilnya seharusnya bisa berbeda di Dago sisi alumni dan Dago sisi Ganesha.

Pengenalan lokasi ini juga memungkinkan hal menarik, seperti alarm berbasis tempat (bukan waktu). Kita minta diingatkan si gadget, bahwa kalau sampai di rumah, kita harus langsung mengeluarkan cake dari kulkas. Jam berapa pun kita sampai. Contoh lain: kalau kita sampai Bandung, kita harus menelepon Mama. Atau: ingatkan kalau sampai pom bensin terdekat (pom bensin yang mana saja). You got the idea now. Tapi pengenalan lokasi juga bisa langsung mengenai beberapa gadget. Kita kan bukan bicara tentang GPS (saja), tetapi layanan mobile dengan service penuh. Alice bisa pasang alarm yang isinya: kalau ketemu Bob, ingatkan untuk mengembalikan flash drive. Saat operator mendeteksi bahwa gadget Alice pada posisi dekat dengan gadget Bob, alarm itu diraungkan :). Atau dia juga bersifat proaktif. Misalnya dia tahu bahwa Alice anggota IET. Dan di Indonesia anggota IET amat langka. Saat dia tahu Alice dekat dengan anggota IET lain, dia akan menulis pesan singkat: ‘Ssst, ada anggota IET lain dekat Anda. Tekan Nice untuk info lebih lanjut, atau WhoCares untuk meneruskan urusan gak penting Anda.’ Nah, dalam hal terakhir, si dia ini (hi, kayak Big Bro aja, panggilannya ‘dia’ atau malah ‘mereka’) sudah harus mengkonteksi lebih dari sekedar lokasi, tetapi juga karakteristik pribadi.

Context-awareness membuat sistem lebih paham kebutuhan user yang sangat beraneka. Padahal yang dilakukan hanya mereaksi data karakter pemakai dan variasi lingkungan network, lalu memicu adaptasi dinamik terhadap layanan yang ada. Karakter yang digunakan amat beragam: lokasi, service di lokasi, terminal dan featurenya, operator dan featurenya, data penting personal, data personal yang gak penting, relasi antar personal (dan tentu link ke karakter tiap personal, dan terminalnya, dan operatornya), kondisi lingkungan (politik, cuaca, kurs rupiah). Wow. Bisa bikin apa tuh? Alarm lagi? “Bunyikan alarm jika pulsa hampir habis, dan ATM bank yang terkoneksi dengan bank saya dan bisa transfer pulsa ke operator saya ada di dekat saya.” “Bunyikan alarm jika HP lowbat dan dompet tipis dan kurs dolar lagi turun dan ada teman yang rada tajir dekat2 saya.” Rumitkah? Yang jelas, ini akan menjadi salah satu yang akan membedakan 4G dengan 3G :). Penyedia layanan akan mulai harus memanfaatkan AI, dan mengelola informasi konteks. Umumnya diistilahkan sebagai Context Information Dissemination System (CIDS).

PR di bidang ini masih banyak. Di konstruksi NGN-nya sendiri, kalau sejauh ini baru IMS yang dikembangkan dan distandarkan (di layer kontrol & sinyal), maka berikutnya layer konten & aplikasi (C&A) harus diset dengan cara yang sama seriusnya. Layer C&A tidak boleh merasa aman karena terstandarkan pada layer di bawahnya, yang membuat mereka bebas tapi tetap interoperable. Context-aware services membuat layer ini harus dijaga dengan gaya persinyalan yang sehati-hati persinyalan di layer IMS.

Dan, seperti yang pernah aku tulis: Kalau di network ada quality of service (QoS), maka di service ada quality of context (QoC). Dan, sekali lagi, nextgen bukan masa depan. Dia sedang mengalir saat ini. Soal content, semua sedang membahas. Coba buka majalah berbahasa Inggris yang mana saja. Hampir pasti di halaman-halaman depan ada tulisan Content. Dan soal content saat ini sudah mulai tak lepas dari soal context. Whew, para pembangun network. Banyak mainan baru nih :).

ITS

Hari Rabu lalu, seangkatan mahasiswa ITS mengunjungi Telkom Divre III. Seperti biasa, sebagai pihak yang paling tidak sibuk di kantor, aku ditugaskan untuk memberikan knowledge sharing. Agak menyesal sih, secara aku pikir mereka akan lebih senang kalau diknowledgesharingi oleh kakak kelasnya, alumni ITS, yang masih inflasi di divisi kami ini. Aku sendiri masih menjadi anggota dari Ikatan Alumni Non-Institut :). Hey, IEEE dan IET memang institut, tapi nggak ada istilah alumnus di sana.

