Page 46 of 210

FAQ Migrasi

Migrasi site ini agak memancing beberapa pertanyaan, ternyata. OK, ini beberapa yang aku sempat jawab secara tertulis. Sisanya dalam hati aja yaa :).

Q: If it ain’t broken, why fix it?
A: Have you tried to access it using a mobile phone? Well, it was broken!

Q: Wajah site yang lama lebih khas dan ceria.
A: Ada waktunya meredup :). I’m just a shadow of a man I used to be.

Q: Apa yang baru?
A: Pameran kemudahan. Nggak perlu bisa script PHP dan lain2 untuk menjalankan mesin ini. Nggak perlu bisa HTML untuk menulis. Programming, IT, Internet sudah beberapa langkah lebih maju. Personal site, weblog, dll, sudah milik orang awam, seperti juga HP dan TV. Nggak perlu keahlian lagi. Bahkan nggak perlu waktu luang yang banyak. Aku lagi sangat sibuk waktu memigrasikan site ini.

Q: Tagnya nggak baru: reinventer la vie …
A: It defines me.

Q: Ke mana menu2 lama (tulisan rada serius, humor, halaman Wagner)?
A: Sementara masih di tempat aslinya. Humor sudah dikopi banyak rekan ke berbagai mail list, bahkan dari 1998 :) — nggak perlu ada lagi di sini.

Q: Aku pingin juga pakai WordPress, tapi entry di Blogger udah terlalu banyak. Sayang ditinggalkan.
A: WordPress bisa impor dari Blogger dengan cukup mudah.

Q: Apa pun alasannya, saya masih lebih suka web yang dulu.
A: Life sucks. Face it. Amen.

Visualisasi Wagnerian

Kayaknya perlu dijadwalkan untuk mencuri buku ini entah dari mana: karya2 visual para seniman yang diilhami Wagner.

Mungkin seharusnya bukan ilham, tapi semacam resonansi. Implikasinya lebih luas, kan? Cita rasa Wagner bisa berarti Schopenhauer, tapi bakal bisa jadi Nietzsche juga, kalau fokusnya pada filsafat. Dan biarpun musiknya digolongkan ke madzhab romantisisme, bukan berarti resonansinya juga ke senu rupa gaya romantik. Bisa juga ke impressionisme (Renoir), simbolisme (Redon), ekspresionisme, hingga surrealisme Dali.

Hmm, masih menarik membahas soal2 gini. Tapi, kayak biasa, time out lagi. Waktu luang bener langka :). Kesimpulannya, buku ini bener2 layak dicuri, kecuali ada kesempatan buat beli :).

Migrasi

Masih toward elegance. Site yang udah beberapa tahun nggak ganti wajah ini akhirnya dirombak. Site2 statis untuk sementara dihilangkan. Jurnal (d/h Catatan Lepas) dipindahkan ke halaman depan. Jurnal tak lagi memanfaatkan blogger, tetapi menggunakan mesin wordpress. Desain, menculik tema Regulus (Pangeran Kecil) dari Binary Moon.

Editing masih dilakukan. Cari waktu luang yang makin langka. Sampai menu2 lama teradaptasikan, kontak dapat dilakukan via mail: kuncoro@gmail.com :).

Tapi apa sih yang namanya elegan itu? Elegan berisi sifat sederhana yang berisi. Menampilkan inner beauty suatu obyek tanpa dirusak oleh hal-hal yang tak perlu. Bulan itu elegan, indah, padahal hanya bulat, dengan putih tak bersih, di tengah langit malam yang tak selalu kontras. Tapi dia indah. Dengan jarak sedikit di atas satu detik cahaya dan berat seperenam bumi, dia memiliki fungsi esensial untuk menyeimbangkan gerak bumi, sehingga stabil dan memungkinkan tumbuhnya kehidupan tingkat tinggi di atas bumi, yang membuat bumi jadi memiliki arti. Elegan. Kali2 itu sebabnya gambar bulan aku pilih (dari beberapa pilihan dari template Regulus) jadi header di sini.

