Thom Hartmann berkisah:
Nike, si tukang sepatu, menghabiskan biaya yang sangat besar untuk kampanye melalui PR bahwa perusahaan itu telah memutus kontrak dengan subkontraktor yang memerah kerja buruh nyaris tanpa perikemanusiaan — suatu praktek yang dikenal sebagai sweatshop. Namun seorang pembela hak konsumen bernama Marc Kasky menemukan bukti yang berbeda. Dengan alasan ada penipuan publik, Marc mengajukan tuntutan melalui pengadilan California.
Nike, alih-alih mengajukan bukti bahwa mereka tidak menipu, justru mengajukan argumentasi bahwa perusahaan sepertinya memiliki kebebasan yang sama dengan siapa pun dalam menyampaikan pernyataan-pernyataan. Setiap orang, katanya, memiliki hak bicara, hak untuk berkelit.
Nike kalah di pengadilan California. Awal Januari ini kasus diteruskan di Mahkamah Agung US.
Tapi Nike tidak sendirian. Dukungan untuk Nike mengalir dari Kadin US, Exxon, Monsanto, Pfizer, Bank of America, dan — tentu saja — Microsoft. Dukungan juga diberikan oleh media-media US yang sudah menjadi perusahaan besar: mereka menutupi kejanggalan penyamaan perusahaan dengan manusia. Manusia memang punya hak asasi, tapi apakah perusahaan punya hak asasi?