Mahasiswa ITS yang datang sejumlah 70an. Biar Nining (sebagai EO dan MC) yang memberikan angka pastinya. Aku ditemani Pak Epi Rivai. Atas info dari PR, knowledge sharingnya berjudul Teknologi Telekomunikasi Masa Depan. Isinya jadi NGN dan NGMN lagi. Tapi nggak sampai services. Kelamaan nanti :). Tentu dengan menceritakan langkah awal Telkom Group menuju ke sana, serta target Insynch 2016. Plus versi2 mobilenya, baik 3GPP maupun 3GPP2.

Tanya jawab aku bikin jadi format diskusi, dengan mengembalikan pertanyaan dari mahasiswa untuk dijawab mahasiswa lainnya. Jadi lebih seru :). Alhamdulillah, demam panjang dan asthma yang mengiringi dua minggu ini bisa disembunyikan sebentar. Juga kebiasaan pelupa bisa dieliminasi.

Tapi, sekarang kok malah kambuh lagi ya. Demamnya, bukan pelupanya :(

Mild und Leise

Aku sering terpaksa berpikir bahwa jangan2 sebentar lagi blog hanya berisi curhat. Informasi lain jadi basbang, karena kita hidup di zaman Wiki. Lucu misalnya kalau kita menulis tentang keunikan suatu budaya atau tokoh sejarah atau celah kecil dalam sains, dalam format blog yang ringkas. Di Wiki lebih lengkap! Tak heran banyak blog2 lama yang dihapus. Sulit dibayangkan bahwa baru beberapa tahun yang lalu kita hidup tanpa Wikipedia dan Google.

Tempat pertama kali aku tidur di luar tanah Jawa adalah kota kecil Perros-Guirec (Perroz-Gireg), di tepi pantai Trestraou, dekat kota Lannion (Lannuon), di Côtes-d’Armor (Aodoù-an-Arvor). Perginya cuma bawa bagasi kecil: beberapa baju, tanpa notebook, tanpa buku, tanpa CD. Mau beli buku & CD di sana aja. Mau bobo, entah dari mana, bagian tengah dari opera Tristan & Isolde mengganggu pikiran, terulang2. Bukan Prelude dan bukan Liebestod (bagian penutup opera ini). Sampai sekarang masih bisa terdengar :).

Sebelum hari terakhir di Lannion, aku jadi guide buat teman2, bermobil berkeliling Côtes-d’Armor bagian utara, cari sebuah planetarium yang konon ada di daerah Pleumeur-Bodou (Pleuveur-Bodoù). Biarpun salah setir ke kiri melulu, akhirnya kami sampai. Tapi planetarium kosmopolis itu sudah tutup. Kami jalan2 di sekitarnya, dan menemukan kampung Asterix. Ini bukan tempat wisata, melainkan reservasi budaya Galia asli zaman Asterix. Jadi tak ada keramaian. Hanya sebuah kampung kecil, dengan bangunan rumbia, dipagari kayu tinggi2. Tak beda jauh dengan komik Asterix. Dan kalau kita lihat komik Asterix, selalu ada peta di Hal 1. Nah, tempatnya di situ. Hm, sejauh itu berkelana, aku baru tahu bahwa aku sedang menuju Kampung Asterix. Tapi, aku udah bilang, waktu itu belum ada Wikipedia. Bahkan Google.

Daerah Côtes-d’Armor terletak di provinsi Bretagne (Breizh). Ini adalah bagian dari wilayah Brittany yang asli, yang dulu beribukota di Nantes. Kini, Nantes sudah menjadi ibukota provinsi lain, dan Bretagne beribukota di Rennes (Roazhon). Penulisan nama ganda yang aku lakukan dari tadi mencerminkan bagaimana nama tempat di tulis di daerah itu: nama Perancis, diikuti nama Brittany. Brittany sendiri merupakan bagian dari sabuk Celtic. Satu2nya anggota sabuk Celtic di luar wilayah kepulauan Britania. Wilayah Celtic lain yang tersisa adalah Skotlandia, Irlandia, Wales, Isle of Man, dan Cornwall. Apa sih yang terbayang dari nama Celtic, selain musiknya yang syahdu, dan sejarahnya yang merupakan perpaduan perang dan romantisme? Enya? Haha. Tristan tentu.

Dan itulah lucunya. Lama setelah aku balik ke Isle of Java, baru aku tahu bahwa setelah terluka, sang Tristan dibawa kabur dengan perahunya ke wilayah Brittany ini; di mana kemudian Isolde menyusul, untuk hanya melihat jasad Tristan di persembunyiannya di tepi pantai Brittany itu, lalu — menurut Wagner — mulai melantunkan bait2 Liebestod: Mild und Leise …. Haha, mana ada orang Celtic berbahasa Jerman :p.