Smoky & Intense

Semalam belanja kopi di Starbucks Ciwalk. Yaa … maaf buat Teh Ranti dan sohib2 lain yang nggak suka nama ini, tapi aku bener2 perlu kopi beneran, yang bebas rasa asam — dan itu agak susah dicari di Bandung sini. Juga aku udah terlanjur bersahabat dengan para barista di kedua SB di Bandung — nggak pingin berhenti bersahabat sama mereka. OK, abis sibuk mencium2, pilihan jatuh ke French Coffee. Seleranya lagi Bold. «Smoky & Intense» — gitu ditulis di stamp-nya.

Tempat apa yang enak buat menikmati si French Coffee. Pintu dapur. Duduk di lantai. Sambil baca Science&Vie yang baru 2 hari sampai (judulnya: Climat, l’equilibre est rompu). Citarasa Perancis? Anggap aja gitu. Kali2 kafe di Paris pagi2 gini belum buka, sehingga orang harus ndoprok di pintu dapurnya. Perbandingan Indonesianya kopi Aceh kali, yang pernah dioleh2kan seorang sahabat yang baik hati. Tajam, nggak terlalu wangi, tapi rasanya ruarrr biasa.

Bandung lagi ramah. Sejuk, tapi tanpa ancaman mendung. Dan Science&Vie betul2 pas. Bener2 pagi yang Smoky & Intense. Nggak tercemar sama urusan kantor dan hal2 duniawi lainnya. Betul2 penyegaran mental yang menarik.

Trus … hal2 duniawi harus dimulai.

Pesta Buku

Acara berjudul Pesta Buku 2006 itu sebenernya pameran buku biasa. Rutin dengan acara yang itu-itu juga. Tapi buku memang bikin kecanduan. Kita tahu nggak ada yang istimewa dengan buku (dan kopi, dan dengan C++, serta Wagner), tapi kita merasa lebih nyaman untuk terus bersentuhan dan meningkatkan intensitas kita dengannya. Maka jadilah aku terjebak dalam kerumunan para pecinta buku di Landmark Bandung.

Buku mana yang pertama menggoda? Buku yang pertama kali kelihatan. Dan itu adalah buku pelajaran buat anak, dengan memakai tokoh Garfield :).

Buku mana yang pertama diambil? Judulnya Pemberontakan Mahasiswa, tentang peristiwa Mei 1968, yang tentu merupakan pemberontakan setengah hati. Tapi kita juga lagi hidup setengah hati. Kenapa nggak?

Buku apa yang dibaca lama tapi nggak diambil? Banyak :). Zahir dari Coelho, misalnya. Bagus, tapi entah kenapa nama Coelho lagi sering memedihkan. Barangkali lain hari aja. Juga beberapa buku tentang Ahmad Aidit (lebih terkenal sebagai DN Aidit). Berlama2 juga di Mizan — baca buku2 berhikmah di sana.

Buku apa yang nggak disentuh? Banyak juga :). Kayak biasa: buku yang sesat, yang menuduh sesat, yang saling menyesatkan, dan yang sesat2 :) :). Buku2 komputer juga nggak disentuh — barangkali udah masuk golongan menyesatkan.

Buku apa yang dicari tapi nggak ditemukan? Nah, sayangnya ini banyak juga. Karena itu aku menyebutnya pameran buku biasa, bukan pesta buku.

Ketemu siapa? Beberapa makhluk. Salah satunya M Arif Bijaksana, Isnetter yang terakhir kali tampak di Tutugan tahun 2000, dan kemaren sempat dicari2 waktu pengajian di Jakarta.

Pulang jam berapa? Sampai rumah udah di atas jam 22.

(Baca juga catatan dari Yulian dan Yuti)

Kopi ala Italia

Di Italia, konon ‘dilarang’ pesan capuccino selain pagi hari. Aneh, buat mereka, bahwa setelah perut terisi makan siang atau makan malam, kita masih memesan kopi tercemar susu, padahal kopi hitam pun sudah sempurna. Negeri itu betul2 serius dalam perkopian!

