Category: Science (Page 3 of 12)

Menguji Superstring

“Bikin sakit kepala aja,” bahkan Brian Greene si evangelist string pun berkata demikian, “Kita perlu punya sebuah prediksi, dan kalau prediksi itu benar maka teori itu benar dan jika salah maka teorinya juga salah.” Tapi justru itu yang hingga kini belum dimiliki teori string atau superstring atau teori M atau entah kalau sudah ganti nama lagi; yang memungkinkan teori ini terus menerus diserang — dengan alasan yang valid. Dari cita2 menjadi “theory of everything,” menjelma ia menjadi “the theory everyone loves to hate.”

Namun Joe Polchinski mencari petunjuk di atas. Idenya: “String yang terbentuk pada momen yang tepat saat kelahiran semesta akan ikut berekspansi cepat, dan mungkin saja kini membenang antar galaksi atau bahkan menyeberangi seluruh batas semesta.”

Tapi sebelumnya, kita bahas dikit tentang teori big bang ala string (haha). Fluktuasi kuantum yang mengawali bwig bwang, myungkwin (lebih kabur daripada sekedar mungkin) bukan dari misalnya pasangan foton atau pasangan materi dan antimateri, tapi bisa dari pasangan brane dan antibrane (nah lo). Kalau bereaksi, mereka juga melakukan anihilasi dalam ujud ledakan. Brane, kita tahu, bukan saja membentuk materi-energi, tetapi juga dimensi. Jadi terjadilah robekan string yang membentuk ruang-waktu. String2 akan putus menjadi ukuran amat kecil, tetapi Polchinski mengharapkan ada yang turut mengembang mengikuti ekspansi semesta.

Tentu, seandainyapun biarpun panjang, string itu masih tak terlihat. Yang diharapkan diamati adalah efek gravitasinya, kerana string menyimpan rapatan massa besar di setiap satuan panjangnya. Lensa gravitasi misalnya, bisa jadi amatan yang baik, yang jika polanya tertentu bisa dipradugai sebagai akibat dari string teramat panjang itu.

Selainnya itu, string juga bergetar. Dengan massa yang besar, getaran string panjang bisa memancarkan gelombang gravitasi yang juga diharapkan bisa teramati. Saat ini, pengamatan gelombang gravitasi dilakukan di LIGO, sementara NASA berencana meluncurkan LISA di tahun 2015. Polchinski mengharapkan gelombang itu teramati saat melintas antara bumi dan sebuah pulsar (yang dalam keadaan stabil merupakan clock yang amat akurat). Dan ia yakin jenis gelombang yang dihasilkan string panjang memiliki pola yang akan berbeda dengan yang dihasilkan lubang hitam atau obyek lainnya.

Sayangnya, kayak yang Greene bilang di atas, kalau gelombang semacam ini tak teramati, tidak ada bukti bahwa teori string salah. Jadi, masih mencari petunjuk di atas, sekelompok ilmuwan lain, a.l. Andrei Linde dan Renata Kallosh, mencoba mencari bukti yang apabila benar justru menunjukkan bahwa teori string salah. Atau perlu dirombak untuk kesekian kali (keukeuh).

Menurut hitungan Linde dan Kallosh, jika teori string benar maka inflasi di awal semesta harus memiliki batas energi tertentu, karena jika batas itu dilanggar maka enam dimensi yang saat ini bergelung dalam ketidaktampakan itu akan turut membuka seperti tiga dimensi ruang yang saat ini terbuka, dan mengakibatkan semesta memiliki sembilan dimensi ruang. Lalu bagaimana mendeteksi apakah batas energi itu dilanggar pada masa inflasi? Dengan mengamati CMB, si 3 kelvin itu. Dan ini bukan langkah mudah lagi :). Pengamatan sedang dilakukan atas kerjasama universitas2 Oxford, Cambridge, dan Cardiff. Juga wahana angkasa Planck akan diluncurkan tahun depan untuk mengukur CMB secara lebih sensitif.

