An die Freude

Ada kegamangan tak terjelaskan weekend ini — bagian dari intuisiku terus menerus mengingatkanku ke sesuatu yang tak juga teringatkan. Mungkin sudah waktunya dia dibungkam :D. OK, life goes on. Hari Kamis aku mulai berpindah ke ruang kerja baru di Lt 6. Ini ruang yang gue banget: bagian luas di tengah ruangan tak banyak bersekat; dan aku bisa memilih untuk bekerja di saung, kursi tegak, kursi gantung, dll. Foto2 ruangan sudah aku masukkan di Instagram :). Jumat, aku sudah menghabiskan nyaris seluruh hari di sana, selain beberapa menit mengunjungi Lt 17 dan Lt 14. Trus masuk weekend. Dan bersiap dengan sebuah malam bersama Ludwig van Beethoven di Aula Simfonia Jakarta.

Pun selama weekdays, Wagner sudah banyak tergantikan oleh Beethoven; terutama Simfoni #5, #6, #7, dan #9; plus konserto violin. Masih ada Wagner sedikit, yaitu satu versi Simfoni Beethoven #9 yang telah diaransir ulang jadi versi piano oleh Wagner, dimainkan Noriko Ogawa di Bach Collegium Japan. Simfoni 5 dan 6 di koleksiku dimainkan Kammerorchester Basel dengan konduktor Giovanni Antonini; Simfoni 9 oleh Royal Concertgebouw Orchestra dipimpin Bernard Haitink; dan Simfoni 7 (sebetulnya dengan 4 juga) oleh Berlin Philharmonic Orchestra dipimpin Herbert von Karajan.

Aku datang di Aula Simfonia Jakarta sekitar pukul 19:00, setelah sebentar mengunjungi Pesta Blogger 2010 di kawasan Kuningan. Tak seperti kunjungan pertama, bangsal tunggu kali ini tampak penuh. Tapi waktu akhirnya gong digaungkan, dan para tamu memasuki aula, barulah tampak bahwa aula tak juga penuh. Publik Jakarta tampaknya belum terlalu berminat menyaksikan live orchestra. Jadi geli membayangkan bahwa aku sempat khawatir gak kebagian tiket :).

Performer malam ini adalah Dubrovnik Symphony Orchestra. Mereka datang dari kota pantai di Kroasia itu sebagai bagian dari program The 7000 Miles, yaitu pengiriman perwakilan DSO ke beberapa negara (sejauh 7000 mil). Para pemainnya, menurut tutur pembawa acara, sebagian besar lulusan dari Zagreb Symphony Academy. Zagreb, kota yang entah kenapa pernah masuk ke mimpiku, haha.

Orkestra dikonduktori oleh Noorman Widjaja. Ya, sebuah nama Indonesia. Ia lahir dari sebuah keluarga musisi di Jakarta. Pada usia 11 tahun, ia memimpin sebuah orkestra di hadapan Presiden Soekarno, menggantikan ayahnya yang mendadak sakit. Tahun 1969 ia meneruskan pendidikan musik di Berlin, dan tahun 1982 dipercaya memimpin orkestra di Nuremberg. Sejak itu memimpin banyak orkestra di Cina, Jepang, Italia, dan Jerman.

Gelaran malam ini dimulai dengan Konserto Piano #2 dari Chopin. Piano dimainkan oleh pianis dari Georgia, Ani Takidze. Frederic Chopin dikenal sebagai musisi dari madzhab romantik, yang tampil setelah madzhab klasik. Jadi ia semadzhab, namun dalam aliran yang sungguh berbeda, dari Wagner (uh, ini lagi). Aku lebih mengarabi Chopin dengan alunan piano tunggal, dan amat jarang dalam bentuk konserto. Tapi konserto selama 30 menit ini membuka pintu pikiranku, menunjukkan ke hal2 yang sungguh menarik dari konserto piano dengan gaya Chopin. Konserto terdiri atas tiga bagian, dengan violin lembut mendominasi bagian-bagian yang tak diisi hentakan piano. Ya, ini Chopin versi menghentak :). Aku hanya bisa diam, dan kegamangan asing itu kembali, membuatku hampir lupa bernafas (selain memang asthma ringan itu kambuh lagi). Tapi ada hal menarik dengan bagian violin di Bagian #3. Kayaknya aku harus dengarkan konserto ini lagi biar lebih yakin :).

Setelah Chopin, ada waktu rehat 20 menit. Udara Jakarta malam tadi agak ramah. Angin agak sejuk dan tak terlalu kencang. Gong bergaung lagi. Kami kembali ke aula.

