Month: April 2001 (Page 3 of 6)

3277510

Supermie kayaknya punya kepribadian ganda (kayak aku yah, haha). Abis nulis mail yang bagus-bagus di Forum-Jumat, doi iseng kirim mail salah subject dan isinya sekenanya ke Bemo-Batavia. Dan Kukuh ngebales. Dan efeknya, satu hari ada 50 mail berjatuhan dari Bemo aja. Belum selesai tuh. kalau Bemo ngumpul, yang dilakukan pasti nyari orang-orang yang belum ikutan terus dipaksa subscribe (dengan alamat mail kantor). Jadi hari kedua 70 mail lagi masuk. Satu mail isinya cuman satu atau seperempat kalimat, plus cuplikan dari sekian puluh mail sebelumnya. Junk, dan celaan-celaan. Tapi ini junk istimewa lho, nggak ada yang pakai nama samaran, semuanya pakai nama asli dan resmi. So nggak ada Neko The Cruiser atau Zorro di Bemo.

Thanks, Mie. Memang hidup perlu keseimbangan kok. Serbuuuuuuuuuuu !!!

3273658

Apa jadinya kalau Imam Al-Ghazali dirampok? Gini ceritanya, kata Aa’ Supermie:

Ketika barangnya akan dirampas, al-Ghazali berkata, “Kalian boleh ambil semua barangku, tapi jangan yang satu ini.” Ia berkata sambil memegang sebuah bungkusan yang berisi semua catatan kuliah dari Birmingham, eh Naishabur.

Para perampok segera menduga bahwa barang yang dipegang itu pasti sangat berharga, sehingga mereka merampas dan membukanya. Tentu, isinya hanya segepok kertas kumal yang bertuliskan catatan yang tidak dimengerti oleh si perampok.

“Apa ini, dan untuk apa kamu menyimpannya?” tanya sang perampok. “Itulah barang yang tidak akan berguna bagi kalian, tapi sangat berguna bagiku,” jawab al-Ghazali. “Apa gunanya?” Ia menjawab, “Inilah hasil pelajaranku selama beberapa tahun. Jika kalian merampasnya dariku, maka sia-sialah jerih payahku menuntut ilmu selama ini.”

Perampok itu menukas, “Jadi macam ini ilmumu?” Al-Ghazali mengiyakan. “Ilmu yang disimpan dalam bungkusan dan dapat dicuri, sebenarnya bukanlah ilmu. Pikirkanlah nasib dirimu baik-baik,” kata si perampok itu sambil berlalu. Lama al-Ghazali termenung oleh kata-kata tersebut.

Sentakan sang perampok tadi membuat ia berubah sikap untuk mulai melatih otak lebih banyak, mengkaji, menalar, dan menganalisa lebih tekun dan menyimpan ilmu yang didapatnya di dalam otak. Seorang ilmuwan besar mengambil hikmah dari siapa saja, walaupun dari perampok.

3256208

Jajak pendapat di Tempo: Apakah pertemuan empat tokoh politik (Abdurrahman, Megawati, Amien Rais, dan Akbar Tandjung) dapat menjadi solusi akhir dari krisis politik dan ekonomi Indonesia?

Pertanyaan konyol. Apakah kita selalu akan melepaskan setiap permasalahan untuk diselesaikan orang lain?

3256194

Inget awal Desember 1990, aku ngobrolin seseorang dengan Sigit. “Kayak apa?” tanya Sigit. “Gimana yah,” jawab aku, “Sedikit mirip Goenawan Mohammad, tapi rada mirip Amien Rais.” Terus kata Sigit, “Siapa itu Amien Rais?” Siangnya Amien Rais menjenguk kami. “Sibuk dik?” tanya dia. Dan aku terus bilang ke Sigit: Itu tuh Amien Rais. Sigit berkeras: “Tapi Amien Rais itu siapa?” Oh, BTW, Sigit juga nggak tahu mukanya Goenawan Mohammad kok waktu itu. Engineer 100% dia.
Oh ya, waktu itu Gusdur bilang mau datang. Tapi kalau Gusdur bilang mau datang, artinya beliau nggak akan datang. Jadi badge nama Gusdur yang udah dicetak aku pakai aja seharian. Pernah jadi Gusdur ni yéééééé.

