Month: February 2006 (Page 1 of 2)

Le Jardin Sous La Pluie

Kebun Raya Bogor

Candaan berjudul “le jardin sous la pluie” — mencontek satu simfoni Debussy — langsung jadi kenyataan di kota ini: Bogor. Hujan mewarnai setiap siang. Syukurlah kota ini masih mengampuni para pengungsi seperti kami dengan membiarkan malam berlangsung tanpa hujan: hanya angin dingin menerjang dari lembah berkerlip ribuan lampu. Mesin2 boleh tak henti menderu di kota yang akan tercaplok konsep megapolitan ini. Tapi kehijauan yang masih dipertahankan masih dapat menaungi hati yang mencari kesejukan.

Bogor. Mudah2an ada Bogor2 lain lagi tahun ini. Dan berikutnya, tentu.

Starbucks @ BIP

sbux-bip-invitation.jpg
Undangan itu udah tergeletak di atas meja waktu aku sempat2nya mampir di kantor abis workshop panjang di Gegerkalong. So, akhirnya jadi juga Starbucks BIP dilaunching, tiga hari lagi. Hmm, sayangnya akunya malah nggak bakal bisa datang. Ada acara yang cukup penting dan menarik di Bogor.

Maafkan aku, rekan2 di Starbucks. Mudah2an nggak kapok mengundangku lagi. Dan buat kompensasi, aku pasang undangannya di sini biar seluruh dunia tahu bahwa kalau kita ke tengah kota Bandung, kita sudah bisa menikmati segarnya kopi di satu lagi gerai Starbucks.

Belajar Bahasa

Aku sampai sekarang nggak pernah fasih berbahasa Jawa dan Sunda, biarpun aku hidup lama di kedua daerah itu. Robby bilang aku berbahasa Indonesia dan Jawa dengan logat Russia – tapi Andrei dan Marsha pasti nggak sependapat :). Berondongan budaya justru jadi barikade yang bikin defensif: nggak berani mencoba untuk mulai berinteraksi. Tapi pada bahasa Inggris terjadi ketidakfasihan juga. Kekurangan komunikasi bikin nggak berani mencoba berinteraksi juga?

Barangkali soalnya adalah pemaksaan. Belajar untuk survive. Alah bisa karena terpaksa. Faktanya, aku nggak harus berbahasa Jawa/Sunda untuk survive di Malang/Bandung. Tapi aku harus bisa bahasa Inggris tertulis untuk survive! Bahasa Inggris tertulis itu aku kuasai atas jasa para dosen di Teknik Elektro Unibraw yang nggak doyan literatur lokal, dan lebih memilih mencari literatur asing, difotokopi, dan dijadikan bahan tugas seminar buat mahasiswanya. Aku masih ingat, aku nggak bisa tidur gara2 sedih: terlalu lama buatku memahami halaman2 fotokopian itu. Tapi pusing nggak memecahkan masalah. Buka kamus sampai lecek, dan akhirnya jadi terbiasa, jadi bisa. Dan malah terus jadi hobi beli buku bajakan di Tamansari. Hah, trik dosen2ku berhasil, congrats buat mereka :(.

Di Telkom Divre III, trik dosenku masih menyisakan hasil. Biarpun paling malas berbahasa Inggris, aku sempat mengalahkan seluruh seniorku waktu tes TOEFL di Telkom. Congrats lagi buat dosen2ku yang tukang maksa itu.

Tapi tentu kemahiran bercakap tak pernah bertambah. Tidak ada yang memaksa bisa bercakap untuk survive. Pun di zaman Ariawest, aku berada juh dari lingkaran kekuasaan, dan bisa mengirimkan laporan cukup secara tertulis.

Trackback, di Malang aku juga coba kursus Bahasa Perancis (ini adalah satu2nya kursus yang pernah aku ikuti sampai tahun 2000). Informal. Lebih banyak conversation, atau tepatnya chatting. Lumayan untuk menimbulkan keberanian berekspresi. Sayangnya aku harus pindah ke Bandung. Aku memperdalam grammar sendiri, tapi nggak ada faktor pemaksa, jadi setengah hati. Abis kenal Amazon, aku beli beberapa buku bahasa Perancis untuk memaksa diri membaca. Juga dua kali berlangganan Science&Vie. Bisa sih. Tapi tak seberhasil membaca bahasa Inggris di kampus. Aku pikir faktornya masih sama: nggak ada faktor pemaksa.

Pertanyaannya: bagaimana caranya memaksa diri? Aku masih pingin belajar belasan bahasa lagi nih. Russia terutama. Lebih dari “Ya tebya lyublyu, solnyshka mayo” – hmmm.

ATM dan ATM dan ATM

Abis bikin komentar sok culun di webnya Idban (tentang ATM), aku jadi inget zaman aku masih di Dalnet (=Pengendalian Network). Waktu mulai musim ISO-9000, semua perangkat apa pun dilabeli, termasuk laci-laci. Salah satu laci dilabeli ATM. Dijamin deh para network consultant yang umumnya expat (beberapa diantaranya pakai visa turis, huh) pada kagum: Wow, orang Bandung udah mempersiapkan ATM Network Engineering.

