Tag: bohr

Pauli dan 137

Wolfgang Pauli pernah menyampaikan bahwa andai Tuhan memperkenankannya bertanya satu hal, ia akan bertanya, “Kenapa 1/137?”

Di tahun2 awal, blog ini pernah membahas konstanta struktur halus α. Saat sebuah atom disinari (ditumbuk foton), akan tampil spektra cahaya yang unik menurut jenis atom. Struktur halus (fine structure) adalah struktur dari setiap garis spektrum itu, yang pada gilirannya menunjukkan struktur halus yang membentuk lintas elektron di sekitar atom. Dengan teori Niels Bohr, dapat dihitung level energi dari spektrum ini, yaitu En = -Z²/n² * 2.7·10-11 erg, dengan n bilangan kuantum elektron n, dan Z adalah bilangan atom. Konstanta di belakang setara dengan 2π²me4/h², yang bisa juga dihitung sebagai energi elektron atom hidrogen (Z=1) pada orbit terendah (n=1). Arnold Sommerfeld, mentor Pauli, berusaha merapikan formula ini dengan memasukkan relativitas, yaitu mengkonversikan E = mc². Hasilnya, En,k = -Z²/n² { 1 + (2πe²/hc)² [n/k – 3/4]} * 2.7·10-11 erg. Terdapat bilangan kuantum k yang menunjukkan orbit tambahan untuk elektron. Ini memungkinkan tambahan alternatif lompatan elektron dalam jarak lebih kecil, yang menghasilkan spektrum yang lebih halus. Di luar kurung siku, persamaan itu mirip persamaan Bohr. Namun di dalam kurung siku, tampil sebuah ruas baru, berisi paduan konstanta yang belum pernah tampak sebelumnya: 2πe²/hc atau e²/ℏc.

Sommerfeld menyebut ini sebagai konstanta struktur halus, sebesar α = e²/ℏc, yaitu 0.00729. Arthur Eddington menulisnya sebagai 1/137. Konstanta ini tak memiliki satuan. Artinya, apa pun satuan yang digunakan untuk menghitung kecepatan cahaya, konstanta Planck, muatan elektron dan lain-lain, konversi satuan antara konstanta itu akan saling meniadakan, dan membentuk hasil 1/137. Angka ini menarik, selain karena konstan, juga karena tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil. Seolah turun sebagai wahyu yang mengatur alam dengan sendirinya: 137. Eddington segera memistikkan angka ini, dan menggusarkan banyak ilmuwan lain, termasuk Pauli.

Formula α = e²/ℏc juga menunjukkan seberapa besar sepasang elektron berinteraksi (e kali e di atas konstanta). Pauli penasaran karena belum ada formula, baik dari fisika klasik maupun fisika kuantum, yang menghasilkan muatan elektron. Semua formula mengharuskan muatan elektron dimasukkan dari hasil pengukuran. Konstanta struktrur halus membawa kaitan e terhadap konstanta elementer ℏ dan c; tetapi melalui sebuah konstanta yang tidak diketahui dari mana asalnya. “Bakal keren kalau angka 1/137 ini ketahuan asal usulnya,” tulis Pauli ke Werner Heisenberg tahun 1934.

Mentor Pauli yang lain, Max Born, menulis artikel tentang “Misteri 137” pada 1935, menceritakan bahwa 1/α = 137 ini merupakan kunci pengait relativitas dengan teori kuantum. Dalam artikel itu juga, ia menulis: jika angka ini terlalu besar, materi tak akan tampak beda dengan ketiadaan. Angka 137 adalah sebuah hukum alam itu sendiri, dan seharusnya menjadi titik pusat filsafat alam.

Namun sementara itu, Perang Dunia II memecah Eropa. Einstein, Pauli, lalu Bohr pindah ke Amerika. Born pindah ke UK. Heisenberg tertinggal di Jerman, dan bahkan memimpin kelompok pembangun senjata atom Jerman. Schrödinger berlompatan dalam galau melintasi negeri yang bertikai. Usai Perang Dunia II, baru para ilmuwan kembali memikirkan masalah fundamental.

Pauli-Heisenberg-Fermi

Pauli, Heisenberg, dan Fermi

Pada tahun 1955, Pauli kembali menyebut angka 137. Pada tahun 1957, setelah Pauli kembali ke Swiss, Heisenberg menulis mail ke Pauli bahwa ia sudah mencoba menurunkan formula yang menentukan massa elementer dari partikel. Ia juga sudah melakukan deduksi atas nilai α, dan telah mencapai nilai yang tidak jauh, yaitu 1/250. Memang 250 jauh dari 137, namun 1/250 tidak jauh dari 1/137. Pauli membalasnya pada awal 1958: “Hebat. Si kucing sudah keluar dari tas dan menunjukkan cakarnya: pembagian dari reduksi simetri.” Keduanya pun kembali bekerja sama menyusun paper bersama, via surat, telefon, dan kunjungan langsung; walaupun ada selisih pendapat di antara keduanya. Paper itu rencananya akan dikuliahkan Pauli dalam kunjungannya ke US Januari itu.

Pauli baru memberikan kuliah pada 1 Februari 1958, di Columbia University. Kuliah dihadiri 300 orang, termasuk Bohr, Oppenheimer, Lee, Yang, Wu, dll.  Namun, mirip sebuah karma yang terjadi dari sifat super kritis Pauli pada para fisikawan sejak ia masih muda; pada kuliah ini justru ia dikritisi habis. Saat Pauli menurunkan formulanya di papan tulis, Abraham Pais memprotes: “Professor, partikel ini tidak meluruh dengan cara itu.” Beberapa ilmuwan lain juga menunjukkan beberapa kesalahan lain. Semua mulai melihat: Pauli sang perfeksionis sudah mulai redup. Namun, semangat dari masa Gottingen dan Kopenhagen masih terasa.

