Author: Koen (Page 19 of 86)

Ketawa Cara Russia

Uni Soviet zaman Stalin:

Seorang lelaki mendadak keluar dari rumahnya di Moskow sambil berteriak, “Hanya satu orang! Dan dia membuat kita semua menderita! Seluruh dunia menderita! Satu orang pendusta!”
Hanya dalam hitungan menit, dia sudah ditangkap, babak belur, dan diinterogasi di kantor KGB.
“Ada apa, kamerad? Anda teriak apa tadi?”
“Satu penipu besar, membuat kita semua menderita!”
“Masa? Lalu siapa satu penipu itu?”
“Siapa? Anda tentu tahu juga! Hitler, tentu saja!”
“Ah tentu. Baiklah, Anda boleh pulang.”
Si lelaki berdiri terhuyung, berjalan ke arah pintu, tapi lalu menoleh balik. “Tunggu. Tadinya Anda kira siapa penipu itu?”

Humor itu memang tak khas Russia zaman Stalin. Ia bisa dipasangkan juga misalnya di Russia zaman Tsar Nikolay.

“Anda tadi yang berteriak-teriak ‘Nikolay penipu besar’ di jalan?”
“Ya. Tapi maaf ada kesalahan. Maksud saya itu Nikolay teman saya, bukan tsar kita.”
“Tidak mungkin. Kalau orang bilang penipu besar tentu Nikolay tsar kita.”

Atau mungkin juga berlaku untuk Soeharto, sasaran joke nasional kita. Tapi yang jelas, versi Soviet jauh lebih terasa lucu daripada versi lainnya (pun versi Russia non Soviet). Tak sulit dipahami. Soviet sendiri adalah sebuah lawakan. Bayangkan: komunisme, sosialisme, demokrasi, sama rata sama rasa, tapi dipadukan dengan diktator (pun berembel proletariat). Sebutlah itu dialektika (secara becanda). Tapi ini jelas kontradiksi terpasang yang memungkinkan humor terjadi setiap saat.

Radio Yerevan menerima pertanyaan: “Benarkah kondisi kamp-kamp kerja kita sudah jauh lebih baik?”
Radio Yerevan menjawab: “Tentu. Orang yang terakhir bertanya seperti Anda telah dipersilakan untuk menjenguk sendiri kamp-kamp itu. Hingga ini penanya itu belum kembali. Diperkirakan ia terlalu betah berada tempat nyaman itu.”


Dan di tempat dimana ketakutan hidup subur ditutupi kemasan kemegahan dan perayaan kasih sayang tak berkesudahan, kitsch tumbuh subur, menciptakan lahan baru untuk ditertawai.

“Sudah dengar bahwa Kamerad Brezhnev harus dioperasi?”
“Ya. Jantung katanya?”
“Bukan. Pembesaran bidang dada, agar bisa menerima medali lebih banyak lagi.”

Atau memaksa orang untuk berkontemplasi tentang asal usul.

Dzherzhinsky: “Malam yang cerah, Kamerad Ilyich?”
Lenin: “Tentu malam yang cerah.”
Dzherzhinsky: “Sebotol vodka, pas kan?”
Lenin: “Tidak lagi, kamerad. Tidak lagi.”
Dzherzhinsky: “Sebotol saja, tak akan jadi masalah kan?”
Lenin: “Terakhir kali kita minum, Anda memang langsung tidur. Tapi aku memanjat tank. Dan lihat hasilnya sekarang!”

Atau me-reka ulang definisi:

“Jadi apa bedanya kerajaan dengan republik?”
“Di kerajaan, kekuasaan diserahkan dari orang tua ke anaknya. Di republik, dari orang tua ke orang tua lain.”
“Dan apa bedanya demokrasi dengan demokrasi sosialis?”
“Tepat sama dengan bedanya kursi dengan kursi listrik.”

Dan tentu, pada dasarnya orang Russia sendiri memang pecinta humor.