Kagum? Nggak lah. Aku nggak yakin para consultant itu ngerti teknologi ATM. Consultant itu cuman expat, bukan expert. Bule oon yang nggak bisa menginterpretasikan deretan angka yang dipaparkan di depan muka mereka. To consult just to con and to insult. Paling mereka pikir label ATM itu isinya kartu ATM milik para karyawan Telkom, yang dipakai buat gajian.

Tapi mereka bakal lebih keki lagi waktu akhirnya tahu apa ATM itu. Alat Tulis Menulis. Plissss deh.

Refensi: Definisi2 ATM yang lain ada di sini: en.wikipedia.org/wiki/ATM. Tahukah kamu bahwa HP sudah memproduksi HP? Dan tahukah kamu, bahwa IP kamu bisa jelek kalau kamu nggak paham IP?

Blogroll Menipis

Hmmm, blogrollku menipis ;). Weblog orang Indonesia yang berbahasa non-Indonesia aku unlink dari site kun.co.ro, dan dilink kembali dari kuncoro.com. Sila kirim2 alamat weblog non-Indonesia yang kita tahu, biar link-nya tambah banyak.

Ada nggak ya, yang pakai bahasa Jerman, Russia, Jepang, Cina, dll :).

Muhammad

Kemudian setelah riuh itu kembali merendah, seiring dengan sifat dasar manusia yang mudah lupa dan mudah lalai (manusiawi sekali), kita kembali membuka kisah sang manusia yang agung akhlaknya itu.

(1) Setiap kali Muhammad, saw, melalui suatu jalan, seorang perempuan membuang ludah ke arahnya. Keluarganya, dan kemudian beberapa sahabat yang mengetahui, mencoba memprotes, tetapi Muhammad, saw, selalu melarangnya. Namun pernah beberapa kali Muhammad melalui jalan itu tanpa gangguan si perempuan. Bertanyalah ia pada orang di sekitarnya. Dari sana ia tahu, perempuan itu sedang sakit. Maka ia mengambil makanan dari rumah, dan dijenguknya perempuan itu sambil membawa makanan. Tak pernah lagi perempuan itu mengganggunya sejak itu.

(2) Satu rombongan berjalan, membawa jenazah ke pemakaman. Muhammad, saw, yang sedang berbagi hikmah dengan sahabat-sahabatnya, segera berdiri memberi hormat.
“Tapi Rasulullah, itu jenazah seorang Yahudi,” seorang sahabat mengingatkan.
Muhammad, saw, bersabda pendek, “Berdirilah kalian semua. Itu adalah jenazah manusia, saudara kita.”

Dicaci maki, diludahi, dilempari batu, adalah hal yang pernah jadi kebiasaannya, sebelum Islam berkembang pesat. Dan setelah ajaran mulia ini berkembang, jejas dalam bentuk lisan maupun tulisan terus diarahkan padanya. Namun manusia tak lebih dari bentuk kehidupan singkat, dan hinaan atas manusia pun fana saja. Tak ada artinya dibandingkan perjuangan panjang mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi seluruh alam semesta. Konsistensi perjuangan dan keagungan pribadi Muhammad, saw, mewujudkan kekaguman, bukan hanya dari para sahabatnya tetapi juga para musuhnya, dari kekaisaran Romawi hingga kekaisaran Persia.

Kebodohan, yang sekali lagi dilakukan oleh segelintir kapitalis Eropa, tak lebih hanya kebodohan segelintir kapitalis. Dan tak perlu dibalas dengan kebodohan. Kemarahan sebagian umat muslim, yang tak terkendali, juga manusiawi, yang sebenarnya lebih ditujukan kepada diri sendiri. Kepada ketidakmampuan menjaga citra sebagai pewaris seorang Muhammad.

Oh ya, satu hal tentang pembakaran bendera. Negara-negara Skandinavia, serta Swiss, juga Skotlandia, memasang simbol Kristian sebagai bendera mereka. Pantang bagi umat Islam untuk menodai simbol-simbol agama lain, biarpun barangkali bangsa mereka juga sudah tak lagi berpegangan pada agama itu.

Tipis

Masih menarik untuk mengabaikan segala yang tarik menarik di balik pintu hati. Dan masih menarik untuk menjadi droid. Rapat panjang harus disambung besok. Dan di atas meja ada selembar majalah IEEE Network terbaru. Hmmh, makin tipis aja, mengesalkan. Recovery of the Control Plane after Failures in ASON/GMPLS Networks. Kelihatannya menarik dan nggak terlalu rumit. Sebenernya sih maunya sesuatu yang bukan GMPLS lagi. Tapi biarlah, buat membunuh waktu malam ini. Defining 4G from the User’s Perspective. Judulnya awam banget. Kebayang nggak sih? GMPLS, 4G, kayak masih tahun 2000 aja :).
Hidup yang pendek. Indah? Barangkali. Tergantung cita rasa seni kita. Indah kok. Aku akhirnya lihat ke luar jendela. Langit berwarna nila.

