Kayaknya perlu dijadwalkan untuk mencuri buku ini entah dari mana: karya2 visual para seniman yang diilhami Wagner.
Mungkin seharusnya bukan ilham, tapi semacam resonansi. Implikasinya lebih luas, kan? Cita rasa Wagner bisa berarti Schopenhauer, tapi bakal bisa jadi Nietzsche juga, kalau fokusnya pada filsafat. Dan biarpun musiknya digolongkan ke madzhab romantisisme, bukan berarti resonansinya juga ke senu rupa gaya romantik. Bisa juga ke impressionisme (Renoir), simbolisme (Redon), ekspresionisme, hingga surrealisme Dali.
Hmm, masih menarik membahas soal2 gini. Tapi, kayak biasa, time out lagi. Waktu luang bener langka :). Kesimpulannya, buku ini bener2 layak dicuri, kecuali ada kesempatan buat beli :).
Masih toward elegance. Site yang udah beberapa tahun nggak ganti wajah ini akhirnya dirombak. Site2 statis untuk sementara dihilangkan. Jurnal (d/h Catatan Lepas) dipindahkan ke halaman depan. Jurnal tak lagi memanfaatkan blogger, tetapi menggunakan mesin wordpress. Desain, menculik tema Regulus (Pangeran Kecil) dari Binary Moon.
Editing masih dilakukan. Cari waktu luang yang makin langka. Sampai menu2 lama teradaptasikan, kontak dapat dilakukan via mail: kuncoro@gmail.com :).
Tapi apa sih yang namanya elegan itu? Elegan berisi sifat sederhana yang berisi. Menampilkan inner beauty suatu obyek tanpa dirusak oleh hal-hal yang tak perlu. Bulan itu elegan, indah, padahal hanya bulat, dengan putih tak bersih, di tengah langit malam yang tak selalu kontras. Tapi dia indah. Dengan jarak sedikit di atas satu detik cahaya dan berat seperenam bumi, dia memiliki fungsi esensial untuk menyeimbangkan gerak bumi, sehingga stabil dan memungkinkan tumbuhnya kehidupan tingkat tinggi di atas bumi, yang membuat bumi jadi memiliki arti. Elegan. Kali2 itu sebabnya gambar bulan aku pilih (dari beberapa pilihan dari template Regulus) jadi header di sini.
Semalam belanja kopi di StarbucksCiwalk. Yaa … maaf buat Teh Ranti dan sohib2 lain yang nggak suka nama ini, tapi aku bener2 perlu kopi beneran, yang bebas rasa asam — dan itu agak susah dicari di Bandung sini. Juga aku udah terlanjur bersahabat dengan para barista di kedua SB di Bandung — nggak pingin berhenti bersahabat sama mereka. OK, abis sibuk mencium2, pilihan jatuh ke French Coffee. Seleranya lagi Bold. «Smoky & Intense» — gitu ditulis di stamp-nya.
Tempat apa yang enak buat menikmati si French Coffee. Pintu dapur. Duduk di lantai. Sambil baca Science&Vie yang baru 2 hari sampai (judulnya: Climat, l’equilibre est rompu). Citarasa Perancis? Anggap aja gitu. Kali2 kafe di Paris pagi2 gini belum buka, sehingga orang harus ndoprok di pintu dapurnya. Perbandingan Indonesianya kopi Aceh kali, yang pernah dioleh2kan seorang sahabat yang baik hati. Tajam, nggak terlalu wangi, tapi rasanya ruarrr biasa.
Bandung lagi ramah. Sejuk, tapi tanpa ancaman mendung. Dan Science&Vie betul2 pas. Bener2 pagi yang Smoky & Intense. Nggak tercemar sama urusan kantor dan hal2 duniawi lainnya. Betul2 penyegaran mental yang menarik.
Acara berjudul Pesta Buku 2006 itu sebenernya pameran buku biasa. Rutin dengan acara yang itu-itu juga. Tapi buku memang bikin kecanduan. Kita tahu nggak ada yang istimewa dengan buku (dan kopi, dan dengan C++, serta Wagner), tapi kita merasa lebih nyaman untuk terus bersentuhan dan meningkatkan intensitas kita dengannya. Maka jadilah aku terjebak dalam kerumunan para pecinta buku di Landmark Bandung.
Buku mana yang pertama menggoda? Buku yang pertama kali kelihatan. Dan itu adalah buku pelajaran buat anak, dengan memakai tokoh Garfield :).
Buku mana yang pertama diambil? Judulnya Pemberontakan Mahasiswa, tentang peristiwa Mei 1968, yang tentu merupakan pemberontakan setengah hati. Tapi kita juga lagi hidup setengah hati. Kenapa nggak?
Buku apa yang dibaca lama tapi nggak diambil? Banyak :). Zahir dari Coelho, misalnya. Bagus, tapi entah kenapa nama Coelho lagi sering memedihkan. Barangkali lain hari aja. Juga beberapa buku tentang Ahmad Aidit (lebih terkenal sebagai DN Aidit). Berlama2 juga di Mizan — baca buku2 berhikmah di sana.
Buku apa yang nggak disentuh? Banyak juga :). Kayak biasa: buku yang sesat, yang menuduh sesat, yang saling menyesatkan, dan yang sesat2 :) :). Buku2 komputer juga nggak disentuh — barangkali udah masuk golongan menyesatkan.
Buku apa yang dicari tapi nggak ditemukan? Nah, sayangnya ini banyak juga. Karena itu aku menyebutnya pameran buku biasa, bukan pesta buku.
Ketemu siapa? Beberapa makhluk. Salah satunya M Arif Bijaksana, Isnetter yang terakhir kali tampak di Tutugan tahun 2000, dan kemaren sempat dicari2 waktu pengajian di Jakarta.
Pulang jam berapa? Sampai rumah udah di atas jam 22.
Di Italia, konon ‘dilarang’ pesan capuccino selain pagi hari. Aneh, buat mereka, bahwa setelah perut terisi makan siang atau makan malam, kita masih memesan kopi tercemar susu, padahal kopi hitam pun sudah sempurna. Negeri itu betul2 serius dalam perkopian!
Kopi, di Italia, sering berarti espresso. Kalau airnya dikurangi jadi setengahnya, jadi cuman beberapa tetes di dasar cangkir, namanya ristretto. Kalau airnya jadi dua kalinya, namanya lungo. Kalau airnya dibanyakin lagi, jadilah americano. Orang Italia menganggap ini bukan punya mereka lagi :). Tapi, serius nih, sebenernya aku pikir americano itu dari kata ‘amer’ atau ‘amaro,’ yaitu bahasa Perancis dan Italia untuk ‘pahit’. Kalau airnya dibanyakin, kan jadi pahitnya kerasa, dibandingkan dengan espresso yang habis dalam hitungan detik itu.
Kembali ke yang serius. Kopi di Italia dianggap cairan ajaib. Kopi yang membangunkan kita di pagi hari adalah juga yang membuat kita nyenyak tidur di malam hari. Biji kopi juga bisa dijadikan jimat ;). Starbucks belum berani buka cabang di sana, sampai sekarang. Tidak ada satu bar kopi pun yang berani menawarkan frappuccino, atau caramel decaf macchiato. Dan juga, menggunakan gelas kertas untuk kopi betul2 dianggap tak sopan.
Kalau pesan kopi, jangan duduk. Minum kopi dianggap lebih sopan dilakukan di bar, dan dalam waktu cepat (kan espresso). Seharusnya waktu minum itu jauh lebih cepat daripada waktu berjalan ke kursi. Juga nggak bikin repot yang harus bebersih meja, kan?