Author: Koen (Page 31 of 87)

Interworking: 3G & WiMAX

Mengapa, misalnya, operator yang sudah memiliki lisensi 3G/UMTS masih juga punya minat pada WiMAX? Negative thinking, ini untuk menghambat kompetisi dari teknologi yang memang secara konvergensi akan jadi bersaing ini. Positive thinking, para operator memahami bahwa WiMAX merupakan komplemen layanan yang penting bagi 3G/UMTS; khususnya bagi sebagian besar customer yang melakukan akses informasi tidak sambil bergerak. Tetapi, jika 3G/UMTS dan WiMAX dipegang oleh sebuah entitas, atau sekelompok yang berafiliasi, bagaimana cara agar keduanya benar2 menjadi komplemen, seolah2 menjadi sebuah network lengkap, dengan sistem identitas user yang tunggal, dengan layanan yang kontinu bagi user yang harus berpindah network, dan tanpa terlalu banyak sistem yang redundant?

Mengandaikan bahwa standar 3GPP yang digunakan sudah mengadopsi Release 5 (dengan IMS), akan dapat dilakukan interworking pada service layer kedua macam network. Negosiasi akan tetap menggunakan SIP seperti yang digunakan dalam IMS. Pengelolaan user dengan AAA dilakukan pada infrastuktur UMTS. Skemanya dideskripsikan dalam gambar ini:


Garis oranye menunjukkan aliran data (media), dan garis biru persinyalan. HSS (home subscriber server) meyimpan informasi user, termasuk autorisasinya, dan profile. AAA, melakukan fungsi autentikasi, autorisasi, dan accounting (charging). Sekelompok CSCF (call session control function) pada struktur IMS berfungsi mengelola sesi informasi. Persinyalan antara IMS dan WiMAX dilakukan melalui I-CSCF (I=interrogator) ke CSN WiMAX. Pada WiMAX, CSN memainkan urusan QoS, dan ASN memainkan strategi akses.

Harus ada pemetaan antara QoS 3GPP dan WiMAX. UMTS mendefinisikan empat kelas QoS: conversational, streaming, interactive, dan background. WiMAX juga mendefinisikan empat kelas: UGS (unsolicited grant service), rt-PS (realtime polling service), nrt-PS (non-realtime polling service), dan BE (best effort). Tinggal dilakukan pemetaan sesuai sifat aplikasi yang ditargetkan di setiap kelas. Resource QoS dapat diberikan baik melalui prekonfigurasi, ataupun dengan reservasi sesuai trigger dari client.

Tentu masih banyak yang harus dipertimbangkan. AAA antar dua network misalnya, termasuk bagi user yang sedang melakukan roaming, harus dipertimbangkan baik dari sisi bisnis maupun dari security. Soal hand-off juga bisa menjadi bahan yang sangat menarik untuk diperincangkan secara terpisah.

Jarak Dua Titik

Novotel, mendekati tengah malam. Pak Rahman masuk lagi ke ruang berlantai kayu itu. Sisa asap Dji Sam Soe ikut terbawa dari beranda masuk ruangan.
Inget nggak, cara menghitung jarak antara dua koordinat?

Sebuah bola biru maya segera tergambar di dalam ruangan, lengkap dengan garis2 lintang dan bujur. Dua titik oranye tampil pada posisi sekitar Tokyo dan Mekkah. Sebuah garis ditarik dari Tokyo ke Mekkah, tetapi bukan ke arah barat agak selatan, melainkan justru barat agak utara. Hmmm. Jangan tertipu.

Kalau jarak dekat sih bisa dengan Pythagoras. Tetapi kalau jauh, kita harus memperhitungkan ..
Iya, lengkungan buminya harus dihitung,” tukas Pak Rahman.
Bukan saja lengkungan. Tapi kebulatan. Arah titik terdekatnya pun belum tentu arah yang sama dengan peta segiempat.
Ya sudah. Jadi gimana cara hitungnya?

Bola maya di tengah ruangan sudah melenyap entah sejak kapan. Aku nggak punya tools selain MS Office di notebook tanpa Internet, yang sedang dipakai mengamati komposisi content di bisnis mobile. “Coba pakai Excel deh,” kataku ngasal. Berorientasi alat, bukan konsep.
Cobalah.