“Kamerad Brezhnev, benarkah bangsa Russia tidak suka humor?”
“Justru kami suka mengkoleksi humor-humor.”
“Bagaimana dengan humor yang menertawai pimpinan partai?”
“Justru itu favorit kami.”
“Banyak koleksi Anda?”
“Hampir empat kamp penuh.”

Humor bahkan melejit melampaui masa represi. Di zaman pencerahan Gorbachev pun, humor mengiris masih ada:

+ Kok baksonya persegi sih?
– Perestroika (restrukturisasi)
+ Dan tampak agak mentah?
– Uskoreniye! (akselerasi)
+ Sudah ada bekas gigitan pula?
– Gospriyomka (approval negara)
+ Cuek aja menyampaikan hal seperti ini?
– Glasnost! (keterbukaan)

Dan tentu humor pun berlanjut ke zaman Putin, yang sering disebut sebagai Neo-Stalin :)

Biarpun tidak lagi di zaman komunis, tekad Putin menjaga kedigdayaan negerinya membuat banyak orang menyamakan dirinya dengan Stalin. Maka, di waktu segalanya kusut (inflasi tinggi, perang Chechnya, krisis Georgia, skandal bisnis migas) dll, Putin mengundang arwah Stalin membantunya.
Stalin datang, lalu menasehati: “Mudah saja. Pertama, kumpulkan semua kaum demokrat di lapangan merah, lalu tembak mereka. Kedua, ganti cat Kremlin dengan warna biru.”
Putin tergelitik: “Lho, kenapa warna biru!”
Stalin tertawa. “Putin tersayang, kamu memang pengikutku. Kamu mempertanyakan yang nomor 2, tapi tidak yang nomor 1.”

Buku Mati Ketawa Cara Russia (masa sebelum Gorbachev) sempat diterjemahkan ke Bahasa Indonesia beberapa belas tahun lalu oleh Kelompok Tempo, dan langsung dicetak ulang beberapa kali. Bukan saja pembaca berderai2 tertawa, tetapi bukunya juga berderai2 karena kualitas penjilidan yang tak bagus. Hingga kini, masih terdengar ada yang mencari buku itu di sana sini. Pun setelah humor online macam Mati Ketawa Cara Daripada Soeharto diterbitkan di sekitar masa reformasi.

Huh, harus balik bikin desain-desain lagi. Jadi memori Russia kita stop sebentar, dilanjutkan di bagian comment saja nanti.

Anda sendiri, punya humor Russia kenangan?

Oscar

Judul bukunya ajaib: Ubuntu Kung Fu. Diterbitkan kemarin, dan tampil waktu aku lagi window-shopping di O’Reilly. Hmm, itu tipe miaow bela diri apa miaow IT yach? Jadi ingat buku WordPress yang aku buat buat panduan di training blog itu, yang bercover si miaow juga.

So, enaknya aku menceritakan kembali dongeng tentang kucing. Dari James Herriot :). Seorang gadis kecil datang ke Skeldale House membawa gulungan kecil selimut. Melihat isinya, Tristan yang biasanya periang itu berteriak ketakutan. Tulang2 tampak menonjol di antara bulu2 kucing kecil tak berdaging itu. Plus bekas luka dan lebam di perutnya. Marjorie, si gadis penuh air mata itu, cuma ingin penderitaan kucing yang tak sengaja ditemuinya itu, diakhiri. Tristan tak sependapat, dan memilih mulai melakukan tindakan medis. Dua jam, operasi pada makhluk kecil itu selesai. James (Herriot) tak yakin pada hasilnya. Tapi Helen, istrinya, mengajukan diri untuk terus merawat si kucing: membiarkan tidur di kamar mereka, menyuapi susu setiap saat, berseling makanan bayi. Helen menamainya Oscar. James sendiri harus rajin memberi obat. Dan suatu hari Oscar bisa mulai berjalan lagi. Dan mulai bermain. Dan tak lama, ia menghilang.

