Aku sampai sekarang nggak pernah fasih berbahasa Jawa dan Sunda, biarpun aku hidup lama di kedua daerah itu. Robby bilang aku berbahasa Indonesia dan Jawa dengan logat Russia – tapi Andrei dan Marsha pasti nggak sependapat :). Berondongan budaya justru jadi barikade yang bikin defensif: nggak berani mencoba untuk mulai berinteraksi. Tapi pada bahasa Inggris terjadi ketidakfasihan juga. Kekurangan komunikasi bikin nggak berani mencoba berinteraksi juga?
Barangkali soalnya adalah pemaksaan. Belajar untuk survive. Alah bisa karena terpaksa. Faktanya, aku nggak harus berbahasa Jawa/Sunda untuk survive di Malang/Bandung. Tapi aku harus bisa bahasa Inggris tertulis untuk survive! Bahasa Inggris tertulis itu aku kuasai atas jasa para dosen di Teknik Elektro Unibraw yang nggak doyan literatur lokal, dan lebih memilih mencari literatur asing, difotokopi, dan dijadikan bahan tugas seminar buat mahasiswanya. Aku masih ingat, aku nggak bisa tidur gara2 sedih: terlalu lama buatku memahami halaman2 fotokopian itu. Tapi pusing nggak memecahkan masalah. Buka kamus sampai lecek, dan akhirnya jadi terbiasa, jadi bisa. Dan malah terus jadi hobi beli buku bajakan di Tamansari. Hah, trik dosen2ku berhasil, congrats buat mereka :(.
Di Telkom Divre III, trik dosenku masih menyisakan hasil. Biarpun paling malas berbahasa Inggris, aku sempat mengalahkan seluruh seniorku waktu tes TOEFL di Telkom. Congrats lagi buat dosen2ku yang tukang maksa itu.
Tapi tentu kemahiran bercakap tak pernah bertambah. Tidak ada yang memaksa bisa bercakap untuk survive. Pun di zaman Ariawest, aku berada juh dari lingkaran kekuasaan, dan bisa mengirimkan laporan cukup secara tertulis.
Trackback, di Malang aku juga coba kursus Bahasa Perancis (ini adalah satu2nya kursus yang pernah aku ikuti sampai tahun 2000). Informal. Lebih banyak conversation, atau tepatnya chatting. Lumayan untuk menimbulkan keberanian berekspresi. Sayangnya aku harus pindah ke Bandung. Aku memperdalam grammar sendiri, tapi nggak ada faktor pemaksa, jadi setengah hati. Abis kenal Amazon, aku beli beberapa buku bahasa Perancis untuk memaksa diri membaca. Juga dua kali berlangganan Science&Vie. Bisa sih. Tapi tak seberhasil membaca bahasa Inggris di kampus. Aku pikir faktornya masih sama: nggak ada faktor pemaksa.
Pertanyaannya: bagaimana caranya memaksa diri? Aku masih pingin belajar belasan bahasa lagi nih. Russia terutama. Lebih dari “Ya tebya lyublyu, solnyshka mayo” – hmmm.