Tapi nggak lama, Excel harus ditinggalkan. Yang mulai bermain adalah dua pensil dan bloknot kecil yang semuanya berlogo Novotel. Dua pensil, soalnya sekalian aku pakai untuk membuat simulai visual dari dua koordinat. Obviously, yang harus dicari hanyalah sudut yang dibentuk antara dua koordinat itu melalui pusat bumi. Dan karena tidak ada Internet, aku akan mengasumsikan bumi itu bulat sempurna, seolah jarak utara selatan sama dengan jarak barat timur (hah, ada jarak barat-timur?).

Waktu perhitungan dikoreksi dua kali, Pak Rahman memutuskan merenungi hal lain. Masih dengan sweater ciri khasnya, Mr Workaholic ini tertidur. Aku mendapati bahwa perhitungan kali ini menemui titik terang. Tapi perlu verifikasi. Trus, Excel hidup lagi, dan formula dimasukkan. Grafik dibuat. Ah, sesuai dengan simulasi dua pensil tadi. Ini hasilnya:



Kalau tidak ada mode grafis: cos δ =cos λ1⋅cos β1⋅cos λ2⋅cos β2 + cos λ1⋅sin β1⋅cos λ2⋅sin β2 + sin λ1⋅sin λ2, dengan (λ1,β1) dan (λ2,β2) menunjukkan pasangan lintang dan bujur dua titik, dan δ sudut antara dua titik itu. Lintang utara positif, lintang selatan negatif. Bujur timur positif, bujur barat negatif. Jika δ sudah dalam radian, tinggal mengalikan dengan jejari bumi R untuk menghitung jarak antara dua titik.

Tentu kemudian harus disempurnakan dengan memasukkan variasi R terhadap lintang. Dan ketinggian, kalau diperlukan. Dih. Ntar aja kalau ada Internet.

4G

4G? Satu lagi istilah dengan angka, menemani Web 2.0 dan Nagabonar Jadi 2, melanjutkan 3G dan 3.5G, serta jadi bahan permainan politisi, pakar-pakaran, media, dan kalangan industri. Negeri Malays, menurut salah satu media, mulai memberikan lisensi 4G. Tapi ternyata cuman WiMAX. Entah siapa yang kacau. Kalau pemerintah Malays yang kacau sih, wajar aja – siapa dulu Menteri Informasinya.

WiMAX sendiri merupakan implementasi suite standard 802.16 dari IEEE. Di lain pihak, IEEE tidak pernah menyebut 802.16 sebagai 4G. Tahun 2000 atau 2001, waktu 802.16 masih pre-standard, dan WiMAX masih WiMAN, IEEE memaparkan beberapa alternatif penerus 3G yang akan layak dinamai 4G. MBS salah satunya. Dan beberapa alternatif lain.

fourgee.jpgTahun2 ini, IEEE kadang juga masih menggunakan jargon 4G. Tapi sering juga secara rendah hati disebut B3G (beyond 3G). Kalau kita menyebut sebuah perubahan generasi, kita harus secara jelas menyebutkan peralihan generasi teknologi; sedahsyat waktu analog (1G) pindah ke digital (2G), dan waktu connection-oriented (2G) pindah ke end-to-end packet-based connection (3G). Peralihan generasi bukan cuma soal kecepatan atau ukuran terminal.

Tapi memang harus diakui, bahwa desakan komersial memaksa 3G segera distandardkan dan diimplementasikan sebelum bisa disenadakan dengan prinsip2 3G asali, yang sempat disebut sebagai NGMN (NGN untuk mobile) dan bentuk ubiquitous communications system. Prinsip2 ini kemudian akan dituju dalam evolusi antara 3G dan 4G. Kita ketahui, 3G sendiri distandarkan dalam rilis2 yang sifatnya evolusioner. Release tahun 2000 memperkenalkan akses radio berkecepatan 2 Mb/s. Release 5 di tahun 2003 menambahkan IMS (Internet Multimedia Subsystem). Release 6 di tahun 2005 menspesifikasikan internetwork 3GPP dengan WLAN. Release 7 yang tengah disiapkan membahas lebih lanjut mobile internetworking antara 3GPP dan jaringan lain termasuk WiMAX, PAN, jaringan sensor, dan jaringan2 ad-hoc.