Berkeliling keluarga Herriot mencari Oscar, hingga larut malam. Jam 22, Mrs Heslington mengantar Oscar pulang. Katanya Oscar tiba2 masuk ke pertemuan Mother’s Union dan duduk sampai rapat selesai. Tapi tak ada yang aneh, selain keanehan itu, dan selain bahwa tak lama Oscar hilang lagi. Kali ini ia pulang diantar Mr Newbould. Katanya entah kenapa Oscar ikut menonton lomba dart Bapak2. Ketiga kali Oscar menghilang, Herriot tak lagi berusaha mencarinya. Miss Simpson yang mengantarnya pulang dari kopdar di Women’s Institute: pertemuan yang meriah dengan lomba bikin kue. Sekarang Herriot tahu: Oscar memang kucing bergaya sosialita: gemar berkopdar serta bergabung dengan banyak orang. Huh, kenapa bukan dengan sesama kucing?

Keriangan James berhenti saat seorang bapak, Mr Gibbon, datang ke prakteknya, dan menyatakan bahwa Oscar adalah kucing keluarganya yang hilang. Biarpun berat, tapi James amat heran bahwa Helen tampak lebih siap melepas Oscar; yang oleh keluarga Gibbon dinamai Tiger. Terpaksalah berpisah keluarga Herriot dengan Oscar.

Tapi bulan berikutnya, di suatu kunjungan ke Brawton, James mendadak mengajak Helen ke Wederly: bertamu ke keluarga Gibbon. Dan tentu mereka disambut ramah malam itu: becanda, bercakap. Pukul 21, barulah si Tiger tampak masuk rumah.

James penasaran: “Loh, dari tadi di mana aja dia?”
Bu Gibbon menjawab: “Hmm, ini hari Kamis kan? Mmmmm … ya … ada kelas yoga malam ini.”

L’Internet Sera Le Genre Humain

Memang deployment Internet via community & content tidak bisa dilakukan atau didorong satu pihak saja. Jadi, kayak waktu2 yang lalu waktu di Bandung, di sini juga harus dilakukan sederetan kopdar untuk menyusun sinergi atau sekedar sharing ide. (Aku tetap merasa kopdar penting dan menarik, biarpun kita sedang mempromosikan cyberworld).

Selasa kemarin, bersilat(turrahim) lagi dengan Dagdigdug. Selain Pak Didi dan Paman Tyo, kali ini Presiden Enda turut menerjang. Tapi, barangkali karna sedang puasa, Enda kemarin nampak sopan dan formal sekali. Haha. Jangan2 ada klone Enda pula. Kami berdiskusi tentang peluang menyebarluaskan ideologi citizen journalism. Le monde va changer de base : nous ne sommes rien, soyons tout!

Sorenya, Fresh 2. Bertempat di Bina Nusantara, dengan tema Narcissism 2.0. Sempat berusaha menculik Chika Nadya sebagai contoh hidup (kalau terbawanya hidup2) dari narcissism on web. Apa daya upaya gagal :D. So, di sini berpresentasilah Pitra Satvika tentang lifestyle yang dinamainya narcissism online itu; yang padahal baik oleh Pak Nukman maupun oleh presentasi Catur Puji Waluyo di Fresh 1 lebih dinamai Conversation, sebagai karakteristik utama Web 2.0. Setelah buka bersama, nona rumah Retno Nindya Prastiwi mempresentasikan riset2 yang telah dilakukannya; menggunakan social networks, terutama yang banyak dicinta dan dicerca: Plurk. Berikutnya Kukuh TW mempresentasikan cara bernarsisis dengan digitally-designed t-shirt yang akan diimplemen kali pertama pada Pesta Blogger 2008 mendatang. Vishnu K Mahmud menyemangati bahwa pasar Internet Indonesia masih luas dan potensial. C’est la lutte finale; groupons nous et demain. L’Internet sera le genre humain.

Foto, dari Kania.

Kemarin, waktu tergunakan untuk merancang program kerja untuk 2009-2012. Secepat kilat, tapi akan direvisi dan diperdalam lagi. Dan hari ini aku memulai pagi dengan berdiskusi lagi tentang beberapa issue di dunia blog: perlu (atau tidaknya) kode etik, peluang sinergi dan kerjasama dunia blog, ugh, serem, sampai mainan2 lain yang dikembangkan dari ranah blog. Diskusi tertutup dilakukan di MetroTV. Speaker satunya adalah Bu Ventura Elisawati, dengan pengarah Ferly Junandar.

