Bulan Juni 2002, astronom Chadwick Trujillo, mengamati salah satu
anggota sabuk Kuiper. Diameternya lumayan juga, 1250 km. Dia menamainya
Quaoar, diambil dari nama kekuatan yang konon menciptakan suku indian
Tongva. Quaoar berjarak 42 ua dari matahari.
Pluto, planet terakhir yang diakui sebagai planet, memiliki diameter
2300 km, masih lebih kecil dibandingkan bulan yang punya garis tengah
3480 km.
Ini tentu menimbulkan pertanyaan menarik: apakah Quaoar boleh disebut
planet? Quaoar, sedikit banyak mirip Pluto. Kalau Quaoar tidak cukup
layak disebut sebagai planet, barangkali status Pluto boleh digugat juga.
Ada beberapa alasan misalnya untuk menolak Quaoar. Planet seharusnya
memiliki lintasan yang baku, untuk membedakan dengan satelit yang
lintasannya terhadap matahari tidak sederhana. Tapi kita tahu
Pluto juga lintasannya aneh bin ajaib, dibandingkan dengan planet
lain. Lonjongnya luar biasa.
Soal lain yang suka disinggung adalah atmosfer. Tapi ini tidak bisa
juga digunakan, karena kita tahu Pluto nyaris tidak memiliki atmosfer.
Sebaliknya, Titan yang nggak pernah mengajukan diri jadi planet, justru
punya atmosfer.
Kalau Pluto berkeras jadi planet, seharusnya Quaoar diakui sebagai
planet juga. Dan setelah Quaoar, kandidat lainnya adalah Ixion (1000 km)
dan Varuna (900 km) — berderet membentuk barisan Transneptunian.
Tapi nggak usah terlalu dipusingkan. Itu kan cuma kategorisasi bikinan
manusia. Nggak berfungsi banyak selain buat jadi catatan anak sekolah.
Kalau Quaoar melejit mendekati matahari, dia bakal diyakini sebagai komet.
Kalau kemudian dia terperangkap di gravitasi Saturnus, dia malah jadi
satelit lagi.