Memori suka lari ngasal ke mana aja yang dia suka.
Aku lagi menghitung dengan π. Itu pi, kita tahu. Tapi aku inget ada yang maksa nulis sebagai phi. Biar nggak ketauan kampring kali, dikerenin dikit, tapi malah jadi salah. Dan kampring.
Trus keinget siapa orangnya: guru kelas dua SMP, di SMP tiga Malang. Kebayang mukanya. Trus kepalanya yang rada botak. Trus suasana di kelas IIB yang sejuk dan cenderung dingin dengan sinar matahari tipis. Aku malah bisa membayangkan tepat, gimana Pak Guru itu menulis phi di papan tulis, lalu mengajarkan cara mengucapkannya, seolah anak kelas dua SMP belum pernah mendengar simbol π sebelumnya. Trus kebaca buku matematika coklat. Buku tulisku. Dan tercium bau kertas buku tulisku. Dan abis tercium baunya, baru aku inget nama Pak Guru itu.
Kenapa sih, kenangan yang nggak diharapkan malah tersimpan rapi?