Menggugat Sejarah

Mungkin menarik untuk belajar sejarah dari sisi yang berbeda. Berbeda memang bukan berarti lebih benar dari versi mainstream, tapi setidaknya kita bisa menyusun perbandingan secara lebih bebas.

Contoh yang sangat klasik itu Ramayana, yang dari sisi lain merupakan gerakan nasionalisme bangsa Alenka (sekarang Shri Lanka) melepas diri dari pengaruh India. Perbedaan fisik antara bangsa Aria India, suku-suku Dravida India, dan bangsa Srilanka digambarkan di Ramayana dengan perbandingan manusia, monyet, dan raksasa. Keterlaluan juga orang India, masa sekutunya sendiri dilambangkan sebagai monyet.

Juga di PD II, selalu digembar-gemborkan kematian jutaan Yahudi, padahal etnik terbanyak yang mati adalah Russia, yang mencapai belasan juta (dan itu dijadikan alasan buat Stalin untuk membuat daerah buffer di luar Uni Soviet).

Tapi di luar itu, para fisikawan malah menyusun eksperimen untuk menentukan: apakah sejarah (history) itu ada? Ini tidak berkait langsung dengan pernyataan Bertrand Russel bahwa dunia baru diciptakan tiga menit yang lalu lengkap dengan manusia berjumlah sekian miliar dengan memori yang komplit di otak masing-masing. Ujikaji yang dirancang akan menentukan betulkah ada kontinuitas dalam interaksi. Kalau tidak ada kontinuitas, bahkan candaan Russel pun salah. Dunia yang sekarang tidak ada satu detik yang lalu ;). Setidaknya dalam artian yang bisa diandalkan.

Lalu pak tua Iosif Vissariodovich menggerutu: terlalu banyak yang dijelaskan tentang dunia — yang penting itu bagaimana cara mengubahnya.

3222145

Barangkali memang bangsa ini akan hancur. Ada peringatan tertulis bahwa suatu kaum yang tidak memegang amanah akan dihancurkan dan digantikan dengan kaum lain yang lebih baik. Austria yang ceria dicaplok Nazi. Libanon, surga Timur Tengah, jadi tempat paling hancur tahun 80-an dulu. Nggak ada jaminan bahwa ketenangan dan kedinamisan hidup hari ini menyangkal kehancuran besok pagi.

Tapi sebuah hadis qudsi menceritakan bangsa yang terselamatkan. Dikatakan bahwa kadang Allah telah memutuskan untuk menghancurkan suatu bangsa yang hingar bingar. Tapi di tengah-tengah bangsa itu ada orang-orang tua miskin yang terus beribadah sambil tertatih-tatih; dan terdapat anak-anak yatim yang berdoa memohon perlindungan. Dan Allah membatalkan penghancuran itu karena ibadah orang miskin dan doa anak-anak yatim itu. Allah lebih menyayangi kaum seperti itu daripada orang-orang seperti kita.

Selama di bangsa itu anak-anak yatim dan orang-orang miskin masih bisa bertahan untuk hidup layak, mempertahankan iman, dan terus berdoa buat bangsanya, maka bangsa itu belum akan dihancurkan. Menyelamatkan sebuah bangsa bisa dilakukan dengan proyek-proyek kecil untuk menghidupi orang miskin dan mendidik anak yatim, agar mereka imannya terselamatkan, dan bisa terus beribadah dan berdoa buat bangsa ini.

Mendelbrot barangkali akan bergumam: kalau tidak mungkin menyerang New York, kenapa kita tidak memelihara kupu-kupu yang indah saja, di Tokyo

3211423

Di luar soal psikologi amatiran itu, ada soal lain yang juga terpikirkan. Di kerajaan, jelas munculnya Philippe jadi harapan semua orang, soalnya orang masih percaya sama soal keturunan (termasuk Dumas sebagai si penulis cerita). Tapi apa soal keturunan itu valid? Banyak yang percaya bahwa genetika benar-benar membentuk kualitas manusia dan kepribadiannya.