Kopi, di Italia, sering berarti espresso. Kalau airnya dikurangi jadi setengahnya, jadi cuman beberapa tetes di dasar cangkir, namanya ristretto. Kalau airnya jadi dua kalinya, namanya lungo. Kalau airnya dibanyakin lagi, jadilah americano. Orang Italia menganggap ini bukan punya mereka lagi :). Tapi, serius nih, sebenernya aku pikir americano itu dari kata ‘amer’ atau ‘amaro,’ yaitu bahasa Perancis dan Italia untuk ‘pahit’. Kalau airnya dibanyakin, kan jadi pahitnya kerasa, dibandingkan dengan espresso yang habis dalam hitungan detik itu.

Kembali ke yang serius. Kopi di Italia dianggap cairan ajaib. Kopi yang membangunkan kita di pagi hari adalah juga yang membuat kita nyenyak tidur di malam hari. Biji kopi juga bisa dijadikan jimat ;). Starbucks belum berani buka cabang di sana, sampai sekarang. Tidak ada satu bar kopi pun yang berani menawarkan frappuccino, atau caramel decaf macchiato. Dan juga, menggunakan gelas kertas untuk kopi betul2 dianggap tak sopan.

Kalau pesan kopi, jangan duduk. Minum kopi dianggap lebih sopan dilakukan di bar, dan dalam waktu cepat (kan espresso). Seharusnya waktu minum itu jauh lebih cepat daripada waktu berjalan ke kursi. Juga nggak bikin repot yang harus bebersih meja, kan?

Happy New Year!

Kadang kita merasa bahwa waktu mengalir tanpa batas, sehingga hal-hal semacam tahun baru cuma jadi basa-basi. Tapi di lain pihak, kita sering harus berpikir bahwa waktu adalah frame-frame relational yang setiap saat selalu baru, dan setiap saat selalu menjadi pembatas. Waktu pagi ini mendung tak lagi mengepung, dan sinar matahari menghangatkan hati, kita tahu bahwa memang hari ini adalah hari yang baru.

Besok, akan ada kabut lagi, akan ada mendung lagi. Tapi akan ada yang berbeda. Kita bukan lagi menjadi mereka yang menantikan sinar mentari.

Di tahun ini, kitalah yang jadi sinar mentari, yang menyinari dan menghangatkan semesta.

Jadi: SELAMAT TAHUN BARU !!!

1740

Aku jarang doyan baca Drama. Ada blok mental untuk membacai tulisan dalam bentuk percakapan. Jadi sebenernya (pengakuan), aku juga nggak suka2 amat baca Godot. Atau Faust sekalipun :). Tapi Remy Sylado adalah salah satu perkecualian. Dia mempermainkan bahasa dengan menarik. Nuansa2 suasana yang dialirkan dengan kata2nya membuat bentuk membosankan drama itu jadi mengalir mirip prosa biasa.

Baca apa sih? Haha :). Bukan drama panjang. Judulnya “9 Oktober 1740.” Ini drama sejarah yang diilhami peristiwa pembantaian sepuluh ribuan orang Cina di Jakarta oleh Pemerintah Pendudukan Belanda pada Oktober 1740.

Aku nggak tertarik sama romannya, tapi sama suasana2 yang melatari kekejaman resmi itu. Ada tokoh Pakubuwono II yang sungguh peragu dan seharusnya bikin malu bangsa Jawa karena pernah punya pimpinan semacam itu. Ada desis kewaswasan yang membuat keajegan fikiran manusia, hingga para pemimpin, menjadi kacau. Ada hubungan manusia-manusia yang sungguh manusiawi, sampai tak terasa lagi kedalamannya :).