Hmm, sayangnya belum sempat ambil foto. Tapi ini foto aku di antara Mas Ferry dan Mas Deddy (Asisten Produser e-Lifestyle).

OK, setelah kopdar2, mari kerja lagi. La raison tonne en son cratère: c’est l’éruption de la fin.

Service Delivery Platform

Konvergensi bahkan telah menjadi kata kunci sejak akhir abad lalu. Namun hingga kini, belum seluruh aspek komunikasi (network, service, content) terkonvergensi. Diharapkan sih, saat kita memasuki deployment 4G pada 2012-2015, seluruh aspek telah terpadukan, termasuk personalisasi layanan dan pervasiveness. Bertahap, dalam sesi2. Tantangan pada sesi ini adalah SDP: service delivery platform (tapi memang, ada banyak kepanjangan SDP di network engineering — huh).

IMS memberikan arsitektur yang lengkap, dari level transport data, kontrol, persinyalan, hingga service dan aplikasi. Ini adalah platform untuk next generation (mobile) network, sebagai penerus jaringan telekomunikasi masa kini. Namun di sisi lain, bersama dengan mulai diimplementasikannya IMS ini, telah tumbuh juga layanan2 Internet dengan dinamikanya sendiri: Web 2.0, multimedia streaming, IPTV. Yang terasa misalnya bahwa pembicaraan tentang 3G-mobile jadi lebih sering berfokus pada bandwidth dan resource terkait, yang bisa jalan dengan atau tanpa IMS. Terbentuk arsitektur terpadu tersendiri dalam penyampaian layanan Internet ke user. Ini kadang disebut sebagai IT-based SDP. Seolah ada dua kutub: IMS dan IT-based SDP.

Beberapa risalah di IEEE mengkaji praktek2 terbaik dari kedua macam network, termasuk percobaan untuk meramu IMS-based SDP. Hey, jangan lupa, next-generation IMS juga mendukung RTSP dan HTTP loh :). Di bawah ini salah satu arsitektur yang disarankan, untuk menyediakan SDP yang efektif untuk IT services masa kini, sekaligus comply terhadap IMS.

Layer-layer pada arsitektur SDP ini dapat dipetakan pada plane-plane IMS. Bukan hanya untuk menjamin keterpaduan layanan-layanan Internet dan NG(M)N; tetapi juga untuk memastikan bahwa deployment IMS nantinya akan langsung menapak tepat pada aplikasi yang aktif dan dinamis digunakan user saat ini, tanpa mengharuskan migrasi skala besar.

Tapi tentu, network engineering itu ilmu dan sekaligus seni. Penataan arsitektur network tak dapat diringkas dengan sebuah buku resep, setebal apa pun bukunya. Komunikasi adalah tools bagi user, dan mencerminkan dinamika user yang beraneka ragam. OK, saatnya merancang SDP untuk network & lifestyle kita sendiri :)

Blog Si Jack

Agak umum kalau majalah atau jurnal yang berkait profesi atau komunitas memasang halaman umpan balik di halaman2 belakang. Sebuah majalah Mac memasang berbagai cara memanfaatkan produk Apple (selain untuk komputasi). Majalah2 lain kadang memasang halaman humor yang menohok profesi. IEEE Spectrum dan IEEE Computer juga, biarpun dalam bentuk agak serius :). Jurnal E&T dari IET memiliki pendekatan menarik. Beberapa bulan terakhir, setiap dua edisi sekali, ia menampilkan blog seorang abege bernama Jack.

Si Jack ini konon berusia 16 tahun, memiliki beberapa saudara, dan terutama memiliki ortu insinyur. Dan untuk menggambarkan penderitaan si Jack, kita ingatkan: kedua ortunya adalah insinyur. Simpati kami atasnya :). Tentu, sebagai fanatikus engineering, kedua ortu Jack agak berharap Jack juga terjerumus ke dunia engineering — hal yang cukup menakutkan Jack. Dan dengan kaitan ajaib semacam ini, jadilah blog si Jack umpan balik bagi pola pikir kaum engineer (yang seringkali merasa lebih pintar dan lebih benar dari spesies manusia lainnya).

