Page 75 of 210

Britney Spears

Di weblog siapa, nggak pernah ada nama Britney Spears? Bukan weblog ini, for sure, soalnya hari ini nama ini ditulis. Kalo nggak doyan ya nggak usah dibaca, kan? (Part of standard disclaimer).

Jadi si Britney nih bilang, as quoted di Newsweek, bahwa dia berusaha, dan menyarankan, untuk terus mempercayai pemerintah US dan presiden Bush, apa pun yang terjadi, apa pun kata orang. Pikiran harus diselaraskan dengan kepercayaan atas tindakan pemerintah. Jangan protes, dia cuman Britney dengan kapasitas seorang Britney.

Kalau masih sempat baca sampai paragraf ini, barankali kita juga sempat berpikir: jangan2 pikiran cekak model Britney gitu banyak juga penganutnya. Eh, indeed, banyak sekali ternyata. Dan nggak sembarangan: ada doktor, engineer, lulusan pesantren. Dan yang ditaklidi bukan cuma Bush atau Sharon, tapi juga Megawati, Gusdur, sampai orang2 lokal tertentu. Kalau yang ngaco cuman Britney sih, sebenernya dunia nggak terpengaruh. Tapi kalau yang kayak gini ternyata mayoritas masyarakat, termasuk para pengambil keputusan. Well … good luck aja deh.

Teori Senasib

Kalau sampai awal abad-21 ini Teori M masih bikin orang pusing, dia sebenernya senasib dengan teori relativitas di awal abad-20, atau teori kuantum di pertengahan abad-20. Tahun2 kemaren, website ini suka cerita tentang penolakan2 atas teori2 pembentuk abad-20 itu.

Waktu kita belajar relativitas di SMA, kita memulai dari cerita percobaan menghitung kecepatan cahaya oleh Michelson, yang memberikan hasil bahwa kecepatan cahaya itu konstan, berapa pun cepatnya asal cahaya itu bergerak. Juga kita masuk ke transformasi Lorentz. Baru Einstein masuk panggung, menggunakan hasil temuan mereka, dan berbekal matematika Gauss/Riemann/Poincaré. Yang jarang kita ketahui adalah bahwa baik Michelson, Lorentz, maupun Poincaré menolak relativitas Einstein.

Tapi Einstein didukung Max Planck. Jadi teori relativitas tidak mati sebelum berkembang.

Einstein sendiri memperoleh hadiah Nobel bukan dari relativitas, tapi dari tulisannya tentang efek fotoelektrik, yang merujuk pada temuan Planck tentang kuantum energi. Tulisan Einstein ini kemudian menjadi dasar terbentuknya mekanika kuantum oleh Bohr dkk. Tapi kemudian Einstein selalu menolak mekanika kuantum ini. Juga Planck.

Gimana nanti Teori M berkembang?

Teori M

Kayak apa sih Teori M? String, katanya, bukan bentuk partikel fundamental, melainkan hanya salah satu bentuk objek yang dinamai brane, singkatan dari membrane. Brane berdimensi banyak, sementara string hanya berdimensi tunggal. Hukum2 fisika akan tergantung oleh getaran dari brane ini. Jumlah dimensi bukan 10 (seperti yang dinyatakan teori string masa itu), tapi 11. Dan lucunya, dilihat dari salah satu dasar Teori M, ruang dan waktu bukan bagian dari dimensi itu.

Pada skana brane tertentu, yang tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, barulah matriks dimensi2 ini membentuk koordinat yang dapat diamati dan dikenali sebagai ruang-waktu.

Hingga 1995, hanya Stephen Hawking yang pernah menyusun teori yang berisi sekaligus teori relativitas umum dan mekanika kuantum, yaitu waktu dia mengisahkan entropi black hole. Tahun 1996, Andrew Strominger dan Cumrun Vafa menyusun model black hole teoretis dari brane. Entropi black hole hasil hitungan mereka ternyata sama dengan hasil hitungan Hawking.

Waktu (entah sebagai dimensi atau sekedar hasil aproksimasi) yang akan menyaksikan apakah Teori M merupakan lompatan baru bagi fisika masa depan.

Ed Witten

Kita ketahui, skala string dan teori2 selanjutnya, seluruhnya di bawah skala Planck, yang artinya nyaris tak mungkin teramati secara fisik. Aneh juga bahwa namanya masih ‘fisika’ :). Biasanya namanya baru jadi fisika kalau si konsep sudah terinstansiasi jadi obyek :). Ed Witten sendiri tidak memperoleh hadiah Nobel, tetapi medali Fields, yang konon lebih bergengsi bagi para matematikawan.

Jadi Ed Witten itu fisikawan atau matematikawan? Buat bikin kita keki, sebenernya dia mengambil major di sejarah. Fisika cuman jadi minor? Lebih bikin keki lagi: dia nggak ambil kuliah fisika — fisika itu cuman hobby.

Si makhluk ajaib ini, di konferensi teori string 1995, menyampaikan bahwa teori2 string yang sedemikian banyaknya itu tidak saling bertentangan. Dia menunjukkan bahwa semua teori itu adalah sebuah pendekatan dari sebuah teori yang lebih besar, yang sekarang dinamai “Teori-M”. Hadirin yang umumnya fisikawan, heboh. Pembicara berikutnya, Nathan Seiberg, begitu kacaunya, dan cuma berucap, “Seharusnya saya jadi spoir truk saja.”

