Cuplikan para filsuf:
- Nietzsche sudah mati.
- Marxisme adalah candu masyarakat.
- Einstein tidak pernah bermain dadu.
- Gusdur tidak perlu dibela (he-he).
Cuplikan para filsuf:
Matahari, dipotret dari posisi yang sama, pada jam yang sama, di suatu titik di kutub utara, 34 kali dalam satu tahun …
“Biar mahal kayak setan, akhirnya terpaksa beli juga,” gitu kata seorang rekan senior, jaman aku di LEN dulu. Sebagai mahasiswa praktek yang lagi giat belajar dan banyak menimba ilmu, aku langsung menyerap fakta bahwa memang setan itu mahal.
Tapi ternyata si boss punya koleksi sifat-sifat setan yang lain.
“Gila tu sopirnya. Ngebut kayak setan.”
“Di Kiaracondong, macetnya kayak setan. Lampunya aja nggak keliatan.”
“Mana udaranya panasnya kayak setan.”
Jadi, akhirnya aku belajar bahwa setan memiliki sifat: panas, mahal, macet, dan ngebut. Nah lo, gimana caranya dia bisa macet dan ngebut sekaligus? Bisa lah. Namanya juga setan.
Udah ah, nggak usah dipikirin. Ntar malah pabaliut kayak …
Mailku dimata-matai.
Setidaknya, dua dari sekian mailbox-ku ketahuan suka dibaca-baca orang secara massal. Satu di Tiscali dan satu di Komunikasi. Kalau mail-mail itu aku download dengan Eudora, nggak ada sama sekali tanda-tanda yang mencurigakan. Tapi kalau dibaca sebagai webmail (dengan Horde misalnya), keliatan bahwa sebagian besar mail-mail itu pernah dibaca sebelumnya. Semua mail sebelum waktu tertentu.
Ini bukan penyusupan via web. Mail-mail itu kelihatannya diload dengan POP client.
Siapa sih yang iseng membacai mail-mailku? Manusia atau robot?
Akhirnya, daripada bertaruh dengan beli buku Richard Dawkins yang hurufnya mungil dan nggak nyaman dibaca di sembarang tempat (kesannya kayak nerd bener), aku beli aja buku Matt Ridley lagi: The Red Queen. Buku Ridley yang lain, Genome, memang terlalu menarik, sampai akhirnya bikin kita menyesal bahwa manusia cuma punya 23 pasang kromosom, sehingga buku ini cepet abis. Alasan lain, dengan judul The Red Queen dan desain merah nyala kayak gini, buku ini bikin pembacanya kayak pembaca normal yang lagi baca novel di jalan. Atau — kalau dibaca subjudulnya — pembacanya jadi mirip pembaca tipikal yang suka penasaran sama soal seks.
OK. Jadi Ridley memulai kira-kira dari Dawkins lagi. Kapan sih gen kita dibentuk? Bukan waktu ortu kita tumbuh. Waktu dilahirkan, gen sudah tersimpan rapi untuk dikembangkan dan siap ditumbuhkan waktu ortu kita udah dewasa. Jadi genetika kita bukan keturunan ortu kita, tapi keturunan gen yang dibawa ortu kita, dan seterusnya. Dan meneruskan catatan Ridley di buku Genome: mana yang lebih dulu, protein atau DNA, dan ternyata jawabannya lebih mungkin adalah RNA, maka turunlah tesis Dawkins yang menarik itu: gen adalah tokoh dalam evolusi, dalam motivasi kehidupan, sedangkan organisme hanyalah pembawa gen — utilitas yang digunakan gen untuk memeliharanya, menumbuhkannya, dan menjalankan fungsi-fungsinya membentuk kehidupan yang lebih baik.
Kalau Anda mengira bahwa aku bakal memaki2 Dawkins gara2 nggak sesuai dengan kata-kata Harun Yahya, Anda salah. Aku akan lebih suka seandainya Harun Yahya lebih memiliki kejujuran ilmiah, dan mulai menginformasikan tentang teori evolusi dengan lebih baik, dan dengan demikian tidak merusak nama baik umat beragama sebagai umat yang ngawur dalam berilmu.
Dawkins sendiri konon suka mematahkan segala bentuk ketuhanan dalam arti bentuk desainer superfisial yang menyusun rancangan semesta dan makhluk hidup. Tapi kalau kita memang punya keimanan yang tidak berdasar dogmatisme konyol, kita akan lebih menerima tokoh Allah dengan lebih rendah hati dan tidak sok tahu, sehingga justru lebih meningkatkan ketakwaan kita.
BTW, aku mendingan nerusin baca dulu deh …
Aku masih beberes di depan QB-World Thamrin, dan si cleaning service itu mulai menembakkan kata-kata.
“Mahal ya buku-buku di situ?”
“Yaaa … Mahal juga sih.” (Bokek juga lah kalo sering ke sini. Kalo nggak gara2 dendam sama masa lalu juga sekarang ogah beli buku2 mahal gini.)
“Waktu saya ke sana, ada yang sampai setengah jutaan.”
“Ada, tapi yang lain nggak semahal itu. Biasanya yang sampulnya tipis lebih murah.” (Abis ngebandingin harga buku Richard Dawkins yang hardcover sama yang paperback –red)
“Kalau yang itu berapa?”
“Yang ini seratusan.” (Kalo iklan McD bilang empat ribuan, berarti tanpa PPN harganya mendekati lima ribuan)
“Seratusan dapet dua.”
