Author: Koen (Page 30 of 86)

Status: I’m on Speedy

Acara jemur2 ditunda, waktu kliningan pintu berbunyi. Klining — gitu bunyinya, mudah2an. Hmm, para Tukang Speedy :D. Dia melihat aku, trus: “Loh, Kok Mas …” Hehe :). Ternyata salah satu eks murid, di zaman Telkom masih kekurangan orang yang berani ngajar Speedy, dulu :). Tapi dengan melihat di mana aku tinggal, dia langsung sadar kenapa aku baru bisa pasang Speedy sekarang.
speedy.gifAs simple as click click click, doohickeys berkabel itu mulai dipasang. Dan meluncurlah … wuzzzz … Internet dengan kecepatan yang belum pernah terasakan di … Griya Caraka (hush). Ya, selama ini paling cepat juga via CDMA Flexi atau Fren dengan maksimal 153 kb/s. Kini Speedy meluncur dengan rate sekitar 300 kb/s.
Jadi, maaf kalau posting ini pendek dulu. Aku mau meluangkan waktu untuk surfing. Biarlah mendung di luar mengancam jemuranku. Yang penting Internetku cerah sekali :).

Nominet

Waktu aku launching tumblelog kuncoro.co.uk, Ikhlas sempat protes: memang domain kuncoro semua negara udah diambil ya? Yah, beda atuh. Yang di US aja belum aku ambil, soalnya kuncoro.us lebih mirip nama dinosaurus, atau sebaliknya bisa dibaca kuncorokurus. Yang di Iran, barangkali, biar kayak Insinyur; atau di di Libya, biar kuncoroly bisa diakui sebagai adverb — secara kuncoro.

Tapi tentu UK punya sesuatu yang beda dibanding negara lain. Souvenir, kata orang Perancis, akan keramahan sebuah bangsa yang sering dicap eksklusif, tapi justru terasa sedemikian hangatnya menerima orang asing yang bahkan di kantornya sendiripun di kota kelahirannya, kerap merasa asing :). Kita tidak bisa memesan domain berTLD FR tanpa memiliki residential di sana, kan? Juga banyak yang harus kita pelajari dari cara kerja orang2 UK. Aku cukup banyak mendongeng soal2 ini, termasuk soal kekuatan sebuah tongkat. Dan bahwa OFCOM di sana sungguh bersih dan berwibawa, dibandingkan … udah ah.

Jadi, apa yang dipelajari dari pemesanan domain di suatu negara beradab? Keterpaduan antara kemudahan, kevalidan, dan keamanan. Pertama, ada registrar swasta yang jumlahnya cukup banyak, membuat harga jadi kompetitif. Murah. Kemudian, ada proses validasi semi manual. Kita ditelepon, diinterogasi tentang status dan mengapa kita memerlukan domain dari UK (“For a personal project,” cukup itu jawabanku). Trus disuruh meneruskan proses transaksi. Selesai. Domain bisa kita pakai.

Namun, setelah domain sudah kita pakai itu, registrar masih terus mendaftarkan kepemilikian domain ke Nominet, yaitu lembaga nirlaba pemegang kendali TLD UK. Tak lama (agak lama dink), Nominet akan menghubungi kita sebagai registrant melalui surat (bukan email). Surat ini berisi sebuah kode yang tersembunyi dalam tab stiker. Kode ini harus kita masukkan ke website Nominet. Berikutnya, kita diberi kesempatan membetulkan nama, alamat, dan status kita di web Nominet. Setelah seluruh informasi kita konfirmasikan, Nominet akan memberikan sebuah sertifikat kepemilikan domain kepada kita.

nominet-certificate.png

Menarik kan? Jadi jangan lupa: kalau memesan domain UK, selalu gunakan nomor telepon asli, nama asli, dan alamat asli. Selanjutnya, kalau kita mau terus menggunakan kepribadian palsu, itu sih urusan masing2. Aku masih menikmati suara Freddie Mercury pada lagu The Great Pretender. Dia memang seniman gemilang.

Vaksin Kolesterol

Kalau ditanya kenapa orang sekurus (=langsing =tipis) aku bisa berkolesterol tinggi, aku suka menggambar diagram di bawah ini. Lengkap dengan level kebodohan tertentu dimana obat tertentu justru menggerus fungsi hati, dan dengan demikian makin mengacaukan regulasi kolesterol. Tapi kali ini kita coba berfokus pada hal lain, yaitu kemungkinan vaksinasi melawan kolesterol. Ini dikaji a.l. di Science & Vie edisi Mars 2007.