Jadi, bagaimana bentuk pastinya 4G? Sebenarnya bukan pertanyaan yang penting. Yang lebih penting adalah: ke mana pengembangan 3G berikutnya? Apakah 3GPP dan 3GPP2 kemudian dapat diblend lebih smooth. Bagaimana interwork yang elegan antara 3G dan bentuk komunikasi lainnya. Bagaimana akhirnya pendekatan yang terbaik untuk menuju ubiquitous communication system.

Weblog ini akan lebih diarahkan ke diskusi tentang hal ini. Tentu sambil tidak meninggalkan urusan buku2 yang menarik, musik yang mengesankan, temuan sains yang mendebarkan, dan … kopi :).

Kopi Jawa

Update: Visit INDONESIAN.COFFEE

Kopi lagi? Tentu. Ini tema yang menyegarkan!

Sebelum mulai dengan Java, kita mulai lagi dengan sejarah kopi. Terdapat sebuah versi lain sejarah kopi yang tidak melibatkan domba. Masih dari Ethiopia, kisah ini hanya dimulai dari Ali al-Shadili yang gemar meminum sari biji kopi untuk membuatnya tetap terjaga demi menjalankan shalat malam. Tak lama, kopi menjadi komoditas yang diekspor ke Eropa, terutama dari daerah Kaffa di Ethiopia. Orang Eropa menamainya mocha. Bijinya tidak boleh diekspor, kecuali sudah dalam keadaan terpanggang, dan tak dapat ditanam lagi. Tapi penyelundup selalu ada. Tak lama, penjajah di nusantara sudah mulai membudidayakan tanaman kopi di Jawa.

javaestate.jpgDi Jawa, kopi mula2 ditanam di sekitaran Jayakarta, meluas ke Jawa Barat, dan kemudian lebih diperluas ke Jawa Timur, serta kemudian ke luar Jawa. Varietasnya arabika. Sebuah pameran yang digelar di AS (dengan dana yang cukup besar, ditanggung industri kopi Jawa) membuat publik Amerika mulai mengenal kopi dan menjuluki minuman ini sebagai Java. Nusantara, khususnya Jawa, menjadi pengekspor kopi terbesar dan terbaik di dunia. Malangnya, terjadi wabah di tahun 1880an, yang memusnahkan kopi arabika yang ditanam di bawah ketinggian 1km dpl, dari Shri Lanka hingga Timor. Brasil dan Colombia mengambil alih peran sebagai eksportir kopi arabika terbesar, sampai kini. Sementara itu, varietas kopi di sebagian besar Jawa diganti dengan liberika. Tapi tak lama, wabah yang serupa memusnahkan varietas ini juga, sehingga akhirnya 90% kopi di Jawa diganti dengan varietas robusta, kecuali di tempat yang betul2 tinggi.

Setelah para penjajah didepak, kebun2 kopi dinasionalisasi dan/atau diprivatisasi. Adalah PTPN XII (a state-owned company) yang kini mengelola kopi yang disebut sebagai Java Estate. PTPN XII yang mengelola beberapa perkebunan di pegunungan Ijen (Jawa Timur) hingga kini tetap memelihara varietas arabika dengan kualitas amat tinggi. Kebun2nya terletak di Blawan (2500 Ha), Jampit (1500 Ha), Pancoer (400 Ha), dan Kayumas (400 Ha), dengan ketinggian antara 900 hingga 1600 m dpl. Hasil tahunan mencapai sekitar 4 ribu ton biji kopi hijau. 85% biji diekspor sebelum dipanggang. Kalau kebetulan menjenguk Starbucks di Bandung, dan mengamati ada sekantung kopi berlabel Java Estate, nah itulah kopi Jawa yang berkeliling dunia sebelum kembali ke negerinya.

Di dekat kawasan PTPN XII, terdapat juga perkebunan Kawisari dan Sengon, dengan luas 880 Ha, dan ketinggian lebih rendah dibandingkan kebun2 milik PTPN XII. Kopinya 95% robusta, dan sisanya arabika. Hasilnya banyak digunakan untuk industri kopi di sekitar Jawa Timur. Di Jawa Tengah, di kawasan Losari yang dikelilingi tak kurang dari 8 gunung berapi, terdapat juga perkebunan Losari (d/h Karangredjo). Losari dimiliki Gabriella Teggia, warga Italia yang sudah menetap di Indonesia sejak 1965.