Dawai violin mulai sayup mengisi ruang laksana angin tipis, dibalas deretan woodwind bersahutan (khas), satu satu satu, lalu membentuk kombinasi, dan ditegaskan oleh hentak ringan timpani. DSO telah memainkan Simfoni Beethoven Kesembilan. Ini adalah Simfoni Beethoven yang paling populer, bahkan sering disebut sebagai puncak performansi musik barat sepanjang masa. Padahal Beethoven mencipta simfoni ini sudah dalam keadaan tuli. Aku sendiri nggak akan bisa menceritakan dereten fase-fase yang menghantar setiap bagian dari simfoni ini dalam sebuah entry blog semacam ini :). Bagian favoritku justru bagian 1 (allegro ma non troppo) dan 2 (scherzo), yang lembut dan riang menyemangati pagi, tanpa terlalu heboh :).

Namun tentu bagian yang paling heboh adalah bagian keempat. Sempat jeda sebentar untuk membiarkan choir dari Batavia Madrigal Singers memasuki aula, bagian ini dimulai dengan sedikit cuplikan dari bagian-bagian sebelumnya. Lalu sebuah jeda yang diisi sebuah bariton: “Hey, bukan nada semacam ini! Ayo angkat suara dengan lebih ceria!” — dan choir pun dimulai dengan meriahnya. Ini adalah satu2nya simfoni Beethoven yang dilengkapi dengan choir. Kata2 dalam choir ini diambil dan dimodifikasi Beethoven dari puisi Friedrich Schiller berjudul An die Freude, yang sering diinggriskan sebagai Ode to Joy. Puisi ini memberi semangat hidup bagi kemanusiaan dan persaudaraan. Tak heran, musik ini sering dianggap sebagai Lagu Kebangsaan Eropa.

Bagian keempat dari Simfoni Kesembilan ini menceriakan ruang selama sekitar setengah jam. Ada yang bahkan menganggap bagian keempat ini sebagai sebuah “simfoni” tersendiri, yang dibaginya menjadi empat “bagian” dengan fase2 yang menariknya serupa dengan pemfasean dalam Simfoni Kesembilan ini sendiri. Simfoni Kesembilan sendiri memakan waktu sekitar 1 jam + 15 menit.

Aku bukan musisi, jadi tak akan membahas kualitas permainan DSO, apalagi untuk karya serumit ini. Dan pembandingan subyektifpun akan jadi tak adil, karena yang biasa terdengar di player adalah permainan Royal Concertgebouw Orchestra dipimpin Bernard Haitink. Maka akan berbeda dengan pengalaman mendengarkan Simfoni Keenam di tempat yang sama bulan lalu, dimainkan Jakarta Symphony Orchestra, dimana kualitas permainan jadi terasa jauh lebih baik daripada CD player :D. OK, ini cuma untuk menjelaskan kenapa aku harus menuliskan para pemain di koleksi Beethovenku di atas :).

Anyway, menyaksikan Simfoni Kesembilan dengan An die Freude malam ini cukup untuk mengangkat semangatku lagi; dan mengingatkanku kenapa aku sampai sekarang tak pernah mau menyerah :). Thanks, Dubrovnik Symphony Orchestra, Pak Noorman Widjaja, Batavia Madrigal Singers, Aula Simfonia Jakarta :).

7 Replies to “An die Freude”

  1. Ngga bilang2 ada acara ini :(, mungkin salah satu penyebab sepinya karena publikasinya tidak meluas.

    Wah udah punya meja baru nih, waktunya main2 ke multimedia lagi.

  2. @Heri: Bulan November Berlin Philharmonic dipimpin Simon Rattle mau maen di Esplanade Singapore. Mau datang? Yuk, yuk, yuk.

    @Dian: Halah. Dari Beyreuth mah, tinggal naik delman sebentar juga udah sampai Dubrovnik. Bagus tuh kotanya (lihat di Google doanc dinc).

  3. […] Tentu yang paling menarik buat aku adalah berbincang dengan para blogger: sahabat lama dan kenalan baru. Terlalu banyak untuk ditulis satu per satu :). Plus kebagian kaos 1000 Buku dan beberapa pin yang menarik :). Memang sayangnya tak cukup lama. Aku harus kabur lagi. Ke Kemayoran. Baca entry blog sebelumnya deh :). […]

  4. Only a smiling visitant here to share the love (:, btw great design. “Treat the other man’s faith gently it is all he has to believe with.” by Athenus.

Leave a Reply to deniar Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.