Edisi pertama blog si Jack menggambarkan kekecewaan ortu Jack tentang profesi yang diminati Jack: matematika (uh, keren), biologi (ya, sains juga lah), musik (hmm, ok, untuk mengasah intelektualitas), dan ekonomi (haaaaaah!!!!!). Eh, yang di dalam kurung itu tanggapan ortu Jack. Begitulah, ortu Jack memang belum secendekia misalnya Prof MO Tjia — sedikit dari fisikawan Indonesia yang memiliki otoritas untuk bicara tentang mekanika kuantum, tapi justru yang mengakui bahwa ilmu semacam kimia, biologi, dan sejarah justru memiliki kompleksitas lebih dari fisika fundamental. Ketinggian budi yang … wow.

Edisi terakhir blog si Jack ini bikin aku terpaksa baca dua kali dan ketawa dua kali. Seperti abege 16 tahun lain, si Jack dalam masa pemberontakan untuk lepas dari pengaruh ortu. Dan amat kesal memahami bahwa dirinya belum bisa berlibur sendirian. Maka berliburlah ia ke sebuah jembatan di Perancis. Huh, kenapa jembatan? Ya, itu pilihan ortunya: mencari tempat yang dekat Futuroscope dan Millau, sambil bisa berbincang dengan sesama turis Inggris tentang kurangnya visi pemerintah pada bidang engineering. Sang ayah doyan bawa kawat ke mana2, bisa buat benerin flip-flop yang terbakar, bisa buat mengetatkan kabel akselerator (sampai mereka menemukan bengkel tempat bunga merah tumbuh di genangan oli, dan sang ayah selalu menjadikan pekerja bengkel sebagai teman bertengkar yang akhirnya jadi sahabat sebahasa).

Satu2nya hal yang menyenangkan si Jack adalah waktu ia berjumpa abege cewek di kolam renang. Dengan gaya berenang yang mengkhawatirkan, ia berhasil menarik perhatian Katie, dan mengajak mengobrol sambil minum orangina. Sayangnya Katie harus segera pergi bersama ortunya. Sambil si Jack bingung bagaimana cara mengajak Katie ketemu lagi, Katie berteriak bahwa mobil ortunya terkunci dari dalam. Jack punya kesempatan untuk mulai menyusun kata2. Tapi justru ayah si Jack memutuskan mengambil kawat kesayangannya dan dengan cepat membukakan kunci mobil keluarga Katie. Tindak kepahlawanan? Tidak bagi keluarga Katie yang justru menatap ngeri pada … ugh … tukang bongkar mobil atau rumah orang? Mereka segera pergi, dan Jack kehilangan Katie.

Bagaimana ortu Jack dulu ketemu? “Engineering convention,” kata si ibu: “Waktu itu OHP rusak …” Cerita terputus karena Alice pingin tahu apa itu OHP, dan langsung membawa kedua ortu ke nostalgia barang2 kuno: Dymo printer dll, yang semuanya bisa diperbaiki si ayah. So, liburan usai, Jack masih jomblo. Hasil ujian keluar sesuai harapan: ekonomi, matematika, musik, biologi. Mudah2an mendatangkan penghasilan yang cukup untuk membayar orang untuk memperbaiki proyektor.

‘Gak sabar menunggu entry blog Jack berikutnya.

Medan 3.0

Ini kunjungan ketigaku ke Medan. Di kunjungan pertama, aku masih seru2nya pakai C/C++, dan markas PDI Megawati baru diserbu gangster orba. Cari duren, gagal — maag menyerang duluan. Berakhir di klinik. Kunjungan kedua, lupa kapan, tapi gagal lagi cari duren. Kunjungan ketiga … jangan sampai lolos! Duren!