Jangan2, di pantai Côtes-d’Armor itulah dulu Tristan menunggui Isolde. Menimbulkan suara bising yang mengganggu tidurku.

Ambulans

Listen, Chap. You will get a trouble!” kata Alan pura-pura menakuti.
It’s impossible! I am the trouble!” sahutku tak mau kalah.

Alan adalah postman sekaligus driver di Westwood Heath Campus. Bincang singkat di pagi itu mengawali julukan “Mr Trouble” padaku sampai beberapa bulan berikutnya di Westwood Heath Road. Tapi di pagi yang lain, mendadak Alan yang jadi trouble maker. Di tengah trafik di sekitar Knowle itu, bis yang kami tumpangi (aku sering duduk di depan, biar dia punya teman adu mulut yang ramai, dan aku memperlancar bahasa Inggris slank-ku) mendadak dibelokkirikan naik ke atas sidewalk.

Now you lost your mind,” tembakku.
Ha! Don’t you hear that sirens?” balas dia.

Ya, suara sirine ambulans itu terdengar dari tadi. Tapi siapa sangka bahwa Alan menabrakkan diri naik ke sidewalk demi memberi jalan ambulans yang masih agak jauh itu? Aku kalah satu set lagi.

Adegan sekian tahun lalu itu sering terdisplay lagi, waktu aku melihat ambulans di Bandungku ini, dengan sirine kencang, tapi tak berdaya bergerak. Tak satu pun pengemudi bodoh di sekitarnya yang berusaha mencari jalan yang mungkin merugikan diri sendiri, untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Memang negeri yang bertuhan dengan cara yang salah: mati itu wajar, nyawa itu murah, dan bodoh juga dimaklumi.

Belum percaya? Tak jauh di depan ambulans, sebuah angkot masih sibuk menawarkan tumpangan ke calon penumpang yang pura2 tidak melihat (apalagi menjawab). Mobil rada bagus di belakangnya bisa belok sebentar ke gang kecil di depannya, tapi drivernya malah asik ngobrol. Dan kalau belum percaya, begitu suatu saat si ambulans bisa lolos dan melaju kencang, akan ada satu dua mobil atau bahkan angkot yang mengambil kesempatan untuk ikut melaju menikmati ruang lowong itu — sambil tertawa2.

Seorang teman yang baik hati pernah bertanya. Kantornya mau pasang Speedy untuk aplikasi keuangan. AM dari Telkom menyarankan untuk tidak menggunakan Speedy, melainkan solusi enterprise seperti TelkomLink. Dia heran. “Speedy katanya bagus. Kenapa dibilang nggak bagus buat aplikasi enterprise?” Mendadak aku jadi ingat kuliah singkat, dimana aku menganalogikan trafik IP sebagai mobil di jalan raya, yang ukuran, tujuan, kecepatannya bisa berbeda2. Tapi ini lain. Aku terpaksa bikin analogi lagi. “Speedy itu dioptimasi agar baik untuk general purpose. Mungkin mirip busway. Dia dimanage agar berperformansi tinggi untuk keperluan sehari2. Tapi untuk aplikasi kritis, dia bisa agak riskan. Mirip membawa pasien gagal jantung naik busway. Resikonya tinggi. Lebih baik memakai ambulans.

Temanku mengejar lagi. “Tapi TelkomLink dan Astinet juga bisa lambat kan?
Dan aku harus jawab: “Ambulans di Indonesia memang bisa lambat.

Resource kita, baik dalam bentuk bandwidth Internet maupun jalan raya, memang terbatas; sementara user tak terlalu pandai memanfaatkannya. Segala hal di negeri ini masih mengharuskan orang turun ke jalan. Jalan macet, orang stress, dan tak arif memanfaatkan resource untuk kepentingan bersama. Di Internet, kita tahu jaringan kita jelek karena kita tak mampu membeli yang terbaik di dunia, dan spektrum radio kacau karena banyak frekuensi liar, dan link ke luar negeri terbatas. Tapi orang memakai Internet bukan untuk hal2 yang lebih berguna. Tranfer file & Youtube untuk melihat hal tak karuan. Milis untuk memforward hasutan, hoax, cerita lama, humor tak lucu. Email untuk saling menipu. Ambulans di Internet pun bisa macet.

Dan blogging? Haha :). Tunjukkan bahwa blogging membuat hidup kita lebih baik. Jika tidak, berhenti sajalah.

batagor-bebersih-gasibu.jpg
Gambar: Sebuah komunitas blogger turun menyapu jalan dan memungut sampah di bawah hujan.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