Pertama, siklusnya dulu. Hati melakukan pendauran kolesterol yang memang dibutuhkan tubuh kita. Kolesterol ini dibawa oleh LDL (lipoprotein berkerapatan rendah) ke seluruh badan, lalu dibawa kembali oleh HDL (lipoprotein berkerapatan tinggi) ke hati. Jika terjadi ketidakseimbangan (orang Indonesia bilang: karena satu dan lain hal), maka terjadi ekses LDL. LDL berlebih ini membentuk LDL oksida yang dapat menginfiltrasi pembuluh darah, menumpuk, menimbulkan peradangan, lalu mengakibatkan disfungsi pembuluh darah, yang tentu paling fatal jika terjadi misalnya di jantung atau otak. Sebenernya agak serem juga membahas proses yang sedang terus terjadi di dalam diri kita, haha :). Oh ya, salah satu bentuk ketidakseimbangan diakibatkan oleh CETP, yaitu protein pembawa ester kolesterol, yang mampu mengubah HDL kembali menjadi LDL.

Para alim ulama (yang arti harfiahnya adalah para pengabdi ilmu, bukan selebriti pengiklan SMS premium) sedang berusaha untuk menggunakan vaksin untuk mencegah, atau mengurangi intensitas, perusakan akibat kolesterol ini. Ada tiga alternatif yang tengah berusaha dimanipulasi:

  1. Memperbaiki regulasi LDL
    Vaksin CETP; diharapkan memancing imunitas tubuh untuk membentuk antibodi perusak CETP.
  2. Merusak LDL oksida
    Vaksin LDL Oksida; diharapkan memansing sistem kekebalan atas infiltrasi LDL oksida.
  3. Mencegah peradangan
    Aktivasi limfosit pengatur untuk menetralisir efek-efek peradangan.

Interworking: 3G & WiMAX

Mengapa, misalnya, operator yang sudah memiliki lisensi 3G/UMTS masih juga punya minat pada WiMAX? Negative thinking, ini untuk menghambat kompetisi dari teknologi yang memang secara konvergensi akan jadi bersaing ini. Positive thinking, para operator memahami bahwa WiMAX merupakan komplemen layanan yang penting bagi 3G/UMTS; khususnya bagi sebagian besar customer yang melakukan akses informasi tidak sambil bergerak. Tetapi, jika 3G/UMTS dan WiMAX dipegang oleh sebuah entitas, atau sekelompok yang berafiliasi, bagaimana cara agar keduanya benar2 menjadi komplemen, seolah2 menjadi sebuah network lengkap, dengan sistem identitas user yang tunggal, dengan layanan yang kontinu bagi user yang harus berpindah network, dan tanpa terlalu banyak sistem yang redundant?

Mengandaikan bahwa standar 3GPP yang digunakan sudah mengadopsi Release 5 (dengan IMS), akan dapat dilakukan interworking pada service layer kedua macam network. Negosiasi akan tetap menggunakan SIP seperti yang digunakan dalam IMS. Pengelolaan user dengan AAA dilakukan pada infrastuktur UMTS. Skemanya dideskripsikan dalam gambar ini:


Garis oranye menunjukkan aliran data (media), dan garis biru persinyalan. HSS (home subscriber server) meyimpan informasi user, termasuk autorisasinya, dan profile. AAA, melakukan fungsi autentikasi, autorisasi, dan accounting (charging). Sekelompok CSCF (call session control function) pada struktur IMS berfungsi mengelola sesi informasi. Persinyalan antara IMS dan WiMAX dilakukan melalui I-CSCF (I=interrogator) ke CSN WiMAX. Pada WiMAX, CSN memainkan urusan QoS, dan ASN memainkan strategi akses.

Harus ada pemetaan antara QoS 3GPP dan WiMAX. UMTS mendefinisikan empat kelas QoS: conversational, streaming, interactive, dan background. WiMAX juga mendefinisikan empat kelas: UGS (unsolicited grant service), rt-PS (realtime polling service), nrt-PS (non-realtime polling service), dan BE (best effort). Tinggal dilakukan pemetaan sesuai sifat aplikasi yang ditargetkan di setiap kelas. Resource QoS dapat diberikan baik melalui prekonfigurasi, ataupun dengan reservasi sesuai trigger dari client.

