Beberapa hari terakhir ini, website ini dikunjungi para tamu istimewa: angkatan “10 tahun kemudian” dari Teknik Elektro Unibraw. Wuih, iki 2004 rek — taon 1994 aku wis lulus. Yang paling banyak dari Lab Elektronika. Kayaknya sebelum ngasih kehidupan yang sekarang, NSA lupa menghapus data-data lama aku sebagai asisten di Lab Elektronika, jadi aku masih bisa ditrace. Ya udah deh, terima nasib :). *set mode paranoid=on*
Gimana tuh ceritanya aku masuk Lab Elka?
Ceritanya, aku lagi doyan main2 mikroprosesor. Di Lab Elka? Ya nggak. Di Lab Mikroprosesor. Orang dengan ukuran sekecil aku memang pantesnya nyuruh2 makhluk hidup yang lebih kecil, dan yang lebih kecil dari aku cuman chips. Di situ tiap hari aku ketemu Pak Bambang Siswojo, yang lagi asik main2 PLC, pakai bahasa Prolog (Anda nggak salah baca). Di sebelahnya, ada bahan riset punya aku, Ziggyt, dan Hakim, yang aku program pakai C. Turbo C versi 2 — kompiler terbaik sebelum C++.
Trus suatu hari Pak Bambang nawarin aku: «Udah siap jadi asisten, dik?» Aku tanya dulu: «Di sini, Pak?» (soalnya sebagai mahasiswa tahun kedua, aku secara resmi belum ikut praktikum mikroprosesor). Nggak pakai senyum, Pak Bambang menjawab «Ya nggak. Di Lab Elka.» Ya udah. Jadi deh. Bareng sama Ziggyt.
Hey, ini jadi asisten di Lab Elka itu kebanggaan lho. Memang, kalau di kuping, Lab Mikroprosesor atau Telekomunikasi atau Kontrol itu lebih gagah. Tapi *set mode megalomaniak=on*, mahasiswa yang diakui pantas jadi asisten udah keburu direkrut di usia muda di Lab RL dan kemudian Lab Elka, bahkan sebelum mereka ikut praktikum di lab-lab lainnya.
Trus ngapain? Ya itu lah. Nyolder diode, transistor, dan benda2 nggak presisi yang dibeli di pasar besar. Sengaja dicari di sana sih *set mode bohong=on*, soalnya para praktikan selalu nulis di bagian kesimpulan: «Selisih dengan hasil perhitungan diakibatkan oleh alat-alat yang kurang presisi». Take it easy. Semester berikutnya, dua kontainer gede dari Jerman bawa alat2 lab yang baru dan cakep dan bikin betah ngetem di lab.