Berita dari BBC: Pasukan Inggris mulai memasuki kota Basra. Tapi mereka heran. Tak seperti di beberapa kecamatan kecil di selatan Irak, kali ini tidak ada penyambutan yang meriah dari masyarakat. Sepi, dan cenderung menghindar. Kenapa sih?
Paul Wolfowitz berkilah: orang-orang Basra masih takut pada intel-intel Saddam. Tahun 1991 mereka menyambut pasukan sekutu. Dan waktu kedaulatan Irak dikembalikan, pasukan Saddam menghabisi mereka. Tapi BBC menganggap itu alasan yang terlalu dangkal — khas Wolfowitz.
Orang-orang Basra, katanya, tidak bisa lagi bersimpati pada pasukan asing yang beberapa saat sebelumnya asyik menghujani kota mereka dengan ledakan-ledakan yang meluluhlantakkan fasilitas umum dan membunuhi saudara-saudara mereka tanpa ampun.
Orang Basra sudah melihat bahwa serangan sekutu yang katanya selektif itu cuman mitos. Jangankan orang Basra — kita juga disuguhi berita bahwa rudal-rudal AS bisa meleset ke Syria, ke Iran, bahkan ke pesawat tornado pasukan Inggris.
Media-media barat tidak seperti media di Indonesia yang suka memasang gambar kepala dipotong atau semacamnya demi recehan bagi pimred. Waktu foto seorang bapak di Irak menggendong anak perempuannya yang terluka kena bom dipampangkan, tidak ada yang melihat bahwa kaki anak itu sudah lepas dari badannya. Kekejaman semacam itu diketahui orang-orang Basra, tapi tidak diketahui orang yang hanya melihat TV. Orang-orang US dan Eropa lebih tercekat pada tayangan tawanan perang Irak yang sehat-sehat saja itu.
Kebencian orang-orang Basra pada si tiran Saddam Hussein, tidak mempu membuat mereka bersimpati pada agressor asing.