SciVee

SciVee, konon dicitacitakan untuk menjadi YouTube untuk kalangan saintis. Diluncurkan baru bulan lalu, ia masih dalam versi alfa. Penciptanya, Phil Bourne, adalah farmakologis dai University of California, San Diego. Alamatnya di scitube.tv.

scitube.jpg

Bandingkan juga dengan JoVE (Journal of Visualized Experiments), di jove.com, yang diluncurkan pada tahun lalu. Yang ini berisikan rekaman para saintis yang sedang melakukan eksperimen mereka.

jove.jpg

Scitopia

Scitopia, mesin pencari yang dikhususkan untuk dokumen riset sains dan teknologi, yang diterbitkan lembaga2 tertentu. Beralamat pada domain scitopia.org, benda ini diharapkan dapat mempermudah pencarian hasil riset (artikel di jurnal yang bersifat peer-reviewed, paper di konferensi teknis, paten, dll) tanpa terganggu derau Internet. Haha, derau :). Google punya prakarsa sejenis, sebenarnya. Tetapi Scitopia yang baru dimulai ini diharapkan memiliki keketatan pemilihan materi yang lebih tinggi. Ada plus dan minusnya dibanding prakarsa2 lain yang sejenis.

Aku sendiri lebih suka memanfaatkan mesin ini sebagai gerbang IEEE. Desain Scitopia nan simpel dan elegan memudahkan mencari artikel2 IEEE secara lebih mudah daripada kalau kita mencari di IEEE Explore atau mesin IEEE lainnya. Juga ada nilai tambah yang luar biasa bahwa dia menampilkan juga artikel non IEEE yang berkaitan.

Scitopia dirancang oleh Deep Web Technologies. Mereka memberi judul mesin ini mesin cari federasi. Jadi mesin ini membaca data dari database setiap organisasi yang berfederasi, bukan meroboti setiap artikel satu demi satu. Kadang dengan cara ini Scitopia justru bisa menampilkan artikel yang formatnya tidak dikenal oleh robot, atau yang terletak di gudang yang tak dapat dimasuki robot. Scitopia tetap menjanjikan bahwa artikel segera dapat dicari dalam waktu yang tak lama setelah diterbitkan.

Selain IEEE, terdapat 14 organisasi lain yang berfederasi mendukung Scitopia. Jumlah dokumen baru mencapai 3 juta, termasuk yang sudah berusia 150 tahun.

Babak Baru Komunikasi Kuantum

Asia Blogging melaporkan: teleportasi kuantum telah berhasil dicoba pada jarak 144 km. Teleportasi macam ini menggunakan dua partikel pada kondisi kuantum yang berpasangan. Pada saat kedua partikel dipisahkan, secara kuantum mereka masih berpasangan. Jika salah satu partikel kondisi kuantumnya diubah, secara ajaib kondisi kuantum partikel pasangannya berubah, dimanapun ia berada. Teorinya seperti itu, dan hal semacam ini amat tak disukai Einstein dan banyak ilmuwan lainnya. spooky interaction, kata mereka. Tetapi ternyata untuk jarak dekat, interaksi ini berhasil teramati. Dan kini berhasil juga pada jarak 144 km.

Aku pikir pernah menulis soal ini di sini, tapi ternyata cuman di mail group kantor — huh. Itu pun baru menyebut bahwa partikelnya berupa pasangan elektron (yang tergolong dalam fermion dan tentu mengikuti prinsip Pauli sehingga mau berpasangan), dan kondisi kuantumnya adalah spin. Tapi ternyata banyak yang sudah berkembang lebih dari itu :).

Riset 144 km itu membentuk pasangan foton (foton termasuk keluarga boson, bukan fermion) yang berpisah, lalu menembak salah satu foton. Hasilnya adalah perubahan kondisi pada kedua foton, yang artinya telah terjadi teleportasi informasi satu bit kuantum (one qubit — quantum bit).

Eksperimen bertempat di Ruoque de los Muchachos di pulau La Palma di kepulauan Canary milik Spanyol. Satu foton tetap berada di La Palma, dan satu lagi ditembakkan melalui FSO (seluran optik ruang terbuka) ke Tenerife yang jauhnya 144 km, tempat sebuah Stasium Optik milik European Space Agency berfungsi sebagai penerima. Diharapkan, proses berikutnya adalah percobaan pengiriman pesan rahasia melalui jaringan satelit.

I Am A Strange Loop

Douglas Hofstadter pernah memenangkan Pulitzer untuk buku sebelumnya: Gödel, Escher, Bach: An Eternal Golden Braid, yang bisa2nya mengaitkan teorema esoterik Gödel, lukisan paradox Escher, dan komposisi multilayer ala Bach, dalam satu tema. Ide menarik itu dibawanya ke bukunya yang baru ini: I am a Strange Loop. Strange loop? Apa tuh? Carilah di Wikipedia :).