Tentu masih banyak yang harus dipertimbangkan. AAA antar dua network misalnya, termasuk bagi user yang sedang melakukan roaming, harus dipertimbangkan baik dari sisi bisnis maupun dari security. Soal hand-off juga bisa menjadi bahan yang sangat menarik untuk diperincangkan secara terpisah.

Jarak Dua Titik

Novotel, mendekati tengah malam. Pak Rahman masuk lagi ke ruang berlantai kayu itu. Sisa asap Dji Sam Soe ikut terbawa dari beranda masuk ruangan.
Inget nggak, cara menghitung jarak antara dua koordinat?

Sebuah bola biru maya segera tergambar di dalam ruangan, lengkap dengan garis2 lintang dan bujur. Dua titik oranye tampil pada posisi sekitar Tokyo dan Mekkah. Sebuah garis ditarik dari Tokyo ke Mekkah, tetapi bukan ke arah barat agak selatan, melainkan justru barat agak utara. Hmmm. Jangan tertipu.

Kalau jarak dekat sih bisa dengan Pythagoras. Tetapi kalau jauh, kita harus memperhitungkan ..
Iya, lengkungan buminya harus dihitung,” tukas Pak Rahman.
Bukan saja lengkungan. Tapi kebulatan. Arah titik terdekatnya pun belum tentu arah yang sama dengan peta segiempat.
Ya sudah. Jadi gimana cara hitungnya?

Bola maya di tengah ruangan sudah melenyap entah sejak kapan. Aku nggak punya tools selain MS Office di notebook tanpa Internet, yang sedang dipakai mengamati komposisi content di bisnis mobile. “Coba pakai Excel deh,” kataku ngasal. Berorientasi alat, bukan konsep.
Cobalah.

Tapi nggak lama, Excel harus ditinggalkan. Yang mulai bermain adalah dua pensil dan bloknot kecil yang semuanya berlogo Novotel. Dua pensil, soalnya sekalian aku pakai untuk membuat simulai visual dari dua koordinat. Obviously, yang harus dicari hanyalah sudut yang dibentuk antara dua koordinat itu melalui pusat bumi. Dan karena tidak ada Internet, aku akan mengasumsikan bumi itu bulat sempurna, seolah jarak utara selatan sama dengan jarak barat timur (hah, ada jarak barat-timur?).

Waktu perhitungan dikoreksi dua kali, Pak Rahman memutuskan merenungi hal lain. Masih dengan sweater ciri khasnya, Mr Workaholic ini tertidur. Aku mendapati bahwa perhitungan kali ini menemui titik terang. Tapi perlu verifikasi. Trus, Excel hidup lagi, dan formula dimasukkan. Grafik dibuat. Ah, sesuai dengan simulasi dua pensil tadi. Ini hasilnya:



Kalau tidak ada mode grafis: cos δ =cos λ1⋅cos β1⋅cos λ2⋅cos β2 + cos λ1⋅sin β1⋅cos λ2⋅sin β2 + sin λ1⋅sin λ2, dengan (λ1,β1) dan (λ2,β2) menunjukkan pasangan lintang dan bujur dua titik, dan δ sudut antara dua titik itu. Lintang utara positif, lintang selatan negatif. Bujur timur positif, bujur barat negatif. Jika δ sudah dalam radian, tinggal mengalikan dengan jejari bumi R untuk menghitung jarak antara dua titik.

Tentu kemudian harus disempurnakan dengan memasukkan variasi R terhadap lintang. Dan ketinggian, kalau diperlukan. Dih. Ntar aja kalau ada Internet.

4G

4G? Satu lagi istilah dengan angka, menemani Web 2.0 dan Nagabonar Jadi 2, melanjutkan 3G dan 3.5G, serta jadi bahan permainan politisi, pakar-pakaran, media, dan kalangan industri. Negeri Malays, menurut salah satu media, mulai memberikan lisensi 4G. Tapi ternyata cuman WiMAX. Entah siapa yang kacau. Kalau pemerintah Malays yang kacau sih, wajar aja – siapa dulu Menteri Informasinya.