Tahun 2003, Gabriella Teggia inilah yang menulis buku A Cup of Java bersama Mark Hanusz. Buku keren ini bercerita tentang sejarah kopi hingga masuk ke Jawa, tentang sejarah kopi di Jawa (termasuk tentang Multatuli dan Max Havelaar-nya), tentang Java Estate (dan menyinggung juga kopi2 keren lainnya: Mandailing Sumatra, Kalosi Toraja, dll), tentang kopi panggangan Jawa (termasuk Kopi Warung Tinggi Jakarta, Kopi Aroma Bandung, Kopi Kapal Api, dll), serta tentang budaya ngopi di Jawa. Di bagian Appendix, buku ini menampik mitos tentang Kopi Luwak.

Starbucks sempat menelepon minggu lalu, menawarkan dua kopi istimewa untuk edisi khusus bulan ini: satu dari Sulawesi, dan satu dari Papua. Sementara menunggu kopi2 rasa nusantara itu (ingat Kopi Kampung), kita nikmati hari ini dengan Kopi Malang.

Lingkaran Wina

Kemarin, cerita tentang S-Matrix aku mulai dari Wina. Ada apa sih di Wina? Salah satunya, pernah ada Wittgenstein, sebelum dia pergi ke Cambridge. Aku pernah tulis bahwa tokoh ini kabur dari dunia fisika dan masuk ke filsafat. Nah, di Wina ada tokoh yang senada: Moritz Schlick. Murid Max Planck ini, — oh ya betul: h dicoret itu. Jadi murid Planck ini lebih suka berkarir sebagai filsuf. Tetapi ia masih membawa sisa dunia lamanya. Bagi Schlick, filsafat haruslah diturunkan dari sains. Filsafat bertujuan untuk merjernihkan arti dari proporsi, dengan metode yang sama dengan metode sains. Inilah yang menjadi dasar dari positivisme logis, yang kemudian kadang disebut sebagai Madzhab Wina.

Schlick mulai rutin mengumpulkan rekan2nya di Boltzmanngasse, gedung jurusan matematika dan fisika. Setiap malam Jum’at. Hanya terbatas bagi orang yang diundang. Diantara tokohnya adalah Otto Neurath, Herbert Feigl, Rudolf Carnap, Kurt Gödel, Viktor Kraft, Felix Kaufmann, Phillip Frank, Hans Hann, dan Olga Hann yang pakar aljabar Boole. Wittgenstein dijadikan anggota kehormatan dan ‘guiding spirit’ — tetapi menolak. Mereka duduk dalam formasi setengah lingkaran. Dan tak lama, kelompok ini terkenal sebagai Lingkaran Wina. Der Wiener Kreis. Wiener Schnitzel? Bukan. Itu sih makanan sedap. Karl Popper, pernah berharap bisa masuk lingkaran ini. Tetapi tak pernah diajak. Itu salah satu sebab bahwa ia selalu ingin bisa mengalahkan … Wittgenstein :).

Prosedur pertemuan cukup baku. Schlick memulai dengan membacakan surat2 yang masuk, termasuk dari raksasa2 sains seperti Einstein, Russel, Hilbert, atau Bohr. Kemudian debat dimulai, sesuai tema yang ditetapkan minggu sebelumnya. Kadang tamu asing pun diundang. Ayer dari Inggris, Quine dari Amrik, Hempel dari Berlin. Tamu2 ini membawa pengaruh Lingkaran Wina ke filsuf di negeri2 lain.

Tentu saja banyak juga pihak yang bertentangan. Di Cambridge misalnya, di masa itu orang percaya bahwa justru sains yang harus belajar dari filsafat. Juga, positivisme logis bertentangan dengan idealisme model Jerman seperti yang dibawakan Fichte dan Hegel, atau Kant, yang lebih mengutamakan pikiran dan spirit daripada fisika dan logika. Lingkaran Wina menggunakan relativitas Einstein (yang di masa itu berlawanan dengan akal sehat) untuk melawan pendapat Kant bahwa kita bisa merumuskan isi semesta hanya dengan merenung. Dan tentu jangan ditanya soal agama dan metafisika. Hal2 semacam ini juga telah membuat Lingkaran ini dimusuhi banyak penduduk Wina sendiri.

