Dua orang yang terpisah 20 km mengendarai sepeda saling mendekati,
dengan kecepatan yang sama, yaitu 10 km/jam. Seekor lalat, dengan
kecepatan 15 km/jam terbang dari pengendara pertama ke pengendara
kedua, lalu kembali ke pengendara pertama, lalu ke pengendara kedua.
Pada saat pengendara bertemu, lalat berhenti terbang. Berapa jarak
yang ditempuh lalat?
Orang yang lugu akan menghitung deret jarak yang ditempuh lalat,
dari A ke B, B ke A, A ke B, sampai limit mendekati tak terhingga.
Cara yang lebih cepat adalah memahami bahwa kedua pengendara akan
bertemu di titik tengah, 10 km masing-masing, dalam waktu 1 jam;
dan dalam 1 jam, pastilah si lalat telah menempuh 15 km.
Teka-teki ini diberikan ke von Neumann, si matematikawan yang jadi
salah satu pelopor arsitektur komputer. Berpikir sejenak, Neumann
langsung menjawab: 15 km. Si penanya kecewa, lalu berkata, “Anda pasti
sudah tahu triknya.” Neumann balik bertanya, “Emang ada triknya?
Saya tadi membuat kalkulasi deret tak hingga.”
Neumann terkenal lihai dengan kerumitan matematika, dan nampaknya
tidak punya keinginan menyederhanakannya. Misalnya, selain lambang
umum f(x), dia punya f((x)), dan seterusnya. Jadi kadang di papan
tulis ada tulisan semacam
(P((((a)))))² = F((((a))))
yang oleh siswanya dinamai Bawang Neumann. Dia juga suka subscript
pada subscript.
Kegilaannya pada deret juga dibawa ke jalan. Di Princeton ada
“Von Neumann’s corner” tempat Neumann berulang kali menabrak pohon.
Biarpun suka kerumitan tak tepermanai, sebagai ilmuwan lain Neumann
juga pelupa (duh). Pergi ke New York, lalu menelepon istrinya untuk
bertanya, “Saya tadi mau ngapain ke New York?”
Tapi, berbeda dengan Einstein, Neumann belum pernah kerepotan mencari
rumahnya sendiri. Waktu ditanya istrinya, kenapa ia tidak pernah
kehilangan rumah, Neumann menjawab: “Aku hafal, rumah kita berada
dekat burung merpati yang duduk di sarangnya.”