Mengapa kita kadang mudah percaya? Percaya atau tidak, sebal atau tidak, a.l. ini pengaruh hormon. Namanya oxytocin. Pada mamalia non-manusia, hormon ini dikaitkan dengan kelekatan sosial, termasuk fungsi fisiologis yang berkait dengan reproduksi. Lebih jelas, hormon ini membantu hewan mengatasi kecenderungan untuk berjauhan, dan memungkinkan hewan lain melakukan pendekatan.
Michael Kosfeld dkk dari Universitas Zurich melakukan kajian double-blind untuk membandingkan tingkat kepercayaan manusia yang terpapar oxytocing melalui semprotan hidung, dan yang terpapar placebo. Setelah disemprot, para korban testing ini melakukan permainan kepercayaan dalam bentuk investasi uang. Uangnya dalam bentuk unit tertentu (mirip B$ kali ya), yang nantinya boleh dijadikan uang beneran kalau permainan selesai.
Menurut peneliti ini, teramati bahwa oxytocin meningkatkan tingkat trust para investor ini. 45% korban oxytocin berani bermain pada tingkat kepercayaan paling kritis, sementara hanya 21% korban placebo yang berani. Apa artinya oxytocin juga meningkatkan keberanian mengambil resiko? Tidak juga. Soalnya waktu menghadapi statement yang disampaikan melalui komputer, kelompok oxytocin sama tidak percayanya dnegan kelompok placebo.
Kosfeld dkk memang takut bahwa temuan ini dapat disalahgunakan. Hmmh, trus gimana? Lebih enak mempercayai orang yang kita akrabi via Internet dan telepon daripada yang kita akrabi secara fisik, supaya persepsi dan kepercayaan tak tercemari ulah hormon?
Hmmm, no comment deh.