Kenapa namanya positivisme logika? Baca di Google atau Wikipedia deh. Gitu2 aja kok :).

Lalu, di suatu hari di tahun 1936, Schlick ditembak salah satu mahasiswanya. Tak lama, terjadi Anschluss. Lingkaran Wina pun menghilang. Gödel tentu masih berkibar. Dan Heisenberg, kita singgung kemarin, mengadopsi madzhab ini ke dalam S-matrix, yang masih beranak cucu sampai ke Teori M.

NYSE:SBUX

nyse-sbux.jpg
NYSE:SBUX. Bukan NYSE:TLK? Bukan. Kita cerita tentang tempat pelarian. Dan kategorinya pun bukan kopi, melainkan life. Diawali dari Sbux Ciwalk dulu. Talk sama Harry Sufehmi, Budi Putra, Ikhlasul Amal, dan kemudian Rendy bergabung. Notebook dihidupkan. Tapi … nggak ada plug untuk listrik. Hmm, kalau di Sbux BIP sih jelas berjejer tuh. Panik? Nggak lah. Sbux is Sbux, di mana kita dikelilingi sahabat. So, aku cukup tanya “Boleh minta listrik, nggak?” Oh ya, aku suka struktur kalimat yang ajaib macam itu. Dan nggak lama, sebuah extender disiapkan, melintas lantai utama Sbux Ciwalk. Masalah selesai. Budi Putra malah protes: “Jangan2 Mas Koen yang punya saham Sbux.”

Tentu bukan. Dan bukan kebetulan juga aku sering milih Sbux jadi tempat pertemuan. Sbux tidak selalu identik dengan kopi. Tapi nyaris selalu identik dengan keakraban. Temen2 yang ketemu nggak harus minum kopi. Juga nggak harus minum apa pun. Malahan donat boleh diimpor dari warung sebelah. Ngobrol bisa dari jam 2 siang sampai jam 8 malam tanpa usikan.

Aku bukan orang yang bisa masuk warung makan sendirian. Mendingan menunda makan. Atau makan snack di meja kerja. Tapi Sbux bukan semacam warung makan. Aku bisa ngabur dari kantor, bawa buku atau notebook, dan melarikan pekerjaan ke salah satu meja di Sbux. Biasanya Sbux BIP. Sendirian. Rasanya kayak di kampus atau di kantor, tempat kita bisa bekerja sendirian, diam berjam2, tetapi dengan perasaan dikelilingi teman2.

Kopi? Pasti. Tapi itu bukan faktor utama.

S-Matrix dan String

Positivisme logika, atau madzhab Wina, mendorong untuk merumuskan kajian ilmiah sedemikian hingga setiap hal hanya bergantung pada entitas yang terpersepsikan, dan membuang segala yang bersifat metafisik. Para fisikawan kuantum menanggapinya dengan mencoba menafikkan konsep seperti posisi dan momentum yang absolut atas partikel. Penganutnya a.l. John Wheeler di tahun 1937 dan Werner Heisenberg di 1943. Heisenberg merumuskannya dalam bentuk S-matrix, dengan setiap partikel dideskripsikan sebagai scattering matrix. Interaksi antar partikel dipaparkan sebagai kalkulasi matriks. Hasilnya tentu rumit sekali. Setiap titik dalam struktur harus terkalkulasikan. Wolfgang Pauli sangat skeptis dengan cara ini. Ia menganggapnya sebagai skema yang tak memiliki arti, karena S-matrix pada akhirnya tidak menghasilkan pemecahan atas masalah-masalah fisika yang mendasarinya. Kemudian suksesnya QED (yang telah menggunakan normalisasi) mengeliminasi perlunya kalkulasi model S-matrix. Tetapi S-matrix lalu dibawa ke kalkulasi interaksi nuklir kuat dari tahun 1950an hingga 1970an. Ini baru berakhir saat QCD dan kuark diakui sebagai teori yang valid.