Strange loop memiliki sifat menarik. Mereka beroperasi serentak pada beberapa level abstraksi. Misalnya, pada versi matematika, strange loop dapat dilihat pada level mikro sebagai permainan angka dan operator; sementara pada level makro dapat dilihat sebagai permainan teorema dan pembuktian2. Untuk komputer, kita bisa bicara tentang relasi elektronik antara transistor, kapasitor, resistor; atau bisa tentang subrutin software yang menginstruksikan CPU mengubah angka pada storage. Pada network? Ah, pasti kita kenal.

Karakteristik lain adalah bahwa pada level abstraksi tertentu, ia bisa dianggap sebagai sistem yang bekerja dengan simbol pada obyek dan konsep. Menariknya, strange loop dengan demikian bisa bekerja mensimbolkan dirinya sendiri. Terjadi mekanisme feedback, yang kemudian membuat tak mungkin lagi dilacak apakah perilaku loop ini mula2 ditentukan pada aktivitas level mikro sebagai penyusun loop ini, atau pada level makro yang bermain pada abstraksi simbolis. Lalu, Hofstadter pun menyatakan bahwa bentuk feedback macam inilah yang menjadi asal muasal adanya kesadaran. Adanya ‘aku’ :).

Sorry, kalau ini tidak menarik buat Anda. Tapi mencari asal-usul rasa ‘aku’ adalah salah satu pencarianku sejak balita. Dan buku ini jadi menarik karena akhirnya membahas soal ini. Tapi kita kembali dulu ke buku ini, yang sekarang kita tahu kenapa judulnya “I am a Stranger Loop.”

Hofstadter beranjak lebih jauh. Setiap sistem yang mampu merepresentasikan simbol dalam jumlah besar akan mengembangkan kesadaran diri, katanya, tak peduli apakah sistem itu dibentuk oleh neuron atau transistor. Namun tak semua komputer, dan tak semua otak, mampu mengelola simbol yang sekaya itu. Nyamuk dianggapnya tidak punya kesadaran. Juga semua komputer masa kini. Juga, kata dia, bayi yang baru lahir sampai usia tertentu.

Tapi kita sedang bermain dengan simbol, jadi cerita berlanjut. Sistem otak kita, lanjutnya, tidak terbatas hanya merumahi satu strange loop saja. Biarpun, normalnya, ‘si aku’ tetap menjadi pribadi dominan. Bisa saja otak ini dalam level yang lebih rendah, merumahi abstraksi, dan dengan kata lain pikiran, dari manusia atau sesuatu yang lain. Manusia yang memiliki kedekatan, ide-ide personal yang terasa lekat, akan membentuk semacam salinan kesadaran di otak kita. Ada semacam ‘you, me, and us’ yang melekatkan relasi manusia.

Jelas, ide2 dalam buku ini sangat menarik. Tak heran, begitu terbit dia langsung menembus ranking di Amazon. Untuk ide yang juga menarik tentang asal usul pikiran manusia, sila baca juga buku Roger Penrose yang judulnya … dicari dulu sebentar. Salah satunya The Large, the Small and the Human Mind. Tapi ada yang lain juga. OK, ini dulu deh.

Font Pemicu Kreativitas Kognitif

Spectrum edisi bulan ini dibawa Pak Pos dengan menembus deras hujan siang tadi. “Bacaan berat,” kata Priyadi, sorenya. “Seberat Pak Pos yang bawanya sambil kehujanan,” kataku. Spectrum tetap lebih ringan dari versi yang sama tahun2 lalu, tetapi memiliki tingkat keterbacaan lebih tinggi. Edisi bulan ini, apalagi. Hampir semua artikelnya menarik. Contohnya, yang selalu jadi perhatianku dari zaman mulai bisa nulis: font.

Sebuah eksperimen: benarkah tipografi yang baik dapat meningkatkan performansi, dan kreativitas kognitif? Sebuah artikel dari The New Yorker ditayangkan dalam dua versi di layar, dan ditunjukkan ke dua kelompok uji. Kelompok pertama menerima tampilan berkualitas tinggi dengan teknologi render ClearType dari Microsoft, termasuk dengan perataan dan tanda baca yang baik. Kelompok kedua menerima tampilan dengan font Courier bitmap, dengan dua spasi antar kata. Ternyata kedua kelompok menyatakan menikmati bacaan mereka. The New Yorker gitu lho.

