Nazaruddin sedang berkumpul bersama sekelompok filsuf (Kalau berminat
membahas bedanya sufi dan filsuf, bacalah buku Al Ghazali
). Hari itu para filsuf
sedang berlatih ketangkasan logika. Mereka menunjuk sebuah pohon, lalu
satu per satu membahas: bagaimana pohon itu sebenarnya tidak ada.

Seorang filsuf membahas dari sisi kefanaan semesta. Yang lain membahas dari
pandangan bahwa semesta hanyalah penampakan bagi alam ruh. Yang lain lagi
membahas ketersusunan pohon dari unsur yang renik, dan pada gilirannya
unsur-unsur renik tersusun hanya dari konsep matematis.

Nazaruddin mendapat giliran terakhir. Ia hanya berdiri, menatap kosong
ke horison. Lalu ia berkata:

«Pohon yang mana sih yang kalian sebut-sebut dari tadi?»