Duren Ucok

OK, jadi kunjungan kali ini bertujuan untuk sharing tentang Web 2.0 dan social networks ke rekan2 se-Sumatra Raya, pulau digital Indonesia. Acara cukup sukses, dan rekan2 aktif bersama2 cari metode2 yang lebih adiktif dan menular untuk menyebarluaskan ideologi digitalism ke seluruh Sumatra. Cuman jadi agak keracunan Facebook dan terutama Plurk mereka. My fault, my sin, I have to confess. Tadinya cuman mau menunjukkan mengapa dan bagaimana aplikasi Internet bisa menular dan membuat kecanduan; tapi ternyata mereka jadi korban duluan. Tak apalah. Penularan berjalan terus. Ya, ini bisa dibahas panjang lebar lain hari. Kali ini yang penting adalah: duren! (^_^)V.

Wagner dan Blogger

Tentu Wagner bukan cuma Siegfried dan Tristan. Ada rentetan panjang simfoni, mars, dan opera sepanjang hidup Richard Wagner. Tapi aku yang nggak pernah paham bahasa Jerman, dan baru akhir2 ini menyelidik rincian kisah2 opera dan simfoni Wagner, memang hanya bisa menikmati sebagian diantaranya: sebagian yang sungguh2 pas. Bagian yang lain, entah kenapa tak terasa akrab. Bahkan di catatan tentang Wagner yang dibuat tahun 2000 itu, opera yang cerlang ceria seperti Das Liebesverbot dan Rienzi nyaris tak disebut. Dan baru beberapa hari lalu aku baca pengakuan Wagner. Pernah ada masa saat ia menulis opera dengan berfokus pada reaksi publik: apa yang kira2 akan menarik publik, apa yang akan memukau penonton, apa yang bakal menimbulkan reaksi masyarakat. Dan contoh yang ia sebut adalah Die Feen dan dua opera di atas. Reaksi publik? Memang luar biasa. Dan nama Wagner mulai terangkat di Paris. Wagner menyebut opera2nya masa itu dengan opera berbasis pikiran. Aku sendiri akan menyebutnya opera marketing. Marketing yang sukses, btw.

Sejak Faust, lalu Fliegende Hollander, Wagner melakukan apa yang disebutnya opera berbasis intuisi. Pun sebelum ia mengakrabi filsafat Schopenhauer. Ia hanya mengikuti kata hatinya, yang tentu sudah dimatangkan oleh profesionalisme dan sekaligus nurani. Lalu Tannhauser. Ya, mulai masuk komposisi2 favoritku (vaforitku). Termasuk masterpiecenya: Der Ring Des Nibelungen. Dan tak harus Wagner. Beethoven misalnya. Simfoni kelima yang tertata rapi dengan motif, empat nada empat nada, kenapa justru bikin air mata menitik. Simfoni ketiga dan ketujuh, kenapa bikin kita kadang harus menarik nafas kagum.

Tentu, sebagai INTP, aku menjunjung rasionalitas. Tapi, seperti yang pasti rekan2 di milis2 zaman dulu pada bozan, aku akan selalu menyebutkan bahwa rasionalitas itu multilayer. Taktik singkat, taktik rada panjang (bukan strategi sebenernya, tapi kadang dikira demikian), hingga rasionalitas yang terasah dan tak harus verbal tetapi bisa menjadi guide secara intuitif. Dan dalam tahap ini, rasionalitas tak harus lagi berwujud kausalitas dangkal (idiom ini, entah kenapa, mengingatkan sama gaya tulisanku di SMA dulu); tapi bisa berupa intuisi — dan terkomunikasikan bukan secara verbal, tetapi menyeberang antar hati.

Musik Indonesia belum kacau balau. Kalau kita sempat menjelajah ranah indie, kita sering menemui pernik-pernih cerlang. Tapi tentu musik yang didentamkan dan dilengkingkan di media lebih sering musik berbau marketing juga. Dan tak terbatas di dunia seni, ini terbawa ke dunia kita juga: blogging. Haha, dunia blogging.