Namun kemudian eksperimen diteruskan denga uji bernama Tugas Lilin, temuan Karl Duncker tahun 1945. Setiap peserta memperoleh sebuah lilin, korek api, dan sekotak paku payung. Tugasnya adalah menempelkan lilin ke sebuah papan yang dipasang tegak, kemudian menyalakan lilin, tanpa membiarkan lilin menetes ke lantai. Ternyata, sebagian besar anggota kelompok pertama mampu memecahkan ujian ini; jauh melebihi proporsi sukses pada kelompok kedua.

Font yang baik, display yang baik, dianggap pikiran kita sebagai penghargaan yang mampu memicu kreativitas kognitif.

Spintronik Silikon

New Scientist melaporkan bahwa spintronik silikon sudah dimungkinkan. Wow! Di awal blog ini (membahas pertanyaan kenapa engineer menulis blog tentang sains), aku bercerita tentang spintronik: manipulasi logika yang memanfaatkan spin elektron (up atau down), alih2 muatan elektron (positif atau negatif, yang disebut elektronik itu). Spintronik akan memungkinkan komputasi yang lebih cepat, kecil, dan hemat energi.

Nah, kali ini, para periset untuk pertama kali telah mampu meginjeksi elektron yang telah terpolarisasi spin ke dalam silikon, kemudian melakukan manipulasi, dan mengukur hasilnya. Sebelumnya, injeksi semacam ini belum dimungkinkan, karena elektron yang diinjeksikan menjadi kehilangan keadaan (state) spin awalnya.

Yang kemudian dilakukan adalah mengenakan magnetasi. Elektron dengan spin yang berlawanan dengan arah magnet akan melambat dan tersebar, sementara elektron dengan spin yang searah dengan sumbu magnet akan terus melaju. Hasilnya adalah arus terpolarisasi yang terdiri atas elektron dengan arah spin yang lebih banyak pada satu arah. Ini kemudian diidentifikasi dengan melewatkan arus ini pada magnet lainnya.

Periset sebelumnya telah membuat spintronik dari logam, kemudian semikonduktor galium arsenida. Namun pada silikon selalu gagal, karena setiap diikat dengan ferromagnet, selalu terbentuk bahan silisida yang mengacaukan arus yang membawa nada spin. Yang kemudian dilakukan sekarang adalah melewatkan elektron berenergi tinggi ke film feromegnetik setipis 5 nm, yang terpasang di atas wafer silikon setebal 10 ?m. Paduan ini didinginkan hingga 85K. Cara ini mampu membawa elektron masuk ke silikon tanpa kehilangan keadaan spinnya. Spin elektron pada silikon itu kemudian dapat diubah dengan memaparkannya ke medan magnet.

Riset lebih lanjut ditujukan untuk mencoba eksperimen pada suhu yang lebih tinggi, serta menggunakan silikon yang tidak terlalu murni. Kemudian … bersiaplah kita memasuki era spintronik.

Pelangi

Kali ini kita ngobrol soal sains untuk anak.

Sore itu cuaca tak begitu baik. Hujan baru membasahi tempat kita. Di ujung timur Bandung, hujan masih turun. Tetapi di ujung yang lain, matahari telah bersinar. Lalu sebuah keindahan dianugerahkan pada kita: sebuah pelangi. Lengkungan pita berwarna merah kuning hijau biru hingga ungu di di tempat yang berhujan.

Kita sudah mengetahui bahwa sinar matahari yang terang itu bukan terdiri atas satu warna, tetapi merupakan paduan berbagai warna, yang jika digabungkan tampak menjadi putih. Yang kemudian terjadi adalah bahwa tetes2 air hujan di ujung kota itu telah memantulkan dan membiaskan air hujan, sehingga warna2 itu terpisah kembali. Mari kita lihat.

Rata2, titik2 air hujan akan memantulkan kembali sinar dalam bentuk pelangi pada sudut 42 derajat ke mata kita. Jadi pelangi hanya terbentuk jika ada hujan, dan ada sinar matahari yang datang pada sudut 42 derajat dari mata kita ke titik air hujan. Sinar biru dan ungu dibelokkan paling kuat oleh titik air, sehingga setiap titik air memantulkan sinar ungu di atas dan merah di bawah.

