Berikut adalah hasil kajian yang dilakukan di Eropa Barat mengenai perilaku seksual. Wanita yang berpasangan, jika berselingkuh, memilih pasangan selingkuh yang lebih dominan, lebih tua, lebih menarik secara fisik, lebih simetris penampilannya, dan sudah berpasangan. Wanita lebih cenderung berselingkuh jika pasangan resminya lebih rendah posisinya, lebih muda, dan seterusnya. Bedah kosmetik pada pria mampu menggandakan kemampuannya menarik pasangan selingkuh. Namun semakin atraktif seekor pria, semakin kurang perhatiannya sebagai ayah. Kira-kira satu dari tiga bayi yang lahir di Eropa Barat merupakan hasil perselingkuhan.
Yang melegakan, kajian ini dilakukan bukan pada manusia, melainkan pada burung layang-layang (swallow). Manusia tentu berbeda dengan burung. Mudah2an.
Apakah kecenderungan alami untuk berselingkuh ini lalu membenarkan perilaku perselingkuhan dan poligami pada manusia? Dan lebih dari itu, apakah benar poligami (resmi atau tak resmi) itu menguntungkan manusia, khususnya pria? Hmmm.
Pada tahun 1790, pulau Pitcairn didatangi sembilan penjelajah dari HMS Bounty, disertai enam pria dan tiga belas wanita Polinesia. Ribuan mil dari pulau terdekat, dan puluhan ribu mil dari peradaban, mereka mulai menciptakan peradaban: 15 pria dan 13 wanita. Ketika penjelajah luar menemukan koloni itu 18 tahun kemudian, mereka menemukan tinggal 10 wanita dan 1 pria saja. Pria yang lain? Satu bunuh diri, satu meninggal alami, dan 12 lainnya terbunuh. Satu2nya pria yang hidup itulah hasil seleksi alami yang berdasar kompetisi seksual. Sejak itu, di Pitcairn, ditetapkan bahwa pernikahan harus bersifat monogami. Poligami, setidaknya di Pitcairn, berpotensi membahayakan para pria, dan menghambat peradaban. Dan di mana-mana, saat peradaban mulai dibudidayakan dengan akal, poligami selalu dihapuskan. Setidaknya selalu diawali dengan pembatasan.