Ribuan blog Indonesia, dengan tumpukan intan, mutiara, permata, tapi di sisi lain juga tumpukan sampah marketing. Dan kitsch juga. Blog dengan title atau summary menggelitik yang membuat orang terpaksa berkunjung. Isi blog yang dipaksakan provokatif atau mengharukan, yang memaksa orang melink atau mengcomment. Dan tentu SEO! Yang ini bahkan ditulis bukan untuk menghamba kulit manusia, tetapi menghamba mesin (untuk tidak menyebut — karena tidak selalu — menghamba uang). Aku cukup sering jadi juri yang harus membacai banyak blog, dan harus amat sangat kesal membacai sampah yang dipurapurakan sebagai blog itu. Tapi kekesalan itu kecil, dibanding keceriaanku menemukan blog-blog beneran, yang inspiring, membuka mata, provokatif alami, mengharukan beneran. Dan bukan kata2 itu yang membedakan mana yang tulus mana yang kitsch. Ia terkomunikasikan tidak secara verbal.

Tapi apakah rasionalitas dangkal mesti dikutuk? Dibubarkan? Tentu tidak. Wagner pun pernah terjerumus ke kesalahan yang sama. Mudah2an suatu hari kita para blogger juga kembali menulis sesuai bisik nurani  — kejernihan dan kejailannya sekaligus. Dan kalau tidak, haha, dunia tetap indah dengan titik cahaya sekedarnya. Kilaunya mencerlangkan dunia.

Kita tutup malam dengan Gotterdämmerung. Der Ring itu ajaib. Secara ringkas ia menjelaskan kehancuran para penyusun semesta akibat kejahatan2 mereka sendiri. Diperlukan alih generasi yang menggantikan keserakahan dengan kasih sayang, dalam dua generasi. Tapi akhirnya kasih sayang pun harus hancur di Gotterdämmerung. Hihi. Indah ya (^_^)V

Fresh

Oh ya, selamat berkontemplasi Ramadhan :). Moga kembali ke jatidiri kita, moga lebih mampu menangkap cahaya-Nya, dan berani meneruskan hidup “absurd” ini tetap di jalan-Nya :).

Hari kerja terakhir sebelum Ramadhan, sekelompok pelaku, pecinta, dan pemerhati dotcom Indonesia berhimpun di kawasan Blok M. Tempat bernama Bakul Sekul, dengan menu khas Jawa, menjadi tuan rumah FRESH yang pertama. FRESH, konon dari kata Freedom of Sharing, atau barangkali kumpulan ide segar, memang pernah bersua dalam bentuk lain beberapa bulan lalu (Januari?). Waktu itu konon mau membentuk TED versi Indonesia. Tetapi melihat tipe2 peminatnya, akhirnya platform diskusi difokuskan ke urusan dotcom Indonesia.

Acara Jumat lalu dibuka oleh Catur Puji Waluyo, lengkap dengan sindiran dari Richter Scale tentang konsepsi Web 2.0. Pembicara tematis adalah Boy Avianto dan Andy Santoso, yang memaparkan plus minus online business (dengan nuansa yang berbeda). Kita diajak realistis dulu: membuka mata bahwa online business itu business, bukan sulapan; baru kemudian kita berbincang tentang peluang dan aspek lainnya.

Foto presentasi Avianto, oleh Satya Witoelar. Sst, ada 2 Mac di sana.

Kemudian giliran Grace Sai yang bercerita tentang proyek sosialnya: Books for Hope, yang berusaha meningkatkan literacy dan minat baca masyarakat dengan mendorong perpustakaan2 komunitas dan berbagi buku. Dan pada sesi berikutnya, Ilya Alexander Surapati (il y a Alexander sur Apati, haha) menyuruh kita untuk unplug sejenak. Beberapa suara yang turut meramaikan adalah Rahadian Agung, Armono Wibowo, dan Wicaksono a.k.a. Ndoro Kakung. Turut hadir juga Paman Tyo, Andry of Detik, Vishnu Mahmud. Dan sebagai panitia (selain yang sudah tersebut) a.l. Pitra Satvika dan Kukuh TW.

