Ramadhan tahun kemaren, aku menghabiskan seminggu di ruang tunggu ICU RS Juelek di Bandung. Ramadhan tahun sebelumnya, aku menghabiskan beberapa jam di UGD dan seminggu di rumah abis sebuah traffic accident. Syukurlah tahun ini Ramadhan tidak berbau UGD dan ICU, jadi secara fisik nggak ada yang terlukai. Masa?

Belum juga suara tamu2 Idul Fitri berubah jadi kesenyapan, Retno bertelepon. “Danang kecelakaan. Koma katanya. Di RSPP.” Langsung meluncur ke RSPP, sambil membayangkan Danang, sepupuku yang udah gede dan mulai dewasa tapi mukanya nggak pernah berubah dari wajah anak kecil itu. Ortu dan keluarganya masih pada di Cimahi dan Tasik.

Ah itu kemaren. Hari ini Danang udah mulai sadar. Belum bisa bikin kalimat lebih dari sepatah dua patah kata. Lupa sama kejadian kemaren. Tapi udah keluar dari ICU dan ditempatkan di kamar perawatan. Dan saudara2nya bergantian hadir satu2. Jarang loh lihat sebanyak itu keluargaku. Serasa Lebaran aja :). Semua ketegangan udah berubah jadi kelegaan dan keceriaan.

Bapak si Danang, yang kemaren mukanya setengah tegang setengah nangis, hari ini jadi saingan si Aming Extravaganza. Aku jadi berpikir, bahwa yang bersifat genetik di keluargaku bukan cuma uban yang datang terlalu dini, tapi kecentilan yang nggak abis-abis tanpa pandang situasi, jenis kelamin, dan umur.

Ada si Fiko, teman (teman apa teman?) si Danang yang nganter Danang ke RS, dan setiap hari nungguin sampai malam, tak urung dari sasaran candaan si babe yang nggak abis-abis. Ah, bener, selalu ada ada blessing in disguise.

Udah lama aku nggak bersyukur bahwa aku masih punya keluarga. Lucu2 pula, biarpun kadang suka pada gaanaas :).