“Dapet satu sih.” (Pas di sini jadi inget trik menjual kacamata)
“Masih mahal ya. Sebenernya sih kalau bahasanya Indonesia saya mau sering-sering baca-abca di sana. Tapi bahasanya Inggris semua. Nggak ngerti.”
“Coba aja dikit-dikit.”
“Mana nggak ada gambarnya lagi. Jadi susah dibayangin.”
Sebenernya minat baca di masyarakat kita nggak kurang kok. Coba aja, waktu aku dikeroyokin sama karyawan backroom PT Pos, yang diminta bukan yang aneh-aneh, tapi buku komputer seri 36 Jam. Waktu itu aku sanggupi bukan gara-gara merasa dipalak, tapi soalnya takjub sama keinginan baca buku komputer itu :). Kapan-kapan aku beneran ke sana lagi bawa bukunya deh. Waktu ada yang minta tambahan uang sih, aku cuekin aja — yang itu tipikal orang nggak kreatif yang musti cepat-cepat dibasmi.
Oh ya, jadi ternyata yang masih kurang itu minat menjual buku dengan harga terjangkau. Kalau memang yang bikin mahal itu bahan baku kertas, kenapa nggak dibuat buku yang ringkas tapi padat isi? Jangan bikin terjemahan, tapi kita bisa bikin saduran ringkas. Jangan bikin tulisan panjang melantur, tapi coba menulis dengan singkat dan menggugah. Bukan berarti buku panjang dan mahal nggak boleh dibuat sih. Tapi harus berimbang donk. Masa orang disuruh baca koran lagi koran lagi.
OK, sekarang kita bahas dikit tentang Novikov. Hawking selalu menggunakan paradox mesin waktu sebagai berikut: Kalau Kip Thorne bisa kembali ke masa lalu, maka ia bisa menembak kakeknya, dan mengakibatkan orangtua Kip tidak bisa lahir, dan mengakibatkan Kip tidak mungkin ada, sehingga tidak ada yang menggunakan mesin waktu itu untuk menembak kakek Kip, sehingga kakek Kip tetap hidup, sehingga ….dan seterusnya.
Tapi kalau kita bicara soal manusia, terlalu banyak parameter yang harus dihitung. Jadi, kita coba sederhanakan saja dulu masalahnya dengan bola-bola kecil.
Misalkan, kata Igor, kita punya dua lubang, A dan B. Benda yang masuk ke lubang B akan keluar dari A di masa lalu, kira-kira satu detik sebelumnya. Simpel kan?
Sekarang kita tembakkan bola masuk B, tapi waktu keluar dari A (satu detik sebelumnya), dia kita usahakan untuk menabrak bola yang akan masuk B itu, sehingga dia tidak berhasil masuk lobang B. Apa yang terjadi?
Dalam eksperimen pikiran (kalkulasi) Novikov, yang terjadi adalah bahwa bola 1 (yang kita lempar) tidak akan terkena bola 2 (yang keluar dari A) secara frontal. Kenanya agak miring, sehingga dia masih bisa masuk B, tapi dalam posisi agak miring, sehingga keluar dari A (sebagai bola 2) masih agak miring, sehingga menabrak bola 1 dalam posisi tidak frontal, sehingga bola 1 masuk lobang B dalam posisi agak miring. Seberapa jauh pun kita menggeser arah penembakan B, selalu resultan sejarahnya adalah bahwa bola 2 yang keluar dari A akan mengacaukan rencana kita sehingga bola masuk lobang sesuai arah sejarah yang menentukan bagaimana bola harus keluar dari A. Sejarah tetap tunggal, tidak ganda.
Tapi bagaimana kalau misalnya bola dimuati dengan bom. Kalau kena sentuhan sedikit, dia akan meledak, sehingga tidak bisa masuk lobang. Kalau kita masukkan bom ini ke lobang B, dia akan keluar dari A sedetik sebelumnya sebagai bom-2, dan entah menabrak entah menyenggol si bom-1, dia akan menghancurkan bom-1 dan membuatnya tidak bisa masuk lobang, dan mencegahnya menabrak dirinya sendiri. Gitu? Nggak gitu, kata Novikov.
Bom kita lembar ke lobang B. Tapi, hey, sebelum masuk ke B, ada pecahan benda keluar dari lobang A. Pecahan apa tuh? Nggak tau. Tapi dia menabrak bom kita, lalu menyebabkannya meledak, blarrrr, dan salah satu pecahannya masuk ke lobang B, lalu keluar sedetik sebelumnya dari A, dan ternyata pecahan itu lah yang menyebabkan bom kita meledak.
Semakin rumit percobaan kita, semakin rumit efek yang dibuat ‘alam’ untuk membuat sejarah (matematis) itu jadi kenyataan fisika. Mesin waktu jelas masuk akal, kata Novikov, dan sejarah berjalan terintegrasi dengan adanya mesin waktu itu.
Terus gimana dengan Kip yang menembak kakeknya di masa lalu? Kata Igor, Kip bisa ke masa lalu, tapi akan/telah selalu gagal membunuh kakeknya. Kalaupun berhasil, barangkali di waktu yang salah, waktu ortu Kip sudah ada di dalam kandungan.
E-mail hari ini:
Setelah restrukturisasi, maka pengelolaan portal intranet saya serahkan kembali kepada spesialis yang ditunjuk di Unit Sisfo. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Dikirim besok tapi …
© 2025 Kuncoro++
Theme by Anders Noren — Up ↑