Tetapi lalu yang kita lihat adalah warna pelangi dengan warna merah yang di atas. Ini terjadi karena kita jauh dari kumpulan titik air itu. Dari setiap titik air, kita hanya menerima satu warna. Kita menerima sinar merah dari titik air yang lebih atas dan menerima sinar ungu dari titik air yang lebih bawah. Jadi pelanginya tampak dengan warna merah di atas dan warna ungu di bawah.

Cuaca belum bertambah baik. Tapi coba kita lihat lagi. Ternyata di atas pelangi yang terang itu ada pelangi sebuah lagi. Lebih redup, memang, tetapi masih tampak. Dan lucunya, warnanya berkebalikan dengan warna pelangi yang lebih terang. Kali ini, warna ungu ada di atas.

Ini memang lebih jarang terjadi. Tetapi bukan berarti tidak bisa dijelaskan. Ada sebuah pola pantulan kedua yang bisa terjadi pada tetes air. Jika pada pola pertama, sinar matahari hanya dipantulkan sekali di dalam tetes air, maka pada pola kedua, sinar matahari akan dipantulkan dua kali.

Pada pola kedua ini, sudut yang terjadi adalah 50 derajat. Akibatnya, pelangi jenis ini tampak lebih tinggi dibandingkan pelangi pertama tadi. Sinarnya juga lebih redup, karena telah melalui proses pemantulan yang tidak sempurna sebanyak dua kali. Kita lihat bahwa kali ini sinar merah ada di atas; sehingga akan sampai pada mata kita (dengan alasan yang sama dengan pelangi pertama) sebagai pelangi dengan warna ungu ada di atas.

Pelangi memang menarik. Sekarang bayangkan bahwa mata kita adalah sebuah titik. Sinar matahari mendatangi kita dalam bentuk garis-garis lurus ke arah air hujan. Dan air hujan kita bayangkan sebagai sebuah bidang kertas di depan kita. Coba kita bayangkan, bentuk apa yang terjadi kalau kita ingin mengumpulkan semua titik di kertas, di mana garis dari matahari ke kertas dan garis dari kita ke kertas selalu membentuk sudut tepat 42 derajat. Tentu hasilnya adalah sebuah lingkaran. Yang istimewa dari lingkaran itu, tentu saja, bahwa mata kita tepat berada di muka pusat lingkaran. Maka lingkaran selalu tampak sebagai setengah lingkaran yang berpuncak di depan kita.

Setengah lingkaran? Tentu. Kan tidak ada sinar matahari di dalam tanah. Tetapi pada cuaca berkabut, baik siang atau malam, saat titik-titik air memenuhi udara, kita dapat melihat pola semacam pelangi dalam bentuk lingkaran sempurna yang menyelubungi matahari atau bulan. Hanya saja, kita tidak menamainya pelangi, melainkan halo.

Tulisan ini, dan semacamnya, akan mewarnai Blog Pernik Ilmu Untuk Anak, dalam bahasa Indonesia. Ini bagian dari AsiaBlogging.

Vaksin Kolesterol

Kalau ditanya kenapa orang sekurus (=langsing =tipis) aku bisa berkolesterol tinggi, aku suka menggambar diagram di bawah ini. Lengkap dengan level kebodohan tertentu dimana obat tertentu justru menggerus fungsi hati, dan dengan demikian makin mengacaukan regulasi kolesterol. Tapi kali ini kita coba berfokus pada hal lain, yaitu kemungkinan vaksinasi melawan kolesterol. Ini dikaji a.l. di Science & Vie edisi Mars 2007.

Pertama, siklusnya dulu. Hati melakukan pendauran kolesterol yang memang dibutuhkan tubuh kita. Kolesterol ini dibawa oleh LDL (lipoprotein berkerapatan rendah) ke seluruh badan, lalu dibawa kembali oleh HDL (lipoprotein berkerapatan tinggi) ke hati. Jika terjadi ketidakseimbangan (orang Indonesia bilang: karena satu dan lain hal), maka terjadi ekses LDL. LDL berlebih ini membentuk LDL oksida yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah, menumpuk, menimbulkan peradangan, lalu mengakibatkan disfungsi pembuluh darah, yang tentu paling fatal jika terjadi misalnya di jantung atau otak. Sebenernya agak serem juga membahas proses yang sedang terus terjadi di dalam diri kita, haha :). Oh ya, salah satu bentuk ketidakseimbangan diakibatkan oleh CETP, yaitu protein pembawa ester kolesterol, yang mampu mengubah HDL kembali menjadi LDL.