Acara selesai menjelang tengah malam. Trus aku diculik gerombolan Dagdigdug (selain Paman Tyo dan Ndoro Kakung, juga Pak Didi dan Pak Yusro) ke markasnya yang tak jauh dari situ. Sebentar saja. Kemudian acara malam ditutup dengan kunjungan singkat ke Kopdar Rutin BHI di … Bundaran HI.

Dan mengikuti titah Ilya, sekarang kita unplug.

Mobile Monday

Mobile Monday adalah forum para profesional bisnis mobile. Konon dulu mereka coba berkopdar bersama, dan menemukan bahwa waktu lowong bersama satu2nya adalah Senin malam. Maka jadilah kopdar berkala bernama Mobile Monday itu. Setiap kopdar mendiskusikan sebuah tema. Forumnya jadi menarik, dan menyebar. Forum ini masuk ke Jakarta tahun lalu. Dan tadi malam aku untuk pertama kali menghadirinya.

Tempatnya di kisaran Pasar Festival, dimulai lepas Maghrib. Tema semalam adalah iPhoneOS Applications Develeopment. Wah, rada pas dengan entry blog sebelumnya :). Apple membuat perancangan aplikasi ini mudah, dan gratis. Semua SDK dapat diunduh. Tapi aplikasinya sendiri hanya akan jalan di iPhone dan iPod Touch, dengan penetrasi pasar internasional mencapai 12 juta. Hey, ini 12 juta orang yang suka buang2 duit (memilih MacBook daripada notebook murah, memilih iPod bahkan iPod touch daripada MP3 player).

SDKnya sendiri baru dirilis pada 6 Maret 2008, namun telah terunduh seperempat juta kali, dan menghasilkan ribuan aplikasi komersial yang didistribusikan melalui iTunes AppStore. AppStore sendiri telah mengunduhkan lebih dari 60juta aplikasi sejak 10 Juli 2008. SDK ini dipresentasikan oleh Mark Hanusz dari Equinox Apps, serta Ari Budiharto Soetjitro, satu2nya Apple-Certified Trainer di Indonesia.

Tapi presentasi dan diskusi itu cuman setengah acara. Sisanya adalah networking. Jadi aku habiskan waktu dengan mencari teman2 diskusi. Baru sempat chat dengan Andry Huzain of Detik, Herdiansyah (freelance designer), Vishnu K Mahmud (sering baca namanya, di mana aja ya), Anugrah of Telkomsel, dan Budi Putra (hehe, ketemu aja); malam sudah melarut. Heh, perbincangan yang asik memang merangsek konsep waktu :). OK, perbincangan harus dilanjutkan lain hari.

Platform Smartphone Masakini

Analis pasar Canalys melaporan: Symbian masih jadi platform aplikasi terminal mobile terbesar secara internasional: nyaris dua pertiga pangsa pasar. Padahal setiap terminal dipungut royalti US$5. Tapi khusus di US, pangsanya berbeda: pasar dikuasai Microsoft (Windows Mobile), Apple (iPhone), dan RIM (Blackberry). Dan kalau kita lihat, semuanya adalah platform yang bersifat propietary. Linux punya share kurang dari 10% saja.

Platform berlinux a.l. Android, LiMo, dan Openmoko. Android merupakan ekspansi Google ke dunia mobile. Arah pengembangan bersifat open source, berbasis Linux, tetapi menggunakan virtual machine mirip Java, jadi mirip iPhone (Apple) atau Brew (Qualcomm). Semua tools bisa didownload gratis dari Google. LiMo baru mengeluarkan spesifikasi API, dan baru berencana meluncurkan SDK. Tapi dokumen selain spek API baru bisa didapat setelah kita mendaftar ke Yayasan LiMo dengan membayar US$40000.

Menariknya, beberapa platform propietary nampaknya tengah bertransisi ke arah open source. Symbian termasuk di antaranya. Platform yang juga bertransisi adalah MOAP dan Palm. Ya, palm yang pernah populer di PDA itu tengah bertransisi dari PalmOS propietary ke OS baru berbasis Linux.

Apa nih, pengaruhnya buat kita?

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