WiMAX sendiri merupakan implementasi suite standard 802.16 dari IEEE. Di lain pihak, IEEE tidak pernah menyebut 802.16 sebagai 4G. Tahun 2000 atau 2001, waktu 802.16 masih pre-standard, dan WiMAX masih WiMAN, IEEE memaparkan beberapa alternatif penerus 3G yang akan layak dinamai 4G. MBS salah satunya. Dan beberapa alternatif lain.

fourgee.jpgTahun2 ini, IEEE kadang juga masih menggunakan jargon 4G. Tapi sering juga secara rendah hati disebut B3G (beyond 3G). Kalau kita menyebut sebuah perubahan generasi, kita harus secara jelas menyebutkan peralihan generasi teknologi; sedahsyat waktu analog (1G) pindah ke digital (2G), dan waktu connection-oriented (2G) pindah ke end-to-end packet-based connection (3G). Peralihan generasi bukan cuma soal kecepatan atau ukuran terminal.

Tapi memang harus diakui, bahwa desakan komersial memaksa 3G segera distandardkan dan diimplementasikan sebelum bisa disenadakan dengan prinsip2 3G asali, yang sempat disebut sebagai NGMN (NGN untuk mobile) dan bentuk ubiquitous communications system. Prinsip2 ini kemudian akan dituju dalam evolusi antara 3G dan 4G. Kita ketahui, 3G sendiri distandarkan dalam rilis2 yang sifatnya evolusioner. Release tahun 2000 memperkenalkan akses radio berkecepatan 2 Mb/s. Release 5 di tahun 2003 menambahkan IMS (Internet Multimedia Subsystem). Release 6 di tahun 2005 menspesifikasikan internetwork 3GPP dengan WLAN. Release 7 yang tengah disiapkan membahas lebih lanjut mobile internetworking antara 3GPP dan jaringan lain termasuk WiMAX, PAN, jaringan sensor, dan jaringan2 ad-hoc.

Jadi, bagaimana bentuk pastinya 4G? Sebenarnya bukan pertanyaan yang penting. Yang lebih penting adalah: ke mana pengembangan 3G berikutnya? Apakah 3GPP dan 3GPP2 kemudian dapat diblend lebih smooth. Bagaimana interwork yang elegan antara 3G dan bentuk komunikasi lainnya. Bagaimana akhirnya pendekatan yang terbaik untuk menuju ubiquitous communication system.

Weblog ini akan lebih diarahkan ke diskusi tentang hal ini. Tentu sambil tidak meninggalkan urusan buku2 yang menarik, musik yang mengesankan, temuan sains yang mendebarkan, dan … kopi :).

Kopi Jawa

Update: Visit INDONESIAN.COFFEE

Kopi lagi? Tentu. Ini tema yang menyegarkan!

Sebelum mulai dengan Java, kita mulai lagi dengan sejarah kopi. Terdapat sebuah versi lain sejarah kopi yang tidak melibatkan domba. Masih dari Ethiopia, kisah ini hanya dimulai dari Ali al-Shadili yang gemar meminum sari biji kopi untuk membuatnya tetap terjaga demi menjalankan shalat malam. Tak lama, kopi menjadi komoditas yang diekspor ke Eropa, terutama dari daerah Kaffa di Ethiopia. Orang Eropa menamainya mocha. Bijinya tidak boleh diekspor, kecuali sudah dalam keadaan terpanggang, dan tak dapat ditanam lagi. Tapi penyelundup selalu ada. Tak lama, penjajah di nusantara sudah mulai membudidayakan tanaman kopi di Jawa.

javaestate.jpgDi Jawa, kopi mula2 ditanam di sekitaran Jayakarta, meluas ke Jawa Barat, dan kemudian lebih diperluas ke Jawa Timur, serta kemudian ke luar Jawa. Varietasnya arabika. Sebuah pameran yang digelar di AS (dengan dana yang cukup besar, ditanggung industri kopi Jawa) membuat publik Amerika mulai mengenal kopi dan menjuluki minuman ini sebagai Java. Nusantara, khususnya Jawa, menjadi pengekspor kopi terbesar dan terbaik di dunia. Malangnya, terjadi wabah di tahun 1880an, yang memusnahkan kopi arabika yang ditanam di bawah ketinggian 1km dpl, dari Shri Lanka hingga Timor. Brasil dan Colombia mengambil alih peran sebagai eksportir kopi arabika terbesar, sampai kini. Sementara itu, varietas kopi di sebagian besar Jawa diganti dengan liberika. Tapi tak lama, wabah yang serupa memusnahkan varietas ini juga, sehingga akhirnya 90% kopi di Jawa diganti dengan varietas robusta, kecuali di tempat yang betul2 tinggi.

