Tapi barangkali masih seperti itu juga kondisi kita sekarang. Umat
dihancurkan. Persatuan dan persaudaraan diceraiberaikan. Saudara-
saudara kita dibunuhi setiap hari tanpa henti. Tapi kita masih bisa
nyenyak tidur. Dan masih sibuk bertikai dan mencaci.
Barangkali (stuff of the river), di Afghanistan, AS akan mengulangi
strategi mereka di Iraq. Di Iraq, Saddam Hussein tidak dijatuhkan,
walapun barangkali bisa. Kalau Saddam dijatuhkan, lalu penggantinya
bisa membuat Iraq yang lebih baik dan berkembang pesat, maka Israel
akan terancam. Kondisi di sana memang harus dibikin labil.
Maka Saddam tidak dijatuhkan. Si perampok itu dibuat tetap dapat
menekan rakyatnya, sehingga nyaris tidak mungkin terbentuk pemberontakan
yang kuat; tetapi Saddam juga ditekan agar tidak bisa kuat. Jadi di
sana hanya ada segerombolan masyarakat lemah.
(Di tahun 1991, Tariq Azis mengatakan bahwa pendudukan Kuwait oleh Iraq
sudah dikonfirmasikan ke AS, dan AS tidak menanggapi negatif, yang
ditafsirkan Iraq sebagai restu. Ini strategi AS untuk bisa membuat
pangkalan permanen di kawasan teluk).
Di Afghanistan, barangkali Taliban tidak akan dikalahkan total, agar
terjadi ketidakstabilan permanen di negara itu. Barangkali juga
Taliban dihabisi, karena toh kekuatan sekutu utara juga sudah
potensial sebagai biang perpecahan, seperti semasa Taliban belum
berusaha menegakkan hukum di sana.
Di mail buat Prof Yoder, aku menulis bahwa bukan berarti semua orang
Amerika jahat. Cuma memang politisinya sungguh-sungguh kriminal. Bukan
juga karena mereka orang Amerika. Pendahulu mereka pun sudah suka
mengabaikan urusan-urusan moral dan etika demi kepentingan hegemoni
negara.
Tapi yang jadi soal sebenarnya: mengapa kita mudah sekali
dipecah belah ? Mengapa perbedaan pandangan saja harus diperuncing
jadi permusuhan ? Kenapa kita lebih suka bersekutu dengan kriminal
daripada dengan sesama ?