Bulan Juni 2005, aku pernah nulis tentang oxytocin. “Pada mamalia non-manusia, hormon ini dikaitkan dengan kelekatan sosial, termasuk fungsi fisiologis yang berkait dengan reproduksi. Lebih jelas, hormon ini membantu hewan mengatasi kecenderungan untuk berjauhan, dan memungkinkan hewan lain melakukan pendekatan.”
Walau urusannya ada kaitannya dengan reproduksi, oxytocin beda dengan urusan syahwat. Yang ini adalah tugas hormon semacam dopamine, neurohormon yang dihasilkan hipotalamus yang pada gilirannya akan memicu pelepasan testosteron, yang Anda hafal sebagai hormon dorongan seksual. Oxytocin adalah hormon yang mendorong kedekatan, kelekatan antar individual. Para antropologis dengan berani menyebutkan: ini adalah hormon cinta (love).
Oxytocin disusun juga di hipotalamis dan dimasukkan ke darah oleh pituitary (kelenjar di bawah otak). Pada cewek, oxytocin menstimulasi kontraksi kelahiran, penyusuan, dan kelekatan keibuan dengan anak yang dilahirkan. Pada baik cowok dan cewek, hormon ini meningkat selama kegiatan seksual dan melejit saat orgasme, dan juga memainkan peran dalam kelekatan pasangan — yang dipercaya sebagai adaptasi evolusioner untuk melindungi anak yang diproduksi sampai mampu berkembang.
Kalau cinta ternyata cuman permainan kimia dan biologi evolusioner, lalu apakah nilai kemanusiaan dan keindahannya berkurang? Tergantung apakah kita termasuk orang yang cenderung berbuat dosa karena terlalu takut berdosa :) :). OK, aku nggak akan bahas soal ini lebih jauh. Buat aku sih, setiap rincian bagaimana semesta digerakkan selalu membuat aku semakin merasa dekat dengan Tuhanku. Ia menyukai proses. Ia menyukai kita belajar. Ia mengajari kita dengan contoh. Dan Ia menunjukkan secara transparan (tapi memerlukan proses riset dan belajar yang panjang), bagaimana proses-Nya menjalankan semesta ini.
Aku tahu nggak semua orang suka yang aku tulis di weblog ini. Tanpa membedakan orang yang bisa melihat Tuhan atau yang tetap jadi atheis ignoramus, cinta selalu terasa indah. Dan setiap orang, sedikit banyak, membenci reduksi cinta jadi peristiwa kimia biasa. Tapi aku sekali dua bercerita tentang Tristan dan Isolde. Dalam kisah yang dijiwai tradisi panjang Celtic, dikisahkan bahwa mereka mengalami jatuh cinta yang akut karena ramuan ajaib (yup, ini Celtic yang sama dengan dukun Panoramix, cuman yang ini belum dikomikkan). Mereka pun sadar bahwa mereka saling sayang akibat ramuan kimia. Tapi toh mereka meneruskan untuk saling sayang. Sayang yang tulus, cinta tanpa kepalsuan, kasih yang mendalam, adalah anugerah dalam hidup; dan memeliharanya merupakan kebahagiaan tak terperi, tanpa peduli dari mana ia berasal.
Soal moral? Hmmm, ntar deh, kalau ada waktu, kita bahas soal game theory yach :).
Soal soulmate? One day :) :).