John Schwarz

Tahun 1981, John Schwarz disapa Richard Feynman: “Hai. Berapa dimensi kamu hari ini?” Bahwa Feynman tukang melucu, kita sudah dipaksa hafal. Bahwa Schwarz selalu jadi bahan ejekan, itu juga wajar: teori string yang dikembangkannya, sampai saat itu, tidak pernah mencapai bentuk agak final. Komplikasi matematika yang dibentuknya membuat para ahli string (kemudian dinamai superstring, setelah dipadukan dengan teori supersimetri) tidak pernah sepakat dengan jumlah dimensi yang ada — dan perubahan itu bersifat harian pula.

Schwarz tadinya satu2nya ilmuwan yang menseriusi teori string. Satu lagi sudah bunuh diri akibat krisis multidimensi (percayalah). Dua orang itu tadinya dikoleksi Murray GellMann sebagai barang unik di Caltech.

Tapi seperti Newton yang menyusun fundamental fisika dengan menemukan matematika baru bernama kalkulus (setelah Leibniz maksudnya), atau Einstein yang menyusun fundamental baru dengan menggunakan matematika baru rekaan Riemann, ternyata teori superstring juga harus disusun dengan matematika model baru. Einstein memang beruntung, soalnya tulisan Riemann sempat jadi acuan Einstein (atas jasa baik Marcel Grossmann, sohibnya). Tapi Schwaz tidak punya acuan itu, sampai suatu hari si pencipta matematika baru itu lah yang bergabung dengan para fisikawan supersting. Namanya Edward Witten.

Berani Minta Maaf

Omong2, hari Jumat malam kemaren, aku ketemu sang Boss SDM di stasion. Pakai kaos dan celana Bermuda. Barengan nungguin kereta Parahyangan terakhir, deket2 midnight gitu. Jam segitu Sandro Café udah tutup, jadi akhirnya kita berkonferensi sambil berdiri aja, sambil lirik2 kali2 ada wiraswastawan yang iseng jualan kopi.

Kira2, ada kemungkinan beliau atau the child-fruit baca web ini nggak ya :). Tapi kalaupun ada, percayalah: nggak ada info rahasia yang dibicarakan dalam konferensi itu. Banyak hal2 yang menarik dan nggak perlu menyangkut hal2 rahasia kok.

Aku sebenernya respect sama boss yang satu ini. Beberapa bulan yang lalu, beliau pernah minta maaf, atas nama departemen, dan pendahulunya, ke aku. Mana pernah sih ada boss lain yang minta maaf.

Aku sendiri, berani nggak untuk minta maaf?

John Bardeen

John Bardeen, memperoleh dua Nobel: satu dari semikonduktor dan satu dari superkonduktor. Mahasiswa elektro dan hobiis elektronika umumnya mengenal nama ini sebagai penemu transistor, bersama rekannya, Walter Brattain, dan bosnya yang pingin ikut nimbrung, William Shockley. Shockley belajar mekanika kuantum di Princeton, lalu memanfaatkan ilmunya untuk meneliti efek semikonduktivitas di Bell Labs, dan menemukan transistor tahun 1948. Pada hari itu, ia pulang, menemui istrinya di rumah, dan cuma berkata, “We discovered something today,” lalu mulai makan malam. Tahun 1956, dia sedang mengocok telur waktu mendengar berita di radio bahwa dia memperoleh hadiah Nobel.

Bardeen meneruskan karir di Univ Illinois, mengutak atik efek superkonduktivitas. Setelah memahami fenomena itu, dia bergegas keluar lab, menemui rekannya, Slichter, diam sejenak, lalu berkata, “I think we’ve explained superconductivity.” Terus diam lagi, seolah2 itu bukan soal besar. Nobel kedua diperoleh dari penjelasan ini.

Selain sains, Bardeen juga suka golf. Tapi sifat diamnya terus dibawa di lapangan golf. Seorang rekan yang bertahun-tahun bermain gold bersama, suatu hari tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sebetulnya pekerjaan kamu apa sih?” Siapa sih yang mampu menerima dua hadiah Nobel dan tidak pernah menceritakan ke rekannya sendiri?

Degradasi ala GM

Aku nggak langganan Tempo. Atau majalah berita lain. Udah nggak tau di mana kertas2 harus disimpan di rumah. Jadi aku cuma sempat baca Tempo kalo lagi duduk di kereta, dan ditawari menyewa majalah.

Goenawan Mohammad nulis soal degradasi sebuah bangsa. Dan para pemimpinnya. Dulu kita punya pemimpin macam Boeng Karno yang mampu menuliskan pikirannya dengan apik, tulis GM. Sekarang kita nggak tau apa Megawati bisa menulis, atau bisa berpikir. Dulu kita punya Boeng Hatta, si cendekiawan yang tidak mau menikah sebelum Indonesia merdeka. Sekarang kita punya Hamzah Haz. Lucu juga bagian Hamzah Haz ini — sampai GM speechless gitu :).

Tapi degradasi macam ini tidak cuma terjadi di Indonesia. Dulu US punya Thomas Jefferson, yang bukan saja jadi pahlawan Amerika, tapi juga jadi cendekiawan dunia. Sekarang mereka cuma punya Geoge W Bush, yang pikirannya terbatas, dan kosakatanya juga terbatas. Dan Schwarzenegger mau jadi gubernur California.

Dulu … eh udah ah. Ini catatan aku, bukan catatan GM.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