Para alim ulama (yang arti harfiahnya adalah para pengabdi ilmu, bukan selebriti pengiklan SMS premium) sedang berusaha untuk menggunakan vaksin untuk mencegah, atau mengurangi intensitas, perusakan akibat kolesterol ini. Ada tiga alternatif yang tengah berusaha dimanipulasi:

  1. Memperbaiki regulasi LDL
    Vaksin CETP; diharapkan memancing imunitas tubuh untuk membentuk antibodi perusak CETP.
  2. Merusak LDL oksida
    Vaksin LDL Oksida; diharapkan memansing sistem kekebalan atas infiltrasi LDL oksida.
  3. Mencegah peradangan
    Aktivasi limfosit pengatur untuk menetralisir efek-efek peradangan.

Lingkaran Wina

Kemarin, cerita tentang S-Matrix aku mulai dari Wina. Ada apa sih di Wina? Salah satunya, pernah ada Wittgenstein, sebelum dia pergi ke Cambridge. Aku pernah tulis bahwa tokoh ini kabur dari dunia fisika dan masuk ke filsafat. Nah, di Wina ada tokoh yang senada: Moritz Schlick. Murid Max Planck ini, — oh ya betul: h dicoret itu. Jadi murid Planck ini lebih suka berkarir sebagai filsuf. Tetapi ia masih membawa sisa dunia lamanya. Bagi Schlick, filsafat haruslah diturunkan dari sains. Filsafat bertujuan untuk merjernihkan arti dari proporsi, dengan metode yang sama dengan metode sains. Inilah yang menjadi dasar dari positivisme logis, yang kemudian kadang disebut sebagai Madzhab Wina.

Schlick mulai rutin mengumpulkan rekan2nya di Boltzmanngasse, gedung jurusan matematika dan fisika. Setiap malam Jum’at. Hanya terbatas bagi orang yang diundang. Diantara tokohnya adalah Otto Neurath, Herbert Feigl, Rudolf Carnap, Kurt Gödel, Viktor Kraft, Felix Kaufmann, Phillip Frank, Hans Hann, dan Olga Hann yang pakar aljabar Boole. Wittgenstein dijadikan anggota kehormatan dan ‘guiding spirit’ — tetapi menolak. Mereka duduk dalam formasi setengah lingkaran. Dan tak lama, kelompok ini terkenal sebagai Lingkaran Wina. Der Wiener Kreis. Wiener Schnitzel? Bukan. Itu sih makanan sedap. Karl Popper, pernah berharap bisa masuk lingkaran ini. Tetapi tak pernah diajak. Itu salah satu sebab bahwa ia selalu ingin bisa mengalahkan … Wittgenstein :).

Prosedur pertemuan cukup baku. Schlick memulai dengan membacakan surat2 yang masuk, termasuk dari raksasa2 sains seperti Einstein, Russel, Hilbert, atau Bohr. Kemudian debat dimulai, sesuai tema yang ditetapkan minggu sebelumnya. Kadang tamu asing pun diundang. Ayer dari Inggris, Quine dari Amrik, Hempel dari Berlin. Tamu2 ini membawa pengaruh Lingkaran Wina ke filsuf di negeri2 lain.

Tentu saja banyak juga pihak yang bertentangan. Di Cambridge misalnya, di masa itu orang percaya bahwa justru sains yang harus belajar dari filsafat. Juga, positivisme logis bertentangan dengan idealisme model Jerman seperti yang dibawakan Fichte dan Hegel, atau Kant, yang lebih mengutamakan pikiran dan spirit daripada fisika dan logika. Lingkaran Wina menggunakan relativitas Einstein (yang di masa itu berlawanan dengan akal sehat) untuk melawan pendapat Kant bahwa kita bisa merumuskan isi semesta hanya dengan merenung. Dan tentu jangan ditanya soal agama dan metafisika. Hal2 semacam ini juga telah membuat Lingkaran ini dimusuhi banyak penduduk Wina sendiri.

Kenapa namanya positivisme logika? Baca di Google atau Wikipedia deh. Gitu2 aja kok :).

Lalu, di suatu hari di tahun 1936, Schlick ditembak salah satu mahasiswanya. Tak lama, terjadi Anschluss. Lingkaran Wina pun menghilang. Gödel tentu masih berkibar. Dan Heisenberg, kita singgung kemarin, mengadopsi madzhab ini ke dalam S-matrix, yang masih beranak cucu sampai ke Teori M.

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