Pada akhir 1950an, tokoh yang cukup tenar dalam pemakaian S-matrix untuk interaksi nuklir kuat adalah Geoffrey Chew. Persamaan2 diturunkan dalam relasi dispersi, yang diyakini Chew dapat menurunkan seluruh S-matrix secara unik (i.e. tanpa persamaan lainnya). Ini disebutnya bootstrap philosophy. Yang menarik: menurut filosofi ini, setiap interaksi akan menentukan sendiri karakteristik dasarnya. Maka tidak perlu ada yang namanya partikel elementer. Dan Chew membuat satu istilah lagi: demokrasi nuklir — tidak ada partikel yang lebih elementer — semua partikel bersifat saling menyusun. Di tahun 1960an itu ide demokrasi semacam ini sedang laku. Konferensi Asia Afrika (KAA) masih relevan. Martin Luther King dan Presiden Kennedy masih jadi pahlawan. Tapi, Chew mengakui, bahwa teorinya amat rumit; sementara sifat aristokrasi dari teori yang berlawanan lebih mudah. Saat QCD dan kuark dibakukan dalam Standard Model, demokrasi nuklir pun pupus.

Penerus S-matrix mengambil beberapa jalan. Beberapa meninggalkan demokrasi ala barat dan mencintai kebijakan timur dan budaya New Age. Salah satunya Fritjof Capra yang menulis buku The Tao of Physics tentang kesalingterkaitan dinamis antara segala hal. Namun, sebagai pecinta S-matrix, Capra juga berceloteh bahwa teori medan kuantum (QFT) masih jauh dari memadai, serta memberikan alternatifnya yang sangat beraroma bootstrap philosophy. Buku ini memang ditulis beberapa bulan sebelum Standard Model. Tetapi bahkan hingga edisi revisi terakhir tahun 1990an pun, Capra berkeras bahwa teorinya terus makin dibenarkan oleh perkembangan sains, dan bahwa teori semacam QCD masih jauh dari valid.

Sementara itu, fisikawan Gabriele Veneziano menemukan di tahun 1968 bahwa fungsi matematika yang pernah ditemukan Euler, bernama fungsi beta, memiliki sifat yang tepat untuk memerikan S-matrix. Tetapi S-matrix yang ini memiliki dualitas (again??). Tahun 1970, Yoichiro Nanbu, Leonard Susskind, dan Holger Nielsen, merumuskan interpretasi fisika yang lebih sederhana atas formula Veneziano. Menurut reformulasi ini, jika S-matrix dipetakan ke mekanika kuantum, hasilnya serupa jika dalam mekanika klasik seluruh partikel diubah menjadi string. String itu benda 1 dimensi, yang bisa terbuka atau tertutup (menyambung ujungnya). Jika posisi partikel bisa dideskripsikan dalam 3 angka dimensi; maka string dapat disusun dari tak terhingga angka yang menunjukkan posisi tiap2 bagiannya. Sialnya, setelah dihitung serius, teori string versi awal ini mengharuskan adanya 26 dimensi; plus partikel takhion yang dalam realitas tidak boleh ada. Juga, teori awal ini belum mencakup fermion. Fermion baru dimasukkan Pierre Ramond akhir tahun 1970an, dengan menggeneralisasikan persamaan Dirac dari 3 variabel ruang menjadi tak terhingga. Jumlah dimensi yang dibutuhkan dapat diturunkan menjadi 10 saja.

Maka demikianlah asal usul teori string. Kemudian teori itu digabungkan dengan teori supersimetri, membentuk teori superstring. Tokohnya tentu John Schwarz, murid setia Chew. Teori ini sempat sangat lama tidak laku, sampai akhirnya seorang bintang bernama Ed Witten mengangkatnya; sehingga kini teori superstring (dan teori M) menjadi mainstream fisikawan dunia. Ini cukup banyak dibahas di weblog ini :). Tetapi apakah dengan demikian cucu dari S-matrix ini valid? Tokoh semacam Penrose dan Feynman meragukannya. Kita? Kita ikuti saja dengan asyik.

