Seandainya, sebelum hidup ini dimulai, kita diberi wewenang menentukan apa yang akan terjadi dan kita alami selama kita menjalani hidup fana ini, apa yang akan kita pilih untuk kita jalani?
Tentu, sebelum kita mulai hidup, kita belum dibebani ketakutan dan prasangka. Barangkali yang ada semacam keinginan betualang yang kekanakan, ditambah kearifan yang adil, jernih, dan lugu. Barangkali akhirnya, yang kita pilih adalah tepat seperti yang kita jalani seperti sekarang ini: hidup dalam dunia yang kusut tak berujung pangkal tanpa keadilan dan keyakinan meletakkan nilai-nilai, kebosanan yang menghantam, kepedihan yang menyengat.
Barangkali tokoh Koen memang memilih hidup yang biasa-biasa tanpa titik ekstrim, sambil menikmati hal-hal kecil setiap hari. Barangkali tokoh Hitler sengaja hidup sedemikian kurang ajarnya untuk memberi contoh bersejarah tentang potensi kejahatan manusia, yang diakhiri dengan bunuh diri yang nista (atau hidup nomaden dalam lobang-lobang bawah tanah untuk Saddam). Barangkali para politisi Indonesia memang memilih untuk menyebarluaskan kemunafikan untuk memaksakan orang-orang Indonesia belajar kearifan yang bebas dari kata-kata.
Entah jalan hidup ini pilihan kita sendiri … atau dipilihkan oleh Kasih Sayang Yang Agung … hiduplah … ;)

Cerita Wales lagi, tapi kali ini soal kekuasaan, bukan sebagai negeri unik di ujung dunia itu. Sebelum jadi bagian dari Inggris, Wales adalah kepangeranan, yang dipimpin Pangeran Wales, Prince of Wales. Yang terakhir adalah Llywelyn. England di bawah raja Edward I menduduki Wales — dia juga berminat menduduki Scotland, tapi gagal. Edward mengangkat putranya, Edward II, sebagai Prince of Wales.