Kantor

Cerita tentang Telkom pasti menuai hal-hal yang menarik :). Ini udah disinggung di FAQ. Tapi saat angkasa sukma selalu bertirai mendung kelam, mengisi pikiran dengan pekerjaan dan kegiatan yang inhumane menjadi manusiawi sekali.

Di Divre III, Speedy sudah melalui tahap Comissioning Test, dan sekarang masuk pengujian 8IC, yang dimulai hari ini. Pada tahap ini, produk diuji pihak di luar Divre III: kualifikasi, keandalan, kompatibilitas, feature, billing, termasuk kesiapan SDM. Lolos dari tahap ini, produk Speedy siap diluncurkan ke masyarakat Jawa Barat.

Produk Telkom yang bervariasi menuntut para frontliner jadi expert dalam bentang yang luas. Internalisasi product knowledge jadi tugas lain yang menarik. Flexi, Speedy, produk-produk telefoni, Telkomnet, Telkomlink, dan bahkan mulai meliputi produk Telkomsel juga. Bayangkan, betapa menariknya cerita tentang perbandingan Telkomlink berbasis leased channel, frame relay, dan MPLS, kepada para frontliner. Syukurlah, yang selalu aku temui adalah manusia-manusia yang haus ilmu, dan bersemangat tinggi.

Dari sisi pengelolaan produk sendiri, yang minggu-minggu ini harus dilakukan adalah memverifikasi produk-produk dan feature-feature baru yang telah disampaikan corporate, dan meyakinkan kesiapan Divre III untuk meluncurkan produk atau feature baru itu. 8IC lagi, untuk guidance-nya.

Ah, akhirnya aku pernah nulis soal pekerjaan juga di sini :). OK, ada rapat dikit sebelum kerja lagi.

Kitsch

Berkeliling web pagi ini, di sebuah Warnet di Rawamangun, yang sering terbayang adalah kata kitsch. Pertama kebaca sebagai salah satu tema buku Kundera, Unbearable Lightness of Being. Ah, ada satu kata kunci lagi di buku yang lain, yaitu litost. Tapi soal litost lain kali deh.

Seorang pejabat melihat anak2nya bermain. Ia melihat dengan penuh kasih sayang. Lalu ia terharu, bukan oleh anak2nya, tetapi oleh rasa kasih sayangnya. Ini contoh awal Kundera atas kitsch. Juga parade-parade besar, yang membuat orang hanyut, terbawa, padahal hal2 semacam itu sebetulnya di-arrange sendiri. Perilaku kitsch: kebutuhan untuk menatap cermin yang menampilkan keindahan, keagungan, atau apa pun, dan kemudian menjadi terharu oleh kepuasan atas bayangannya sendiri. Dengan demikian, kitsch adalah musuh kemanusiaan: kepuasan individual atas bayangannya sendiri.

Di Perancis, kitsch disebut art de pacotille — seni sampah. Trus, ada apa dengan web? Cecentilan dengan bentuk dan tulisan, yang tidak selalu match dengan pesan — kalaupun pesannya ada. Kenapa mesti bla-bla-bla tentang sesuatu, dan melebih2kan, dalam web kita, kalau itu sudah ada di banyak web lain. Kenapa harus ikut arus, dan menjadi sampah di Internet? Pesan apa yang mau disampaikan?

Menulis … dengan ketulusan, bukan untuk mengagumi atau dikagumi. Terutama oleh diri sendiri.

FAQ Migrasi

Migrasi site ini agak memancing beberapa pertanyaan, ternyata. OK, ini beberapa yang aku sempat jawab secara tertulis. Sisanya dalam hati aja yaa :).

Q: If it ain’t broken, why fix it?
A: Have you tried to access it using a mobile phone? Well, it was broken!

Q: Wajah site yang lama lebih khas dan ceria.
A: Ada waktunya meredup :). I’m just a shadow of a man I used to be.

Q: Apa yang baru?
A: Pameran kemudahan. Nggak perlu bisa script PHP dan lain2 untuk menjalankan mesin ini. Nggak perlu bisa HTML untuk menulis. Programming, IT, Internet sudah beberapa langkah lebih maju. Personal site, weblog, dll, sudah milik orang awam, seperti juga HP dan TV. Nggak perlu keahlian lagi. Bahkan nggak perlu waktu luang yang banyak. Aku lagi sangat sibuk waktu memigrasikan site ini.

Q: Tagnya nggak baru: reinventer la vie …
A: It defines me.

Q: Ke mana menu2 lama (tulisan rada serius, humor, halaman Wagner)?
A: Sementara masih di tempat aslinya. Humor sudah dikopi banyak rekan ke berbagai mail list, bahkan dari 1998 :) — nggak perlu ada lagi di sini.

Q: Aku pingin juga pakai WordPress, tapi entry di Blogger udah terlalu banyak. Sayang ditinggalkan.
A: WordPress bisa impor dari Blogger dengan cukup mudah.

Q: Apa pun alasannya, saya masih lebih suka web yang dulu.
A: Life sucks. Face it. Amen.

« Older posts

© 2025 Kuncoro++

Theme by Anders NorenUp ↑