Telkom Blogging Day

Resminya serangkaian acara ini berjudul Kick Off Program-Program Cerdas Bersama Telkom. Berlanjut dari IGTS yang diluncurkan Telkom Divre III tahun 2004, Telkom meneruskan kampanye Internet ke pesantren, ke barak, dst, dan akhirnya dipandang perlu untuk meprogramkan kembali kampanye ini dengan lebih baik, mengerahkan hal terbaik dari produk dan layanan yang dimiliki Telkom. Lalu diluncurkanlah “Cerdas Bersama Telkom” ini. Di setiap daerah, tentu sifat kampanyenya berbeda. Di Kabupaten Banjar misalnya, bentuknya masih pengenalan Internet. Tetapi untuk kota sebesar Bandung, tentunya bentuknya bukan pengenalan lagi. Yang dianggap tepat adalah hal yang diseruserukan sebagai demokrasi informasi oleh golongan kiri, atau Web 2.0 oleh golongan kanan. Dan dimulai dengan blogging.

Kami memutuskan untuk mengundang evangelist blog Indonesia, Sdr Budi Putra, untuk memberi pencerahan tentang blogging kepada para siswa di Gedung Landmark Bandung, 22 Maret 2007, sebagai bagian dari acara kick off. Turut sangat aktif juga Sdr Ikhlasul Amal, evangelist blog yang memiliki semangat yang sama tingginya. Hari pertama, kami membuka dua sesi pelatihan, semuanya untuk siswa. Porsi pelatihan lebih banyak dipegang kedua evangelist itu, sementara pekerja Telkom bekerja sebagai support. Tapi Ikhlas yang selalu ikhlas terus bertanya: kenapa cuma 1 hari? Biasanya orang bingung cari fasilitas saat berminat membuka training. Di depan kita sudah ada fasilitas: kenapa disia2kan? Maka disiapkanlah pelatihan hari ke-2 untuk umum. Hari ke-3, ruangannya akan dipakai untuk diskusi bersama UKM.

Seperti sesi2 Telkom yang normal, tentu kami juga memberikan informasi produk2 Internet Telkom: Speedy, Telkomnet Instan, Telkomnet Flexi, dan Flexi WAP. Tapi, biar unik, kami tetap memberikan kesempatan kepada Ikhlas untuk bercerita — sebagai customer — terntang produk Telkom ini; tanpa tambahan apa pun dari Telkom. Telkom juga mesti belajar berdemokrasi informasi, kan? :)

Beberapa screenshoot (sesuai arah baca tulisan):

telkom-blogging-day.jpg
  • Beberapa siswa siswi sesi pagi
  • Ermadi Dahlan (Direktur Konsumer) melakukan kickoff
  • Beberapa siswa siswi sesi siang
  • Budi Putra memberikan petunjuk blogging dengan WordPress
  • Afianto (Mgr Marketing Jabar) memberikan gift kepada blogger tercepat
  • Afianto menyusun rencana lanjutan dengan Ikhlasul Amal
  • Ikhlasul Amal di sesi untuk umum
  • Peserta umum

Bandung Masih Lautan Api

Pulang dari sebuah sesi blogging di Landmark (akan diceritakan lebih lanjut –red), ada sesi dinner berdua Ikhlasul Amal di Gloria Jeans, Braga Citiwalk. braga-lautan-obor.jpgYang dibahas tentu bukan cuma soal blogging. Ada banyak dunia di luar blogging :). Tetapi, keluar dari Citiwalk, kami berdua menghadapi ribuan siswa seBandung Raya yang berpawai membawa obor. Braga Lautan Obor? Tentu tidak. Ini adalah cara siswa siswi Bandung menunjukkan bahwa Bandung tak pernah kehilangan semangat asalinya: BANDUNG LAUTAN API.

Keacuhan Pemerintah Republik Indonesia memberikan pengakuan atas jasa2 Moh Toha dan rekan-rekan sedikit banyak dirasa menyakitkan warga Bandung. Berbeda dengan perang di Surabaya yang didokumentasikan secara berimbang baik oleh pihak Inggris dan pihak Indonesia, di Bandung pemerintah lebih suka membaca sejarah versi pihak Belanda yang biarpun jelas2 sering bias namun nyaris selalu diasumsikan sebagai catatan yang valid. Barangkali kelemahan orang2 Bandung juga yang malas menulis sejarah dengan rapi. Sejarawan militer Belanda menulis bahwa gudang senjata Dayeuhkolot meledak oleh rokok seorang sipir yang tak disiplin (yang tentu barang buktinya ikut meledak, tetapi catatan semacam ini tetap dianggap valid), sementara klaim pejuang Bandung bahwa Moh Toha berhasil menyusup dan meledakkan gudang senjata itu tak pernah diakui.

