Khalifah Al-Ma’mun melantunkan puisi di depan para undangan dan punggawanya. Tampak Abu Nawas sang penyair di antaranya. Selesai menikmati puisinya sendiri, khalifah berpura-pura sopan kepada Abu Nawas: “Bagaimana puisi sederhanaku, Hai Abu Nawas? Seorang penguasa pun bisa puitis, bukan?”
Dalam mood anti-kitsch, Abu Nawas menjawab, “Aroma balaghah (kefasihan) tak tercium dari Anda.”
Al-Ma’mun memendam kemarahan. Namun setelah acara selesai, ia menyuruh punggawanya menangkap Abu Nawas. Diam-diam diperintahkannya untuk membawa Abu Nawas ke kandang keledai, dan melemparkannya ke tumpukan kotoran hewan. Abu Nawas dilepaskan dalam keadaan babak belur dan menjijikkan.
Menguji kesetiaan rakyatnya, Abu Nawas kembali diundang dalam acara khalifah Al-Ma’mun yang berikutnya. Tanpa malu, khalifah kembali melantunkan puisi yang lebih heboh dan disyahdu-syahdukan itu. Dan kembali ia menanyakan pendapat Abu Nawas: “Adakah kini aroma balaghah sudah mulai tercium, wahai Abu Nawas?”
Abu Nawas tersenyum tipis, berdiri, lalu melangkah keluar.
“Mau ke manakah tamu tanpa kesopanan ini?” hentak Khalifah.
“Ke kandang keledai lagi,” jawab Abu Nawas, disusul dengan: “Tuanku!”
Kalo di deket kantor ada kandang keledai, dikau mau ke sana? :-)
Rrrr.. tapi kayaknya jangan deh. Ntar malah keledainya yang gak kuat dan keluar kandang :-P