Teori big bang, yaitu salah satu teori yang menjelaskan asal-usul semesta, memulai semesta dari sebuah fluktuasi kuantum. Bagaimana caranya sebuah fluktuasi kuantum (yang terjadi pada ruang berukuran kurang dari 10-35 m) bisa menciptakan alam semesta? Tentu energi yang dicetuskan harus sangat tinggi. Tapi energi yang tinggi akan memiliki imbangan gravitasi yang tinggi juga yang akan meluruhkan segalanya.
Pada waktu semesta berusia 10-35 detik itu, massa-energi yang terbentuk masih universal. Tetapi kemudian tingkat energi turun, dan karena tingkat energi turun, maka simetri pecah, membentuk interaksi nuklir kuat dan paduan elektromagnet – nuklir lemah. Pemisahan ini bisa dibayangkan mirip pengembunan uap energi menjadi energi berbentuk. Seperti juga pengembunan air, proses ini melepaskan energi. Bedanya, energi yang dilepaskan besar sekali, sehingga timbul ledakan yang mengekspansi dimensi. Namun, begitu terjadi ekspansi, tingkat energi akan turun lagi, dan simetri elektro – nuklir lemah pun pecah, dan melepaskan energi yang lebih jauh mengekspansi dimensi. Ekspansi yang terjadi melipatgandakan dimensi semesta setiap 10-35 detik. Jadi dalam usia semesta 10-33 detik, ukuran semesta sudah berlipat 2100 . Ekspansi yang luar biasa. Gravitasi pun tidak mampu lagi meluruhkan ledakan yang sudah terbentuk. Dalam waktu tiga menit saja, ukuran semesta sudah berlipat dari ukuran nol matematik (jauh lebih kecil dari proton) menjadi seukuran bola basket.
Para kosmolog mengambil alih cerita dari para fisikawan sejak saat itu. Partikel-partikel subatom mulai tersusun. Lima ratus ribu tahun kemudian, atom mulai tersusun. Kisah lebih jauh ada di partikel Enam Masa Penciptaan Semesta.