Moh Toha bukanlah tokoh fiktif. Ia punya orang tua dan saudara. Ia punya rekan2 seperjuangan, termasuk yang turut menyusup tetapi akhirnya gagal (mereka mundur setelah terjadi kontak senjata yang menewaskan Moh Ramdhan). Ia punya kisah cinta yang kandas juga, di usia 19 tahun itu. Toha memang tidak punya foto. Yang ada di kuncoro.co.uk itu ternyata bukan foto Moh Toha, tetapi pejuang lainnya. Tetapi seperti juga semangat Bandung yang sering diabaikan dan dilupakan bahkan oleh warga Bandung sendiri, Toha ada, dan masih selalu ada. Ia menunjukkan bahwa pengorbanan dan keberanian itu ada — dan hal2 lain, termasuk kecurangan sejarawan dan cinta sebelah tangan :) itu bukan hal2 yang terlalu penting.

Planet Digital

Buku ini berjudul Planet Digital: Manuver CDMA di Indonesia. Terima kasih buat Kawan Budi Putra. Bukan hanya karena berbaik hati memberikan buku ini, tetapi, lebih dari itu, karena telah menulis buku yang menarik ini. Kawan Budi menulisnya sebagai bagian dari triloginya, setelah Planet Selular dan Planet Internet.

planetdigital.jpgBuku ini unik. Menyembunyikan kelengkapan dalam kesederhanaan. Lebih mirip kumpulan feature daripada paparan imiah, sehingga enak dicerna dalam waktu senggang sekalipun. Cerita CDMA dimulai dengan Hedy Lamarr, pemegang patent frequency hopping (lengkap dengan gambar skema), sekaligus pemain film bugil pertama (lengkap dengan foto), yang latar belakang patriotiknya mendorongnya mengembangkan ide CDMA ini. Kemudian Claude Shannon yang teorinya dapat digunakan untuk mengembangkan konsep komunikasi spread spectrum. Dan tentu Irwin Jacobs yang mengusung teknologi CDMA melalui Qualcomm. Dan sejarah digulirkan.

Kemudian buku ini memperdalam ulasan teknologi CDMA diperdalam, termasuk membandingkan dengan teknologi wireless lainnya, serta membandingkan berbagai platform dalam teknologi CDMA sendiri, termasuk CDMA 2000 dan CDMA-One. Setelahnya kita diajak melongok industri CDMA, dari operator telekomunikasi hingga perangkat terminalnya. Lengkap dengan foto2. Fokus kita kemudian dibawa ke Indonesia, dimana satu per satu produk telekomunikasi CDMA diulas: Flexi, Esia, Fren, dan StarOne. Yang dibahas bukan cuma implementasi teknologi, tetapi segmen bisnis dan strategi marketing tiap produk itu. Barulah kemudian semuanya disandingkan dalam kajian strategi kompetisi. Kita dibawa juga ke masa depan pengembangan CDMA dalam jangka dekat, termasuk platform BREW untuk pengembangan content multimedia, serta EVDO sebagai platform broadband di atas CDMA. Niche segment dari CDMA juga tak tertinggal, semisal CDMA 450 untuk kawasan rural, yang sudah cukup mampu membawa teknologi sekelas 3G hingga ke pelosok2.

Budi Putra, kalau barangkali belum mengenal nama ini, adalah seorang jurnalis, dengan spesialisasi pada IT dan telekomunikasi. Pernah memperoleh penghargaan utama dalam berbagai lomba karya tulis jurnalistik yang diselenggarakan oleh Indosat, Excelcomindo, Cisco, HP, Nokia, dan pasti masih menyusul lagi. Lucunya, beliau malah kemudian menseriusi dunia weblog. Ini trend yang aku pikir sehat dan menarik — berlawanan dengan beberapa media yang mulai runtuh kredibilitasnya karena jurnalis2 di dalamnya malah menjadikan media resmi sebagai sarana blogging pribadi tanpa dukungan QA yang memadai.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