Setelah para penjajah didepak, kebun2 kopi dinasionalisasi dan/atau diprivatisasi. Adalah PTPN XII (a state-owned company) yang kini mengelola kopi yang disebut sebagai Java Estate. PTPN XII yang mengelola beberapa perkebunan di pegunungan Ijen (Jawa Timur) hingga kini tetap memelihara varietas arabika dengan kualitas amat tinggi. Kebun2nya terletak di Blawan (2500 Ha), Jampit (1500 Ha), Pancoer (400 Ha), dan Kayumas (400 Ha), dengan ketinggian antara 900 hingga 1600 m dpl. Hasil tahunan mencapai sekitar 4 ribu ton biji kopi hijau. 85% biji diekspor sebelum dipanggang. Kalau kebetulan menjenguk Starbucks di Bandung, dan mengamati ada sekantung kopi berlabel Java Estate, nah itulah kopi Jawa yang berkeliling dunia sebelum kembali ke negerinya.

Di dekat kawasan PTPN XII, terdapat juga perkebunan Kawisari dan Sengon, dengan luas 880 Ha, dan ketinggian lebih rendah dibandingkan kebun2 milik PTPN XII. Kopinya 95% robusta, dan sisanya arabika. Hasilnya banyak digunakan untuk industri kopi di sekitar Jawa Timur. Di Jawa Tengah, di kawasan Losari yang dikelilingi tak kurang dari 8 gunung berapi, terdapat juga perkebunan Losari (d/h Karangredjo). Losari dimiliki Gabriella Teggia, warga Italia yang sudah menetap di Indonesia sejak 1965.

Tahun 2003, Gabriella Teggia inilah yang menulis buku A Cup of Java bersama Mark Hanusz. Buku keren ini bercerita tentang sejarah kopi hingga masuk ke Jawa, tentang sejarah kopi di Jawa (termasuk tentang Multatuli dan Max Havelaar-nya), tentang Java Estate (dan menyinggung juga kopi2 keren lainnya: Mandailing Sumatra, Kalosi Toraja, dll), tentang kopi panggangan Jawa (termasuk Kopi Warung Tinggi Jakarta, Kopi Aroma Bandung, Kopi Kapal Api, dll), serta tentang budaya ngopi di Jawa. Di bagian Appendix, buku ini menampik mitos tentang Kopi Luwak.

Starbucks sempat menelepon minggu lalu, menawarkan dua kopi istimewa untuk edisi khusus bulan ini: satu dari Sulawesi, dan satu dari Papua. Sementara menunggu kopi2 rasa nusantara itu (ingat Kopi Kampung), kita nikmati hari ini dengan Kopi Malang.

Lingkaran Wina

Kemarin, cerita tentang S-Matrix aku mulai dari Wina. Ada apa sih di Wina? Salah satunya, pernah ada Wittgenstein, sebelum dia pergi ke Cambridge. Aku pernah tulis bahwa tokoh ini kabur dari dunia fisika dan masuk ke filsafat. Nah, di Wina ada tokoh yang senada: Moritz Schlick. Murid Max Planck ini, — oh ya betul: h dicoret itu. Jadi murid Planck ini lebih suka berkarir sebagai filsuf. Tetapi ia masih membawa sisa dunia lamanya. Bagi Schlick, filsafat haruslah diturunkan dari sains. Filsafat bertujuan untuk merjernihkan arti dari proporsi, dengan metode yang sama dengan metode sains. Inilah yang menjadi dasar dari positivisme logis, yang kemudian kadang disebut sebagai Madzhab Wina.

Schlick mulai rutin mengumpulkan rekan2nya di Boltzmanngasse, gedung jurusan matematika dan fisika. Setiap malam Jum’at. Hanya terbatas bagi orang yang diundang. Diantara tokohnya adalah Otto Neurath, Herbert Feigl, Rudolf Carnap, Kurt Gödel, Viktor Kraft, Felix Kaufmann, Phillip Frank, Hans Hann, dan Olga Hann yang pakar aljabar Boole. Wittgenstein dijadikan anggota kehormatan dan ‘guiding spirit’ — tetapi menolak. Mereka duduk dalam formasi setengah lingkaran. Dan tak lama, kelompok ini terkenal sebagai Lingkaran Wina. Der Wiener Kreis. Wiener Schnitzel? Bukan. Itu sih makanan sedap. Karl Popper, pernah berharap bisa masuk lingkaran ini. Tetapi tak pernah diajak. Itu salah satu sebab bahwa ia selalu ingin bisa mengalahkan … Wittgenstein :).

