Context-Awareness

Semestinya nextgen dijadikan kata sifat yang baru :). Dan artinya bukan lagi next generation yang kemudian bisa dipelesetkan à la Wally jadi sesuatu yang harus diselesaikan generasi penerus saya, tetapi sesuatu yang berkonteks dengan hal yang pervasive, ubiquitous, 3G/4G (tidak sampai 5G — perlu kata sifat baru untuk yang ini) termasuk buzzwords mobile-IP, all-IMS for multinetworks, dan context-awareness. Tuh kan, panjang. Maka itu, perlu kita buat kata sifat baru: nextgen :).

Context-awareness sendiri merupakan karakteristik yang akan jadi wajib untuk aplikasi network. Ia bisa diawali dengan LBS (location-based service). Dan diawali dari hal2 sederhana.

Pertama, waktu kita menggoogle ‘Simpang Raya’ (hey, ini ceritanya futuristik, dan Simpang Raya akan lebih ngetop daripada McD), maka kita akan memperoleh hasil yang berbeda saat kita di Puncak atau di Dago (Bandung). Tergantung sepresisi apa lokasi kita dikenali si pelacak posisi. Hasilnya seharusnya bisa berbeda di Dago sisi alumni dan Dago sisi Ganesha.

Pengenalan lokasi ini juga memungkinkan hal menarik, seperti alarm berbasis tempat (bukan waktu). Kita minta diingatkan si gadget, bahwa kalau sampai di rumah, kita harus langsung mengeluarkan cake dari kulkas. Jam berapa pun kita sampai. Contoh lain: kalau kita sampai Bandung, kita harus menelepon Mama. Atau: ingatkan kalau sampai pom bensin terdekat (pom bensin yang mana saja). You got the idea now. Tapi pengenalan lokasi juga bisa langsung mengenai beberapa gadget. Kita kan bukan bicara tentang GPS (saja), tetapi layanan mobile dengan service penuh. Alice bisa pasang alarm yang isinya: kalau ketemu Bob, ingatkan untuk mengembalikan flash drive. Saat operator mendeteksi bahwa gadget Alice pada posisi dekat dengan gadget Bob, alarm itu diraungkan :). Atau dia juga bersifat proaktif. Misalnya dia tahu bahwa Alice anggota IET. Dan di Indonesia anggota IET amat langka. Saat dia tahu Alice dekat dengan anggota IET lain, dia akan menulis pesan singkat: ‘Ssst, ada anggota IET lain dekat Anda. Tekan Nice untuk info lebih lanjut, atau WhoCares untuk meneruskan urusan gak penting Anda.’ Nah, dalam hal terakhir, si dia ini (hi, kayak Big Bro aja, panggilannya ‘dia’ atau malah ‘mereka’) sudah harus mengkonteksi lebih dari sekedar lokasi, tetapi juga karakteristik pribadi.

Context-awareness membuat sistem lebih paham kebutuhan user yang sangat beraneka. Padahal yang dilakukan hanya mereaksi data karakter pemakai dan variasi lingkungan network, lalu memicu adaptasi dinamik terhadap layanan yang ada. Karakter yang digunakan amat beragam: lokasi, service di lokasi, terminal dan featurenya, operator dan featurenya, data penting personal, data personal yang gak penting, relasi antar personal (dan tentu link ke karakter tiap personal, dan terminalnya, dan operatornya), kondisi lingkungan (politik, cuaca, kurs rupiah). Wow. Bisa bikin apa tuh? Alarm lagi? “Bunyikan alarm jika pulsa hampir habis, dan ATM bank yang terkoneksi dengan bank saya dan bisa transfer pulsa ke operator saya ada di dekat saya.” “Bunyikan alarm jika HP lowbat dan dompet tipis dan kurs dolar lagi turun dan ada teman yang rada tajir dekat2 saya.” Rumitkah? Yang jelas, ini akan menjadi salah satu yang akan membedakan 4G dengan 3G :). Penyedia layanan akan mulai harus memanfaatkan AI, dan mengelola informasi konteks. Umumnya diistilahkan sebagai Context Information Dissemination System (CIDS).

PR di bidang ini masih banyak. Di konstruksi NGN-nya sendiri, kalau sejauh ini baru IMS yang dikembangkan dan distandarkan (di layer kontrol & sinyal), maka berikutnya layer konten & aplikasi (C&A) harus diset dengan cara yang sama seriusnya. Layer C&A tidak boleh merasa aman karena terstandarkan pada layer di bawahnya, yang membuat mereka bebas tapi tetap interoperable. Context-aware services membuat layer ini harus dijaga dengan gaya persinyalan yang sehati-hati persinyalan di layer IMS.

Dan, seperti yang pernah aku tulis: Kalau di network ada quality of service (QoS), maka di service ada quality of context (QoC). Dan, sekali lagi, nextgen bukan masa depan. Dia sedang mengalir saat ini. Soal content, semua sedang membahas. Coba buka majalah berbahasa Inggris yang mana saja. Hampir pasti di halaman-halaman depan ada tulisan Content. Dan soal content saat ini sudah mulai tak lepas dari soal context. Whew, para pembangun network. Banyak mainan baru nih :).