Pada satu titik, Bohr dan Pauli memainkan diskusi yang ajaib. Setiap Bohr menyelesaikan proposisi, ia menyebut bahwa teori Pauli yang ini tidak cukup gila. Sedang setiap Pauli memberikan jawaban, ia menyimpulkan bahwa teori ini cukup gila. Begitu terus menerus. Dan hadirin sibuk bertepuk tangan. Belakangan Pauli mengaku pada Yang: “Semakin aku berdebat, semakin turun juga keyakinanku.” Pauli pun menemukan banyak hal yang belum selesai pada formula itu.

Akhir bulan itu, Heisenberg memberikan kuliah tentang paper Pauli dan Heisenberg itu. Press release diterbitkan, menyebutkan bahwa “formula dunia” telah ditemukan, untuk menjelaskan semua perilaku partikel elementer. Berita ini disebarkan ke seluruh dunia, dan menggusarkan Pauli.

Sebagai tanggapan, Pauli berkirim mail ke George Gamow: “Saya tunjukkan bahwa saya bisa menggambar sebagus Titian. Hanya detail teknisnya belum selesai.”

Pauli-Titian

Heisenberg masih berminat meneruskan kerjasama. “Kalau kita membuat paper bersama, pasti jadi tahun 1930 lagi.” Pauli makin sebal. Pada konferensi CERN, kebetulan Heisenberg mempresentasikan Paper, dan kebetulan Pauli jadi session chair. Pauli membuka dengan, “Kita akan mendengar hal yang merupakan substitusi dari ide fundamental. Jangan tertawa ya.” Lalu ia tertawa. Selesai Heisenberg berpresentasi, Pauli membuang papernya. Heisenberg mengganggap Pauli cuma galau setelah dibully balik di US.

Akhir 1958, Pauli mendadak sakit perut. Ia pun dibawah ke Rumah Sakit Palang Merah di Zürich. Charles Enz menjenguknya. Pauli tampak kesal. “Kamu lihat nomor kamarnya?” tanyanya. “Ini kamar 137. Aku gak bakal keluar hidup-hidup dari sini.” Ia meninggal di ruang itu 10 hari kemudian.

Bohr dan Einstein

Buku Richard Feynman (Surely You’re Joking) menyinggung perjumpaan Feynman dengan Bohr (Niels dan Aage). Niels Bohr senior disebut sebagai sulit dipahami kata2nya yang terlalu menggumam, sehingga kadang2 Aage jadi juru bicara. Tapi bukan cuma Feynman yang memiliki impresi serupa. Abraham Pais juga mencatat bahwa gaya bicara Bohr teramat sulit dimengerti, penuh gumaman. Ditambah lagi dengan obyek pembicaraan Bohr yang tidak pernah mudah :). Saat itu, ketidaksetujuan Albert Einstein (yang dengan teori fotoelektriknya sebenarnya menjadi pemicu teori kuantum) atas teori kuantum membuat diskursus fisika sedang memanas.

Di suatu siang, Bohr yang sedang bersama Pais, sedang sibuk menjelaskan kenapa pendapat Einstein, biarpun masuk akal, tetapi memiliki kelemahan telak. Dengan gaya menggumamnya, yang terdengar oleh Pais adalah nada naik dan turun dari bahasa Inggris dialek Denmark, dan nama Einstein yang disebut berulang. Menatap jendela, makin asyik Bohr menguliahi Pais, dan semakin lama yang terdengar hanya nama Einstein, gumaman, Einstein, gumamam, dst.

Saat itu, Einstein masuk ke ruangan.

Einstein berjalan berjingkat-jingkat, tersenyum pada Pais, lalu melihat Bohr. Bohr tak mendengarnya, masih asyik menatap jendela sambil meneruskan gumamannya, dan menyebut nama Einstein. Saat Einstein makin dekat, Bohr menoleh, dan dengan kaget melihat kepala Einstein sudah dekat kepalanya sendiri. Gaya kaget Bohr dilukiskan seperti orang yang sedang sibuk memuja roh leluhur, dan si leluhur betul2 menampakkan diri. Mereka diam sebentar. Lalu dengan ramah Einstein berkata bahwa ia dilarang dokter membeli tembakau lagi. Tapi dokter tak melarangnya mencuri tembakau. Jadi itu yang tadinya akan dilakukannya.

Kesunyian berubah menjadi tawa yang renyah.

OK, jokes semacam ini mendingan dipisah jadi blog tersendiri: http.koen.cc. Tak harus jokes pribadi, kerana hidup lagi tak terlalu lucu. Senyum yuk, untuk hidup yang singkat ini.

Update: Bohr termasuk fisikawan yang disukai pada zamannya. Ia terobsesi pada hal yang diyakininya benar, siapapun penemunya (tak seperti Newton misalnya). Obsesinya kadang mengganggu. Pernah ia memojokkan Schrödinger sampai ke kamar tidurnya untuk berdiskusi, saat Schrödinger sedang flu dan benar2 ingin tidur. Tentu diskusinya jadi satu arah. Perseteruan ide Bohr vs Einstein (yang justru mempererat persahabatan keduanya) sendiri baru padam setelah keduanya meninggal.

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