Prosedur pertemuan cukup baku. Schlick memulai dengan membacakan surat2 yang masuk, termasuk dari raksasa2 sains seperti Einstein, Russel, Hilbert, atau Bohr. Kemudian debat dimulai, sesuai tema yang ditetapkan minggu sebelumnya. Kadang tamu asing pun diundang. Ayer dari Inggris, Quine dari Amrik, Hempel dari Berlin. Tamu2 ini membawa pengaruh Lingkaran Wina ke filsuf di negeri2 lain.

Tentu saja banyak juga pihak yang bertentangan. Di Cambridge misalnya, di masa itu orang percaya bahwa justru sains yang harus belajar dari filsafat. Juga, positivisme logis bertentangan dengan idealisme model Jerman seperti yang dibawakan Fichte dan Hegel, atau Kant, yang lebih mengutamakan pikiran dan spirit daripada fisika dan logika. Lingkaran Wina menggunakan relativitas Einstein (yang di masa itu berlawanan dengan akal sehat) untuk melawan pendapat Kant bahwa kita bisa merumuskan isi semesta hanya dengan merenung. Dan tentu jangan ditanya soal agama dan metafisika. Hal2 semacam ini juga telah membuat Lingkaran ini dimusuhi banyak penduduk Wina sendiri.

Kenapa namanya positivisme logika? Baca di Google atau Wikipedia deh. Gitu2 aja kok :).

Lalu, di suatu hari di tahun 1936, Schlick ditembak salah satu mahasiswanya. Tak lama, terjadi Anschluss. Lingkaran Wina pun menghilang. Gödel tentu masih berkibar. Dan Heisenberg, kita singgung kemarin, mengadopsi madzhab ini ke dalam S-matrix, yang masih beranak cucu sampai ke Teori M.

NYSE:SBUX

nyse-sbux.jpg
NYSE:SBUX. Bukan NYSE:TLK? Bukan. Kita cerita tentang tempat pelarian. Dan kategorinya pun bukan kopi, melainkan life. Diawali dari Sbux Ciwalk dulu. Talk sama Harry Sufehmi, Budi Putra, Ikhlasul Amal, dan kemudian Rendy bergabung. Notebook dihidupkan. Tapi … nggak ada plug untuk listrik. Hmm, kalau di Sbux BIP sih jelas berjejer tuh. Panik? Nggak lah. Sbux is Sbux, di mana kita dikelilingi sahabat. So, aku cukup tanya “Boleh minta listrik, nggak?” Oh ya, aku suka struktur kalimat yang ajaib macam itu. Dan nggak lama, sebuah extender disiapkan, melintas lantai utama Sbux Ciwalk. Masalah selesai. Budi Putra malah protes: “Jangan2 Mas Koen yang punya saham Sbux.”

Tentu bukan. Dan bukan kebetulan juga aku sering milih Sbux jadi tempat pertemuan. Sbux tidak selalu identik dengan kopi. Tapi nyaris selalu identik dengan keakraban. Temen2 yang ketemu nggak harus minum kopi. Juga nggak harus minum apa pun. Malahan donat boleh diimpor dari warung sebelah. Ngobrol bisa dari jam 2 siang sampai jam 8 malam tanpa usikan.

Aku bukan orang yang bisa masuk warung makan sendirian. Mendingan menunda makan. Atau makan snack di meja kerja. Tapi Sbux bukan semacam warung makan. Aku bisa ngabur dari kantor, bawa buku atau notebook, dan melarikan pekerjaan ke salah satu meja di Sbux. Biasanya Sbux BIP. Sendirian. Rasanya kayak di kampus atau di kantor, tempat kita bisa bekerja sendirian, diam berjam2, tetapi dengan perasaan dikelilingi teman2.

Kopi? Pasti. Tapi itu bukan faktor utama.

« Older posts Newer posts »

© 2024 Kuncoro++

Theme by Anders NorénUp ↑