Jangan2, aku bakal mulai baca drama. Hmmmmmh …

Ariani

Mahasiswa matematika itu dulu suka membacai weblogku. Bukan yang ini, tapi yang dulu judulnya Catatan Lepas. Trus aku lupa dia tanya apa via subject mail. Tapi aku jawab dengan “boleh” di subject mail juga, dan dia jawab lagi dengan “re: boleh”. Sampai beberapa belas mail kemudian, subject itu nggak pernah diubah. Menarik, katanya, saat kita menerima mail dengan subject yang tidak menggambarkan isinya. Ada rasa curious, ada kesenangan merasakan teka-teki. Hmmmh, nggak heran dia suka jadi matematikawan.

Mahasiswa itu ogah menulis weblog, waktu itu. Jadi dia menulis jurnal dalam bentuk mail, trus dikirimkan ke aku. Aku simpan saja di mailbox, soalnya nggak diamanahkan untuk mempublikasikan ke mana pun. Cuman lama2, daripada hilang, aku taruh juga deh di weblog. Penyimpanan pertama adalah tanggal 28 Januari 2003. Tempatnya di sini: ariani.blogspot.com.

Dan berlangsung sampai September 2003.

Dia nggak pernah mengirimiku jurnal via mail lagi. Dan aku nggak tanya kenapa. Juga nggak ada mail. Udah lama kami nggak saling berkirim mail, kecuali jurnal2 yang dikirim via mail itu. Tapi akhirnya aku tahu dia sudah menyimpan weblog terpublikasi sendiri. Tempatnya di sini: yutiariani.blogspot.com, dari Juni 2004 sampai sekarang. Tulisannya … haha … aku kewalahan bacanya. Rame! Tapi bikin gentar untuk memasang komentar.

Dasar matematikawan.

Isnet

Isnet, benda apa itu? Syukurlah, abis beberapa tahun bergabung dengan Isnet, aku belum melihat ada yang menyepakati apa yang disebut Isnet. Nggak pa-pa sih, dan malah baik, kalau kita bisa berjalan, melaju, dan sinergis, tanpa repot2 sama urusan definisi, koordinasi, dan bla-bla lainnya. Tapi saat sinergi pun jadi tinggal kenangan, kita seharusnya mulai mencari: kenapa potensi sehebat itu tidak kita manfaatkan dengan benar; dan kenapa kebersamaan sehangat itu kita khianati dengan kesendirian masing-masing.

Maka aku datang malam kemarin ke yang dinamakan sebagai Pertemuan Isnet. Dan yang dibahas memang kelembagaan dan perlembagaan Isnet. Tentu khas Isnet, dalam arti bahwa biarpun judulnya berbau2 soal lembaga, tetapi tidak ada yang menyebut urgensi melembagakan Isnet. Justru kembali yang dilakukan adalah berbagi ide dan pencerahan, antar generasi, antar sektor.

Barangkali aku juga hadir sekedar kangen. Bang Laurel Heydir tetap hangat seperti biasa. Dari Bandung cuma ada aku dan Mas Bogie Sujatmiko, yang sama2 pendiam dan ogah bersuara. Tuan rumah, Herr Faisal Motik, tetap jadi joker yang handal untuk membuka dan menutup acara. Dan ustadz Qodri Azizy betul2 menyampaikan alternatif kritis tentang lembaga2 Islam. Misalnya, kenapa nama “Islam” terkesan seram dan dihindari, tetapi nama Hukum Islam, a.k.a. “Syariah” terkesan ramah dan dikejar2 lembaga2 non Islam sekalipun. Juga tentang pendidikan Islam yang sebenarnya menekankan kepada rasio dan kritik. Kenapa Nabi Ibrahim, saat beroleh perintah Allah atas anaknya, perlu menanyakan pendapat anaknya, Ismail, alih2 bersikap “aku dengar dan aku laksanakan sekarang juga.” Juga tentang prioritas2 yang tertinggal oleh rutinitas2. Juga tentang …

Bersambung ah, as usual.

Tapi Isnet itu apa?

Nah, itulah soalnya.

« Older posts Newer posts »

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