Misalnya, IQ (yang banyak diperdebatkan ketidakvalidannya). Satu orang dites IQ dua kali korelasinya 87%. Korelasi IQ kembar setelur yang hidup serumah 86%. Kalau tidak serumah 76%. Kalau tidak setelur tapi serumah 55%. Dan kalau serumah tapi bukan saudara kandung 0%. Tampaknya menguntungkan pendapat bahwa soal genetika itu significant. Pakar genetika bahkan sudah menentukan posisi kromosom penentu kecerdasan di DNA: kromosom nomor 6. Valid?

Pakar lain menemukan bahwa kromosom nomor 6 juga berkorelasi dengan kesimbangan minor, yang menentukan simetri pada telinga, tangan, kaki. Orang yang IQ-nya tinggi umumnya panjang jari di kanan dan kiri sama, dan semacam itu. Lho, apa si kromosom 6 mengurusi soal panjang jari, tangan, kaki, telinga, dan kecerdasan?

Janin yang baru terbentuk sebenarnya memiliki simetri yang sempurna. Tapi tekanan-tekanan (fisik, infeksi, emosi, dll), baik dalam kandungan maupun dalam pertumbuhan balita, bisa mempengaruhi bentuk manusia. Jadi kalau manusia masih berbentuk simetri sempurna, itu bisa berarti kurangnya tekanan yang dialami, atau bisa berarti kuatnya ketahanan menghadapi tekanan. Kemampuan menghadapi tantangan ini juga yang kemudian berkembang jadi kemampuan mengembangkan IQ. Jadi yang bersifat genetik sebenarnya bukan IQ, tetapi kemampuan mengembangkan IQ pada situasi lingkungan tertentu. Si A jadi punya IQ tinggi kalau hidup di domain X, tidak kalau di domain Y. Sebaliknya si B punya IQ tinggi kalau berkembang di domain Y, daripada kalau dia hidup di domain X. Tapi, hey, itu baru IQ. Belum personality.

3211410

Ada yang terpikirkan dari ?The Man with the Iron Mask?. Waktu bayi kembar Louis dan Philippe dipisahkan, dan diperlakukan berbeda, mereka jadi punya sifat yang jauh berbeda. Jadi secara ilmiah serampangan (yang bakal membuat Watson dan behaviorist lain bahagia), karakteristik manusia dipengaruhi oleh cara lingkungan mendidik manusia. Maksudnya, biarpun Aramis yang milih bayi mana yang jadi raja Louis dan bayi mana yang masuk penjara sebagai Philippe, dia sebenernya nggak lagi menentukan sejarah. Siapa pun yang jadi Louis, tetap saja dia akan jadi raja yang memuakkan, dan siapapun yang jadi Philippe, dia akan jadi pribadi yang baik setelah sekian puluh tahun dikerangkeng. (Para penganut Freudian yang menyebalkan itu pasti kesal, kalau ngikutin mereka mestinya justru Louis yang perilakunya baik, soalnya masa kecilnya bahagia, haha).

Nggak adil kalau nulis Watson dan Freud tanpa menyebut Maslow dkk. Aku rasa kalau ngikutin Maslow, jalan cerita itu agak valid. Kepribadian Philippe sekeluarnya dari penjara bakal hancur, tapi itu bisa diperbaiki karena dua hal. Pertama, faktor internal Philippe sendiri (berbeda dengan Freud yang mengagungkan faktor internal, madzhab Maslow berpendapat bahwa faktor internal cenderung bersifat positif, sementara menurut Freud cenderung ke arah negatif dan liar). Kedua, dukungan dari lingkungan (di mana perbedaan Maslow dan Watson adalah bahwa menurut Watson satu-satunya faktor yang patut diakui adalah faktor eksternal). Di akhir cerita pun konon Louis yang diubah namanya jadi Philippe dibebaskan oleh Philippe yang udah ganti nama jadi Raja Louis, karena kejahatan itu tidak akan abadi. Selalu ada waktu untuk berubah, memperbaiki diri.

Di luar hujan rintik dengan angin kencang. Di dalam ruang, Beethoven menghentakkan Eroica. Jadi siapa pahlawannya? Tergantung menurut siapa. Barangkali memang nggak perlu ada pahlawannya. Malanglah dunia yang membutuhkan pahlawan.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