16 Replies to “Context-Awareness”

  1. Nah, kalau disajikannya rada2 nyeleneh begini (nyeleneh menurut standard siapa? hihi), aku jadi enjoy bacanya. Tapi kalau gaya bahasanya serius dari awal sampe akhir, wadaaw, si otak susah mencerna (kalau mencerna otak-otak sih perutku masih bisa).

    Btw, aku tertarik sangat dengan topik ini. Nunggu lanjutannya ah. (Faking Mr.K: “Idiih, nunggu? Sana tulis sendiri.”)

  2. memang operator saat ini harus mulai bisnis content…..memanfaatkan AI untuk nyari duwit……;-)
    yang jadi masalah tidak semua orang memanfaatkan nextgennya itu…..lawong GPRS masyarakat indonesia aja banyak yang bingung…uehehehe…

    bagus banget bang tulisannya…taktunggu lanjutanya…

  3. Idenya menarik mas..selama ini nge-set alarm berdasarkan estimasi waktu kalo kita hendak sampai di suatu tujuan.

    Setuju ama Iffata, kalo “ringan” gini..tech-news jadi lebih enak buat di nikmati. *ngarep*

  4. @Iffata: Ah, you can read my mind haaaa …

    @Rony: Lah itu, perlu evangelist untuk mengedukasi masyarakat untuk menginfokomi hidupnya (Dilbertian amat, semua kata benda dikatakerjai). Salah satu milestonenya: masyarakat lebih suka menghidupkan modem daripada mobil, sehingga biosfir lebih bening :)

    @Riky: Entry ini sudah ditulis di blog yang lain, dengan gaya yang lain. Dan memang (haha) nggak ada yang baca. Lain kali bikin dua versi gini ah. Yang serius di sono, yang gokil di sini.

  5. Mas Koen, saya baru denger tentang context-awareness ini, sungguh menarik. Sebenarnya teknologi pada dasarnya mulia, tapi ketika sampai ke tangan orang bisnis maknanya menjadi abu-abu, contohnya VAS yang melahirkan para content provider, mungkin awalnya dikembangkan untuk tujuan baik, tapi sekarang cendrung cuma jadi ajang bisnis premium sms. Saya ga tau kalau suatu context-awareness nanti sampai ketangan provider :(

  6. Aku jd ngebayangin penggunaan lain. Para boss nanti bisa ngeset HP nya spy alarm berbunyi jika ada stafnya yg ninggalin kantor saat jam kerja. Kurang kerjaan banget ya :-P

  7. @Hutriest: Para engineer lebih suka menyiapkan sistem, hingga produk, lalu membiarkan orang marketing dengan kreativitas rendah (terkenal sebagai brainless marketer) untuk menyentuh customer. So, aku pikir itu salah kaum engineer juga.

    @Anis: Kalau pakai analogi, ada CLIR, tapi tentu ada COLP juga, tapi tentu ada … dst. Kebetulan baru tengah malam tadi jurnal ACM Maret datang, membahas aspek legal dan sosial dari LBS. Udah aku share ke beberapa teman, buat lain kali dibahas ramai2.

  8. alarmku: “Kasih tahu aku kalo ujug-ujug Mas Koen tiba2 ada di sekitar. Suggested action: Arrrgh…Mas Koeeeen…..(scream and blinks)” :-p

    Your nightly send email is just what I need, Mas…(ACM-nya maksudnya) :-D Matur nuwun sanget :-)

  9. @Hutriest: Maksudnya :), para engineer harusnya menyerahkan teknologi sekaligus cara2 yang sehat & menarik untuk memakainya, bukannya diserahkan mentah2 kepada marketeer yang mencari jalan pintas mencari uang banyak, sambil memubadzirkan banyak feature menarik yang tak mereka pahami.

    @Sisca: Scream & blink? Kayak alarm anti jurig aja. Apalagi teksnya “Aaaargh Mas Koennnnnn” — asli jurig.

    @Sisca lagi: Wak, double-link dari sini ke Mer dan sebaliknya. Jarang yang kayak gini :).

  10. tapi pada akhirnya, tingkat penetrasi sebuah teknologi akan bergantung juga pada harga yang harus ditebus oleh pemakai.

    *)bahasane panjenengan asyik. nulis lagi dong yang kayak gini. :)

  11. kebetulan aku nemu pasangan yang pas antara konsep dan contoh kasus, mas :-D (semoga bukan double-jurig)

  12. […] Keren kan? Mudah2an API-API lain bisa dimanfaatkan para programmer kita untuk mulai bikin aplikasi2 context-aware yang bakal luar biasa. N78, dan penerusnya nanti, bisa bikin revolusi budaya kesekian yang […]

  13. SDP 2.0…

    SDP (service delivery platform) sendiri masih intens kita diskusikan menjelang masa implementasi. Tapi bulan Desember lalu, IEC melontarkan istilah SDP 2.0 dalam Annual Review of Communications Volume 61. Tergoncang? Tentu tidak :). Pertama, SDP sendir…

  14. Catatan 2011:

    Tiga tahun kemudian, apa yang sudah terjadi? Haha. Augmented reality (yang biasanya aku bahas bersamaan dengan context-aware apps) mulai banyak dimanfaatkan dalam aplikasi2 mobile. Mulai banyak = belum banyak.
    Tetapi, pengelolaan konteks sendiri, belum banyak yang sudah mengimplementasikan.

Leave a Reply to Koen Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.